Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat turun melakukan pengawasan terhadap salah satu perusahaan yang terindikasi melanggar regulasi ketenagakerjaan.
"Indikasi pelanggaran ketenagakerjaan yang kami awasi terutama terkait dengan jam kerja dan upah karyawan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Mataram H Rudi Suryawan di Mataram, Rabu.
Hal tersebut disampaikannya seusai melakukan pengawasan dan pembinaan langsung ke PT Ekosistem Digital Nusantara yang berkantor di lantai tiga Mataram Mall dengan jumlah karyawan mencapai 2.300 orang.
Pengawasan itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan yang menyebutkan adanya indikasi karyawan tidak mendapatkan hak yang sesuai sebagai pekerja, seperti jam kerja selama enam hari dan sehari delapan jam, upah yang didapatkan di bawah upah minimum kota (UMK), serta indikasi perusahaan tidak membayar uang lembur.
Baca juga: Disnaker siapkan pelatihan tata boga sasar warga miskin di Mataram
Menyikapi hal itu, tim dari Disnaker Kota Mataram melalui Bidang Mediator Hubungan Industrial bersama tim pengawas dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Mataram turun langsung ke perusahaan tersebut.
Dari penjelasan yang disampaikan pihak perusahaan, katanya, karyawan yang digaji Rp1,5 juta per bulan atau di bawah UMK adalah karyawan yang baru masuk atau tahap "training" selama tiga bulan.
Kemudian tiga bulan berikutnya mereka masuk tahap percobaan akan mendapatkan gaji Rp1.950.000, dan setelah enam bulan barulah mereka bisa menerima gaji sesuai UMK atau sebesar Rp2,5 juta per bulan.
"Setelah enam bulan, barulah karyawan ini mendapatkan kontrak dari perusahaan dan digaji sesuai UMK," katanya.
Sedangkan terkait dengan lembur, katanya, pihak perusahaan mengaku tetap membayar uang lembur pekerja yang sudah dikontrak.
"Kalau masih tahap 'training' mestinya juga harus diberikan, tapi mereka beralasan karena belum ada kontrak," katanya.
Baca juga: Disnaker Mataram ajak warga manfaatkan kegiatan bursa kerja
Sementara terkait dengan jam kerja, Rudi mengatakan, untuk jam kerja sesuai aturan jika perusahaan itu menetapkan lima hari kerja maka dalam sehari karyawan bekerja selama delapan jam.
"Setelah itu harus dihitung lembur," katanya.
Dengan melihat masalah dalam perusahaan itu, lanjutnya, untuk saat ini pihaknya belum bisa menarik kesimpulan terhadap indikasi pelanggaran itu, karena harus melakukan kajian dan pengawasan lebih lanjut guna mengetahui kondisi riil di lapangan.
"Karena itu, kami sangat terbuka dan berharap ada partisipasi karyawan yang merasa dirugikan akibat hak-hak mereka tidak dibayarkan untuk melapor. Kami jamin identitas karyawan dirahasiakan," katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, tim pengawas juga memberikan catatan kepada pihak perusahaan terhadap fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Di antaranya, dengan memperbanyak fasilitas alat pemadam api ringan yang saat ini hanya empat unit sebagai langkah antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca juga: Disnaker buka pelatihan otomotif di Mataram guna atasi kemiskinan ekstrem
Selain itu, perusahaan juga diminta memperhatikan akses pintu keluar masuk, toilet, dan mushalla, agar dapat memadai dengan jumlah karyawan yang mencapai 2.300 orang.
Di samping itu, perusahaan tersebut juga diminta memperbaharui izin mereka melalui aplikasi OSS (online single submission) atau sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
"Catatan terakhir, perusahaan juga diminta agar semua pekerja agar terakomodasi BPJS Ketenagakerjaan," katanya.
Terhadap catatan-catatan itu, tambah Rudi, pihaknya akan terus melakukan pengawasan secara berkala sekali tiga bulan, untuk memastikan apakah catatan yang diberikan sudah dilaksanakan atau tidak.
Jika tidak, lanjutnya, pihaknya bisa memberikan rekomendasi ke tim pengawas provinsi agar perusahaan tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan. "Sanksi terberat adalah penutupan sementara hingga pencabutan izin operasional," katanya.
