Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut bonus demografi ditentukan oleh pemberdayaan lanjut usia (lansia) sehingga bisa menjadi sumber daya manusia yang produktif dan tangguh.
“Bonus demografi yang kita peroleh saat ini harus dapat kita gunakan sebaik mungkin. Hal ini bertujuan agar saat besok sudah tua, bisa menjadi lansia yang tangguh,” kata Pelaksana Tugas Kepala BKKBN Sundoyo dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, BKKBN memiliki kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL) untuk membuat lansia mandiri dan sejahtera, di mana keluarga diberikan pemahaman mengenai pentingnya dalam mendampingi dan merawat lansia.
"Substansi ketahanan keluarga yakni bagaimana keluarga harus dipersiapkan untuk hidup bersama lansia, merawat, dan turut memberdayakannya, sehingga tidak perlu harus selalu ke rumah sakit untuk merawat lansia,” tuturnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), aspek ketenagakerjaan persentase lansia bekerja di Indonesia meningkat dari 47,9 persen di 2014 menjadi 59,9 persen di tahun 2023. Namun, persentase tersebut didominasi oleh lansia dengan pendidikan dan rata-rata penghasilan yang relatif rendah.
Menurutnya, untuk mencapai bonus demografi, diperlukan keluarga berkualitas dengan generasi yang tangguh dan berdaya saing tinggi serta bebas stunting. Untuk mencapai hal tersebut, BKKBN mempunyai sumber daya manusia hingga ke lini masyarakat, yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.
"BKKBN diuntungkan punya Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), punya Tim Pendamping Keluarga (TPK), punya kader KB juga yang semuanya berjumlah jutaan dan langsung menyasar ke masyarakat, dan harus bisa diberdayakan," paparnya.
Baca juga: Perlu kerja sama lintas sektor dalam tangani stunting
Ia juga menekankan, program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (bangga kencana) dan stunting saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
“Fokus menangani stunting harus kita mulai dari hilir, saat fase 1.000 hari pertama kehidupan, ibu hamil harus tercukupi nutrisinya agar bayi yang dilahirkan sesuai pertumbuhannya dan tidak terindikasi stunting,” ucapnya.
Untuk itu, menurutnya, peran TPK, kader KB, dan PLKB penting dalam mendampingi keluarga dan ibu hamil, serta memberikan informasi agar masyarakat tidak abai terhadap gizi yang diperlukan.
Baca juga: Forum Parlemen Asia membahas tantangan kependudukan Asia-Pasifik
“Karena stunting itu lebih mudah untuk dicegah daripada diobati. Masalah stunting bukan menjadi tanggung jawab BKKBN saja untuk menyelesaikannya, melainkan menjadi tanggung jawab semua. Butuh kerja sama dan sinergitas dengan lintas sektor untuk mengentaskan stunting,” kata dia.
Ia juga menyebutkan, selain BKL, BKKBN juga mempunyai program Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Remaja (BKR) untuk membentuk keluarga berkualitas.
BKB fokus bersinergi dengan posyandu, mengawasi pertumbuhan dan perkembangan balita, agar pada masa emas balita dapat berkembang dengan baik, sementara BKR menitikberatkan kepada bagaimana mendampingi remaja agar menjadi generasi yang tangguh dan berdaya saing dan memiliki gizi yang baik pula.
“Bonus demografi yang kita peroleh saat ini harus dapat kita gunakan sebaik mungkin. Hal ini bertujuan agar saat besok sudah tua, bisa menjadi lansia yang tangguh,” kata Pelaksana Tugas Kepala BKKBN Sundoyo dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, BKKBN memiliki kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL) untuk membuat lansia mandiri dan sejahtera, di mana keluarga diberikan pemahaman mengenai pentingnya dalam mendampingi dan merawat lansia.
"Substansi ketahanan keluarga yakni bagaimana keluarga harus dipersiapkan untuk hidup bersama lansia, merawat, dan turut memberdayakannya, sehingga tidak perlu harus selalu ke rumah sakit untuk merawat lansia,” tuturnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), aspek ketenagakerjaan persentase lansia bekerja di Indonesia meningkat dari 47,9 persen di 2014 menjadi 59,9 persen di tahun 2023. Namun, persentase tersebut didominasi oleh lansia dengan pendidikan dan rata-rata penghasilan yang relatif rendah.
Menurutnya, untuk mencapai bonus demografi, diperlukan keluarga berkualitas dengan generasi yang tangguh dan berdaya saing tinggi serta bebas stunting. Untuk mencapai hal tersebut, BKKBN mempunyai sumber daya manusia hingga ke lini masyarakat, yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.
"BKKBN diuntungkan punya Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), punya Tim Pendamping Keluarga (TPK), punya kader KB juga yang semuanya berjumlah jutaan dan langsung menyasar ke masyarakat, dan harus bisa diberdayakan," paparnya.
Baca juga: Perlu kerja sama lintas sektor dalam tangani stunting
Ia juga menekankan, program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (bangga kencana) dan stunting saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
“Fokus menangani stunting harus kita mulai dari hilir, saat fase 1.000 hari pertama kehidupan, ibu hamil harus tercukupi nutrisinya agar bayi yang dilahirkan sesuai pertumbuhannya dan tidak terindikasi stunting,” ucapnya.
Untuk itu, menurutnya, peran TPK, kader KB, dan PLKB penting dalam mendampingi keluarga dan ibu hamil, serta memberikan informasi agar masyarakat tidak abai terhadap gizi yang diperlukan.
Baca juga: Forum Parlemen Asia membahas tantangan kependudukan Asia-Pasifik
“Karena stunting itu lebih mudah untuk dicegah daripada diobati. Masalah stunting bukan menjadi tanggung jawab BKKBN saja untuk menyelesaikannya, melainkan menjadi tanggung jawab semua. Butuh kerja sama dan sinergitas dengan lintas sektor untuk mengentaskan stunting,” kata dia.
Ia juga menyebutkan, selain BKL, BKKBN juga mempunyai program Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Remaja (BKR) untuk membentuk keluarga berkualitas.
BKB fokus bersinergi dengan posyandu, mengawasi pertumbuhan dan perkembangan balita, agar pada masa emas balita dapat berkembang dengan baik, sementara BKR menitikberatkan kepada bagaimana mendampingi remaja agar menjadi generasi yang tangguh dan berdaya saing dan memiliki gizi yang baik pula.