Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan pentingnya dukungan pemerintah terhadap pengembangan pertanian agar generasi muda (milenial) tertarik untuk bercocok tanam.
"Yang paling penting dukungan dari pemerintah kepada petani terutama mulai pada saat proses produksi, ketika petani membutuhkan dana dan sebagainya," kata Statistisi Madya Direktorat Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan BPS Muhammad Adnan di Jakarta, Senin.
Dukungan juga termasuk dalam hal akses terhadap kredit usaha, perbankan, sarana produksi, jaminan hasil pertanian mempunyai harga yang bagus. Hal-hal ini, sambung dia, dapat membuat petani merasa nyaman dalam kegiatan usahanya.
Selain itu, Pemerintah juga dinilai perlu mendukung dalam hal pemanfaatan teknologi pascapanen. Ini memungkinkan pangan tidak terbuang atau termanfaatkan seluruhnya.
"Jadi tidak hanya dari sisi hulu, tetapi dari sisi hilir, kemudian konsumen yang dituju nanti seperti apa. Kita termasuk penduduk yang sangat besar, yang harusnya konsumsinya cukup besar dan tidak ada pangan yang terbuang," kata Adnan.
Lebih lanjut, dia mengatakan, Pemerintah bisa saja mencontoh Inggris dalam mendorong minat generasi muda pada dunia pertanian. Caranya dengan membuat citra petani sebagai sosok dengan tubuh atletis dan penampilan mumpuni.
"Dibuat majalah-majalah yang terbitannya itu petani dengan postur tubuh bagus-bagus, atletis, cakep (tampan/ cantik) tapi mengelola pertanian. Itu mendongkrak jumlah petani yang ada. Jadi menghilangkan citra bahwa pertanian itu pekerjaan lumpur, pekerjaan yang kotor. Jadi sebenarnya itu salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah," jelas Adnan.
Data Sensus Pertanian 2023 menunjukkan jumlah petani milenial yakni berusia 19–39 tahun sebanyak 6.183.009 orang, atau sekitar 21,93 persen dari petani di Indonesia.
Merujuk BPS, data petani milenial dapat menjadi salah satu indikator tingkat regenerasi di sektor pertanian serta menunjukkan pemanfaatan teknologi digital yang diharapkan dapat menciptakan pertanian modern yang produktif dan berkelanjutan.
Adapun provinsi dengan petani milenial umur 19–39 tahun terbanyak di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur sebanyak 971.102 orang atau sekitar 15,71 persen dari keseluruhan petani milenial umur 19–39 tahun di Indonesia.
Baca juga: Masa depan pangan NTB di tangan para petani muda
Baca juga: Pemkab Lombok Utara tingkatkan inovasi para petani milenial
Lalu, provinsi dengan jumlah petani milenial umur 19–39 tahun terbanyak kedua dan ketiga adalah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa
Barat dengan masing-masing sebanyak 625.807 orang (10,12 persen) dan 543.044 orang (8,78 persen).
Sementara itu, di DKI Jakarta tercatat terdapat sebanyak 2.568 orang petani milenial, dan merupakan jumlah yang paling sedikit dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.
"Yang paling penting dukungan dari pemerintah kepada petani terutama mulai pada saat proses produksi, ketika petani membutuhkan dana dan sebagainya," kata Statistisi Madya Direktorat Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan BPS Muhammad Adnan di Jakarta, Senin.
Dukungan juga termasuk dalam hal akses terhadap kredit usaha, perbankan, sarana produksi, jaminan hasil pertanian mempunyai harga yang bagus. Hal-hal ini, sambung dia, dapat membuat petani merasa nyaman dalam kegiatan usahanya.
Selain itu, Pemerintah juga dinilai perlu mendukung dalam hal pemanfaatan teknologi pascapanen. Ini memungkinkan pangan tidak terbuang atau termanfaatkan seluruhnya.
"Jadi tidak hanya dari sisi hulu, tetapi dari sisi hilir, kemudian konsumen yang dituju nanti seperti apa. Kita termasuk penduduk yang sangat besar, yang harusnya konsumsinya cukup besar dan tidak ada pangan yang terbuang," kata Adnan.
Lebih lanjut, dia mengatakan, Pemerintah bisa saja mencontoh Inggris dalam mendorong minat generasi muda pada dunia pertanian. Caranya dengan membuat citra petani sebagai sosok dengan tubuh atletis dan penampilan mumpuni.
"Dibuat majalah-majalah yang terbitannya itu petani dengan postur tubuh bagus-bagus, atletis, cakep (tampan/ cantik) tapi mengelola pertanian. Itu mendongkrak jumlah petani yang ada. Jadi menghilangkan citra bahwa pertanian itu pekerjaan lumpur, pekerjaan yang kotor. Jadi sebenarnya itu salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah," jelas Adnan.
Data Sensus Pertanian 2023 menunjukkan jumlah petani milenial yakni berusia 19–39 tahun sebanyak 6.183.009 orang, atau sekitar 21,93 persen dari petani di Indonesia.
Merujuk BPS, data petani milenial dapat menjadi salah satu indikator tingkat regenerasi di sektor pertanian serta menunjukkan pemanfaatan teknologi digital yang diharapkan dapat menciptakan pertanian modern yang produktif dan berkelanjutan.
Adapun provinsi dengan petani milenial umur 19–39 tahun terbanyak di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur sebanyak 971.102 orang atau sekitar 15,71 persen dari keseluruhan petani milenial umur 19–39 tahun di Indonesia.
Baca juga: Masa depan pangan NTB di tangan para petani muda
Baca juga: Pemkab Lombok Utara tingkatkan inovasi para petani milenial
Lalu, provinsi dengan jumlah petani milenial umur 19–39 tahun terbanyak kedua dan ketiga adalah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa
Barat dengan masing-masing sebanyak 625.807 orang (10,12 persen) dan 543.044 orang (8,78 persen).
Sementara itu, di DKI Jakarta tercatat terdapat sebanyak 2.568 orang petani milenial, dan merupakan jumlah yang paling sedikit dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.