Jakarta (ANTARA) - President Director PT Astra Otoparts Tbk Hamdhani D Salim menilai perlunya penambahan infrastruktur pengisian daya berbasis batre guna memacu pengembangan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Keterbatasan infrastruktur pengisian daya ini disebabkan oleh tingginya biaya pembangunan stasiun pengisian daya, sementara tingkat pemanfaatan oleh konsumen di Indonesia juga masih rendah.
“Tantangan lainnya datang dari sisi regulasi, seperti proses perizinan dan kebijakan harga listrik yang perlu disesuaikan untuk mendukung keberlanjutan usaha stasiun pengisian daya,” kata Hamdhani saat sesi tematik Indonesia International Sustainibility Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Kamis.
Meskipun demikian, ia menilai tantangan ini wajar mengingat adopsi teknologi EV masih dalam tahap awal. Ia tetap optimis dengan adanya perbaikan di berbagai aspek, industri EV di Indonesia dapat tumbuh lebih pesat.
Baca juga: Astra Financial bukukan laba bersih Rp4,1 triliun
Baca juga: ACC catat kenaikan laba bersih 1 persen
"Kita semua tahu bahwa teknologi ini masih baru bagi semua orang di seluruh dunia. Era elektrifikasi masih di tahap awal, sehingga wajar jika di Indonesia kita menghadapi situasi yang sama, di mana masih ada banyak hal yang perlu ditingkatkan," jelasnya.
Senada,CEO PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk. Gilarsi W. Setijono, berpendapat bahwa industri EV memang masih sangat baru di Indonesia sehingga perlu adanya perubahan regulasi yang sesuai.
“Kebijakan saat ini masih didasarkan pada aturan lama, sementara kita bermain dengan aturan baru. Diperlukan diskusi bersama untuk menetapkan aturan baru yang lebih relevan dengan kondisi saat ini,” ujarnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengembangan infrastruktur, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa perusahaan otomotif melalui pembangunan jaringan pengisian daya di dealer mereka.
Ia optimis bahwa dengan kebijakan yang tepat dan kolaborasi yang kuat, pertumbuhan EV di Indonesia akan semakin pesat.
Gilarsi menambahkan pengembangan infrastruktur pengisian daya yang memadai akan mendorong penggunaan EV secara lebih luas, mengurangi emisi karbon, dan membantu Indonesia mencapai target emisi nol karbon atau net zero emission (NZE).
“Dengan komitmen bersama dan strategi yang jelas, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam transisi energi global menuju keberlanjutan,” terangnya.
Keterbatasan infrastruktur pengisian daya ini disebabkan oleh tingginya biaya pembangunan stasiun pengisian daya, sementara tingkat pemanfaatan oleh konsumen di Indonesia juga masih rendah.
“Tantangan lainnya datang dari sisi regulasi, seperti proses perizinan dan kebijakan harga listrik yang perlu disesuaikan untuk mendukung keberlanjutan usaha stasiun pengisian daya,” kata Hamdhani saat sesi tematik Indonesia International Sustainibility Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Kamis.
Meskipun demikian, ia menilai tantangan ini wajar mengingat adopsi teknologi EV masih dalam tahap awal. Ia tetap optimis dengan adanya perbaikan di berbagai aspek, industri EV di Indonesia dapat tumbuh lebih pesat.
Baca juga: Astra Financial bukukan laba bersih Rp4,1 triliun
Baca juga: ACC catat kenaikan laba bersih 1 persen
"Kita semua tahu bahwa teknologi ini masih baru bagi semua orang di seluruh dunia. Era elektrifikasi masih di tahap awal, sehingga wajar jika di Indonesia kita menghadapi situasi yang sama, di mana masih ada banyak hal yang perlu ditingkatkan," jelasnya.
Senada,CEO PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk. Gilarsi W. Setijono, berpendapat bahwa industri EV memang masih sangat baru di Indonesia sehingga perlu adanya perubahan regulasi yang sesuai.
“Kebijakan saat ini masih didasarkan pada aturan lama, sementara kita bermain dengan aturan baru. Diperlukan diskusi bersama untuk menetapkan aturan baru yang lebih relevan dengan kondisi saat ini,” ujarnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengembangan infrastruktur, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa perusahaan otomotif melalui pembangunan jaringan pengisian daya di dealer mereka.
Ia optimis bahwa dengan kebijakan yang tepat dan kolaborasi yang kuat, pertumbuhan EV di Indonesia akan semakin pesat.
Gilarsi menambahkan pengembangan infrastruktur pengisian daya yang memadai akan mendorong penggunaan EV secara lebih luas, mengurangi emisi karbon, dan membantu Indonesia mencapai target emisi nol karbon atau net zero emission (NZE).
“Dengan komitmen bersama dan strategi yang jelas, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam transisi energi global menuju keberlanjutan,” terangnya.