Mataram (ANTARA) - Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat, M Aminurlah, mengingatkan Assisten III Setda Pemerintah Provinsi yang juga merangkap sebagai Pelaksana Inspektorat NTB, Wirawan Ahmad agar tidak memanfaatkan KPK untuk menekan lembaga dewan.
"WhatsApp nya beliau diteruskan oleh Korsub KPK RI ke saya yang mengatakan anggota dewan baru ngotot untuk mendapatkan pokir di APBD 2025. Kita ini belum ada niat seperti itu lalu kenapa beliau mengatakan hal seperti itu ke Korsub KPK?. Jangan suruh KPK untuk menekan dewan. Ini nggak benar beliau ini, perlu diaudit kekayaannya jangan seperti itu sikapnya," ujarnya pada wartawan di Mataram, Rabu.
Baca juga: KPK ingatkan pimpinan dan anggota DPRD NTB jangan main-main dengan pokir
Mantan Pimpinan DPRD Kabupaten Bima ini menilai penyusunan APBD 2025 tidak berpedoman pada UU dan Permendagri tentang penyusunan APBD.
"Mestinya dia harus berikan pemahaman itu. Inikan sikapnya sudah 'offside' dan Pj Gubernur NTB harus mengevaluasi keberadaan beliau ini," kata Aminurlah.
Baca juga: KPK temukan banyak indikasi pelanggaran tata kelola SDA di NTB
Pembahasan APBD tahun 2025 ditengarai-nya tidak mengikuti alur yang ditetapkan oleh Undang-undang (UU) khususnya UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada pasal 20 UU 17/2003 disebutkan pembahasan APBD dilakukan pada minggu pertama Oktober.
Berdasarkan UU 23 penyusunan APBD itu harus berpedoman pada Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD serta Permenkeu yang mengatur terkait sejumlah alokasi dana yang diperuntukkan untuk NTB seperti DAU, DAK, DBH serta penyesuaian dengan program Presiden terpilih.
"Nampak sekali pembahasannya dipaksakan dan harus selesai pada Agustus kemarin," tegasnya.
Menurut Anggota DPRD NTB dari Daerah Pemilihan VI Bima, Kota Bima dan Dompu ini pembahasan APBD 2025 tidak mempedomani ketentuan UU, Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD dan Permenkeu karena saat itu baik Permendagri maupun Permenkeu-nya belum terbit.
"Tentu saja dampaknya pada aspek kualitas APBD. Selain itu berdampak juga pada molor-nya evaluasi yang dilakukan Kemendagri yang seharusnya dapat dilakukan 15 hari, tapi evaluasi dilakukan hingga sebulan karena Kemendagri juga menunggu terbitnya Permendagri. Harusnya saat pembahasannya juga harus menunggu terbitnya Permendagri itu. Saya dapat info Senin sore kemarin baru Kemendagri mulai melakukan evaluasi," ungkap pria yang akrab disapa Maman ini.
Baca juga: KPK atensi tunggakan pajak MXGP Samota 2022 di Sumbawa Rp407 juta
Pelaksanaan evaluasi APBD 2025 yang dilakukan oleh Kemendagri semestinya juga harus dihadiri baik oleh TAPD maupun Banggar DPRD. Namun pimpinan dewan tidak hadir dalam evaluasi itu karena mengikuti acara lain.
Dalam ketentuan yang ada, 7 hari pasca dilakukannya evaluasi oleh Kemendagri, baik TAPD maupun Banggar akan melakukan penyempurnaan kembali terhadap APBD yang dievaluasi termasuk menyesuaikan postur anggaran sesuai dengan alokasi dana berdasarkan Permenkeu.
"Nah saran saya penyempurnaan itu sebaiknya harus di paripurna-kan biar lebih transparan dan akuntabel," saran Maman.
Ia juga mengaku sudah bertanya kepada Bappeda, bahwa total usulan anggaran yang masuk saat sekarang baik dari pokir maupun usulan program mencapai angka Rp7 triliun.
"Nah kewajiban kita saat ini mendorong bagaimana pokir bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan terlepas itu pokir dan programnya siapa. Terus kita nanti mau mengawasi apa kalau kita tidak beritahu soal itu semua," katanya.
Sebelumnya KPK mengingatkan pimpinan dan anggota DPRD serta Pemprov NTB untuk tidak main-main dengan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) dalam perencanaan dan penganggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Cukup sudah main-main dengan pokir," pesan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria usai sosialisasi anti korupsi untuk legislatif, eksekutif dan masyarakat di Ruang Rapat Paripurna DPRD NTB di Mataram, Senin (8/10).
KPK kata Dian Patria, menemukan di antara pokir anggota DPRD yang tidak tepat sasaran. Contoh, ada pokir semestinya di daerah pemilihan (dapil) di Pulau Lombok, namun di tempatkan di Pulau Sumbawa. Selain itu, dalam penyusunan APBD antara legislatif dan eksekutif tidak boleh saling sandera.
