Mataram (ANTARA) - Eks Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Kabupaten Lombok Timur Sentot Ismudiyanto Kuncoro mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan banding pada Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Kamis, membenarkan bahwa terdakwa Sentot mengajukan upaya hukum lanjutan ke Mahkamah Agung.
"Iya, benar. Terdakwa Sentot sudah menyatakan kasasi dan sudah juga menyerahkan memori kasasinya," kata Kelik.
Tindak lanjut penyerahan, Pengadilan Negeri Mataram kini sedang menyiapkan berkas untuk pemberitahuan kepada jaksa penuntut umum.
"Pengiriman pemberitahuan kasasi memang belum. Tetapi, masih ada waktu. Kami sedang siapkan," ujarnya.
Baca juga: Tok!! Mantan Kepala Pelabuhan Kayangan divonis 14 tahun penjara
Perihal alasan terdakwa mengajukan kasasi, Hijrat Priyatno sebagai penasihat hukum Sentot menyampaikan bahwa pihaknya telah mencantumkan dalam kelengkapan memori kasasi.
Menurut dia, ada beberapa kekeliruan dalam putusan tingkat pertama dan banding hingga kliennya mendapatkan hukuman pidana penjara yang tidak setimpal dengan fakta persidangan.
"Ada kekeliruan penerapan hukum, salah dalam penerapan hukum. Pak Sentot dihukum sangat tinggi sekali, sementara Pak Sentot ini menjalankan tugasnya sebagai kepala pelabuhan. Jadi, itu yang kita upaya hukum kasasinya. Putusan itu masih jauh dari rasa keadilan," kata Hijrat.
Baca juga: Mantan Kepala Pelabuhan Kayangan-NTB dituntut 16 tahun penjara
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi NTB dalam putusan banding perkara Nomor: 20/PID.TPK/2024/PT MTR tertanggal 31 Juli 2024, mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 4/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mtr tertanggal 10 Juni 2024.
Dalam putusan, hakim tingkat banding hanya mengubah pidana hukuman terdakwa Sentot dari 14 tahun menjadi 13 tahun penjara. Untuk pidana denda tetap sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan pengganti.
Baca juga: Syahbandar Pelabuhan Kayangan NTB mengakui surat pernyataan AMG jadi dasar penerbitan SPB
Hakim tingkat banding menerbitkan putusan demikian dengan tetap menyatakan terdakwa Sentot terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim turut menyatakan bahwa terdakwa Sentot sebagai syahbandar telah menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB) untuk pengapalan material tambang PT Anugrah Mitra Graha (AMG) yang belum mengantongi persetujuan rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI.
Perbuatan tersebut mengakibatkan muncul kerugian keuangan negara senilai Rp36,4 miliar dari hasil pengapalan material tambang PT AMG tanpa izin kementerian periode 2021-2022.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Kamis, membenarkan bahwa terdakwa Sentot mengajukan upaya hukum lanjutan ke Mahkamah Agung.
"Iya, benar. Terdakwa Sentot sudah menyatakan kasasi dan sudah juga menyerahkan memori kasasinya," kata Kelik.
Tindak lanjut penyerahan, Pengadilan Negeri Mataram kini sedang menyiapkan berkas untuk pemberitahuan kepada jaksa penuntut umum.
"Pengiriman pemberitahuan kasasi memang belum. Tetapi, masih ada waktu. Kami sedang siapkan," ujarnya.
Baca juga: Tok!! Mantan Kepala Pelabuhan Kayangan divonis 14 tahun penjara
Perihal alasan terdakwa mengajukan kasasi, Hijrat Priyatno sebagai penasihat hukum Sentot menyampaikan bahwa pihaknya telah mencantumkan dalam kelengkapan memori kasasi.
Menurut dia, ada beberapa kekeliruan dalam putusan tingkat pertama dan banding hingga kliennya mendapatkan hukuman pidana penjara yang tidak setimpal dengan fakta persidangan.
"Ada kekeliruan penerapan hukum, salah dalam penerapan hukum. Pak Sentot dihukum sangat tinggi sekali, sementara Pak Sentot ini menjalankan tugasnya sebagai kepala pelabuhan. Jadi, itu yang kita upaya hukum kasasinya. Putusan itu masih jauh dari rasa keadilan," kata Hijrat.
Baca juga: Mantan Kepala Pelabuhan Kayangan-NTB dituntut 16 tahun penjara
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi NTB dalam putusan banding perkara Nomor: 20/PID.TPK/2024/PT MTR tertanggal 31 Juli 2024, mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 4/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mtr tertanggal 10 Juni 2024.
Dalam putusan, hakim tingkat banding hanya mengubah pidana hukuman terdakwa Sentot dari 14 tahun menjadi 13 tahun penjara. Untuk pidana denda tetap sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan pengganti.
Baca juga: Syahbandar Pelabuhan Kayangan NTB mengakui surat pernyataan AMG jadi dasar penerbitan SPB
Hakim tingkat banding menerbitkan putusan demikian dengan tetap menyatakan terdakwa Sentot terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim turut menyatakan bahwa terdakwa Sentot sebagai syahbandar telah menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB) untuk pengapalan material tambang PT Anugrah Mitra Graha (AMG) yang belum mengantongi persetujuan rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI.
Perbuatan tersebut mengakibatkan muncul kerugian keuangan negara senilai Rp36,4 miliar dari hasil pengapalan material tambang PT AMG tanpa izin kementerian periode 2021-2022.