Baca juga: Ciptakan lapangan kerja, Disnaker Mataram buka pelatihan tata rias gratis
"Indikasi pelanggaran ketenagakerjaan yang kami awasi terutama terkait dengan jam kerja dan upah karyawan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Mataram H Rudi Suryawan di Mataram, Rabu.
Hal tersebut disampaikannya seusai melakukan pengawasan dan pembinaan langsung ke PT Ekosistem Digital Nusantara yang berkantor di lantai tiga Mataram Mall dengan jumlah karyawan mencapai 2.300 orang.
Pengawasan itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan yang menyebutkan adanya indikasi karyawan tidak mendapatkan hak yang sesuai sebagai pekerja, seperti jam kerja selama enam hari dan sehari delapan jam, upah yang didapatkan di bawah upah minimum kota (UMK), serta indikasi perusahaan tidak membayar uang lembur.
Baca juga: Disnaker siapkan pelatihan tata boga sasar warga miskin di Mataram
Menyikapi hal itu, tim dari Disnaker Kota Mataram melalui Bidang Mediator Hubungan Industrial bersama tim pengawas dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Mataram turun langsung ke perusahaan tersebut.
Dari penjelasan yang disampaikan pihak perusahaan, katanya, karyawan yang digaji Rp1,5 juta per bulan atau di bawah UMK adalah karyawan yang baru masuk atau tahap "training" selama tiga bulan.
Kemudian tiga bulan berikutnya mereka masuk tahap percobaan akan mendapatkan gaji Rp1.950.000, dan setelah enam bulan barulah mereka bisa menerima gaji sesuai UMK atau sebesar Rp2,5 juta per bulan.
"Setelah enam bulan, barulah karyawan ini mendapatkan kontrak dari perusahaan dan digaji sesuai UMK," katanya.
Sedangkan terkait dengan lembur, katanya, pihak perusahaan mengaku tetap membayar uang lembur pekerja yang sudah dikontrak.
"Kalau masih tahap 'training' mestinya juga harus diberikan, tapi mereka beralasan karena belum ada kontrak," katanya.
Baca juga: Disnaker Mataram ajak warga manfaatkan kegiatan bursa kerja
Sementara terkait dengan jam kerja, Rudi mengatakan, untuk jam kerja sesuai aturan jika perusahaan itu menetapkan lima hari kerja maka dalam sehari karyawan bekerja selama delapan jam.
"Setelah itu harus dihitung lembur," katanya.
Dengan melihat masalah dalam perusahaan itu, lanjutnya, untuk saat ini pihaknya belum bisa menarik kesimpulan terhadap indikasi pelanggaran itu, karena harus melakukan kajian dan pengawasan lebih lanjut guna mengetahui kondisi riil di lapangan.
"Karena itu, kami sangat terbuka dan berharap ada partisipasi karyawan yang merasa dirugikan akibat hak-hak mereka tidak dibayarkan untuk melapor. Kami jamin identitas karyawan dirahasiakan," katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, tim pengawas juga memberikan catatan kepada pihak perusahaan terhadap fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Di antaranya, dengan memperbanyak fasilitas alat pemadam api ringan yang saat ini hanya empat unit sebagai langkah antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca juga: Disnaker buka pelatihan otomotif di Mataram guna atasi kemiskinan ekstrem
Selain itu, perusahaan juga diminta memperhatikan akses pintu keluar masuk, toilet, dan mushalla, agar dapat memadai dengan jumlah karyawan yang mencapai 2.300 orang.
Di samping itu, perusahaan tersebut juga diminta memperbaharui izin mereka melalui aplikasi OSS (online single submission) atau sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
"Catatan terakhir, perusahaan juga diminta agar semua pekerja agar terakomodasi BPJS Ketenagakerjaan," katanya.
Terhadap catatan-catatan itu, tambah Rudi, pihaknya akan terus melakukan pengawasan secara berkala sekali tiga bulan, untuk memastikan apakah catatan yang diberikan sudah dilaksanakan atau tidak.
Jika tidak, lanjutnya, pihaknya bisa memberikan rekomendasi ke tim pengawas provinsi agar perusahaan tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan. "Sanksi terberat adalah penutupan sementara hingga pencabutan izin operasional," katanya.
Baca juga: Ciptakan lapangan kerja, Disnaker Mataram buka pelatihan tata rias gratis