"Kalau tidak kasih pokir APBD kemudian tidak di sahkan," katanya.
"WhatsApp nya beliau diteruskan oleh Korsub KPK RI ke saya yang mengatakan anggota dewan baru ngotot untuk mendapatkan pokir di APBD 2025. Kita ini belum ada niat seperti itu lalu kenapa beliau mengatakan hal seperti itu ke Korsub KPK?. Jangan suruh KPK untuk menekan dewan. Ini nggak benar beliau ini, perlu diaudit kekayaannya jangan seperti itu sikapnya," ujarnya pada wartawan di Mataram, Rabu.
Baca juga: KPK ingatkan pimpinan dan anggota DPRD NTB jangan main-main dengan pokir
Mantan Pimpinan DPRD Kabupaten Bima ini menilai penyusunan APBD 2025 tidak berpedoman pada UU dan Permendagri tentang penyusunan APBD.
"Mestinya dia harus berikan pemahaman itu. Inikan sikapnya sudah 'offside' dan Pj Gubernur NTB harus mengevaluasi keberadaan beliau ini," kata Aminurlah.
Baca juga: KPK temukan banyak indikasi pelanggaran tata kelola SDA di NTB
Pembahasan APBD tahun 2025 ditengarai-nya tidak mengikuti alur yang ditetapkan oleh Undang-undang (UU) khususnya UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada pasal 20 UU 17/2003 disebutkan pembahasan APBD dilakukan pada minggu pertama Oktober.
Berdasarkan UU 23 penyusunan APBD itu harus berpedoman pada Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD serta Permenkeu yang mengatur terkait sejumlah alokasi dana yang diperuntukkan untuk NTB seperti DAU, DAK, DBH serta penyesuaian dengan program Presiden terpilih.
"Nampak sekali pembahasannya dipaksakan dan harus selesai pada Agustus kemarin," tegasnya.
Menurut Anggota DPRD NTB dari Daerah Pemilihan VI Bima, Kota Bima dan Dompu ini pembahasan APBD 2025 tidak mempedomani ketentuan UU, Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD dan Permenkeu karena saat itu baik Permendagri maupun Permenkeu-nya belum terbit.
"Tentu saja dampaknya pada aspek kualitas APBD. Selain itu berdampak juga pada molor-nya evaluasi yang dilakukan Kemendagri yang seharusnya dapat dilakukan 15 hari, tapi evaluasi dilakukan hingga sebulan karena Kemendagri juga menunggu terbitnya Permendagri. Harusnya saat pembahasannya juga harus menunggu terbitnya Permendagri itu. Saya dapat info Senin sore kemarin baru Kemendagri mulai melakukan evaluasi," ungkap pria yang akrab disapa Maman ini.
Baca juga: KPK atensi tunggakan pajak MXGP Samota 2022 di Sumbawa Rp407 juta
Pelaksanaan evaluasi APBD 2025 yang dilakukan oleh Kemendagri semestinya juga harus dihadiri baik oleh TAPD maupun Banggar DPRD. Namun pimpinan dewan tidak hadir dalam evaluasi itu karena mengikuti acara lain.
Dalam ketentuan yang ada, 7 hari pasca dilakukannya evaluasi oleh Kemendagri, baik TAPD maupun Banggar akan melakukan penyempurnaan kembali terhadap APBD yang dievaluasi termasuk menyesuaikan postur anggaran sesuai dengan alokasi dana berdasarkan Permenkeu.
"Nah saran saya penyempurnaan itu sebaiknya harus di paripurna-kan biar lebih transparan dan akuntabel," saran Maman.
Ia juga mengaku sudah bertanya kepada Bappeda, bahwa total usulan anggaran yang masuk saat sekarang baik dari pokir maupun usulan program mencapai angka Rp7 triliun.
"Nah kewajiban kita saat ini mendorong bagaimana pokir bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan terlepas itu pokir dan programnya siapa. Terus kita nanti mau mengawasi apa kalau kita tidak beritahu soal itu semua," katanya.
Sebelumnya KPK mengingatkan pimpinan dan anggota DPRD serta Pemprov NTB untuk tidak main-main dengan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) dalam perencanaan dan penganggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Cukup sudah main-main dengan pokir," pesan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria usai sosialisasi anti korupsi untuk legislatif, eksekutif dan masyarakat di Ruang Rapat Paripurna DPRD NTB di Mataram, Senin (8/10).
KPK kata Dian Patria, menemukan di antara pokir anggota DPRD yang tidak tepat sasaran. Contoh, ada pokir semestinya di daerah pemilihan (dapil) di Pulau Lombok, namun di tempatkan di Pulau Sumbawa. Selain itu, dalam penyusunan APBD antara legislatif dan eksekutif tidak boleh saling sandera.
"Kalau tidak kasih pokir APBD kemudian tidak di sahkan," katanya.