Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menemukan sebanyak 1.280 kasus tuberkulosis (TBC) di Kota Mataram dari target 1.601 kasus.

"Data temuan kasus TBC itu tercatat pada Januari-Agustus 2024," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram dr H Emirald Isfihan, di Mataram, Kamis.

Data Dinkes Kota Mataram mencatat, jumlah temuan kasus tersebut masih di bawah temuan kasus tahun 2023 sebanyak 1.974 orang dari target 2.414 orang, dengan keberhasilan pengobatan (succses rate) mencapai 90 persen.

Baca juga: Dinkes Mataram siapkan tim yustisi penanggulangan TBC

Menurut dia, sebanyak 1.280 temuan kasus TBC itu merupakan angka secara keseluruhan berdasarkan laporan fasilitas kesehatan (faskes) di Kota Mataram.

Temuan kasus TBC dari sejumlah fasilitas kesehatan itu di antaranya berasal dari 11 puskesmas serta 16 rumah sakit, klinik, dan fasilitas kesehatan lainnya yang ada di Kota Mataram.

"Dari data temuan 1.280 kasus itu, belum bisa kami pilah khusus untuk warga Kota Mataram karena laporan sesuai faskes," katanya.

Baca juga: Perlu dibentuk tim yustisi P2 TBC di Mataram

Menurut dia, setelah ada temuan kasus di fasilitas kesehatan, pasien akan diberikan penanganan lebih lanjut dan disarankan untuk melakukan pengobatan di masing-masing puskesmas terdekat dari tempat tinggal.

"Sebelas puskesmas di Kota Mataram saat ini sudah memiliki tim khusus yang fokus melakukan penanganan, penanggulangan, dan pencegahan kasus TBC sebagai upaya percepatan mencapai target eliminasi TBC tahun 2030 sesuai target nasional," katanya.

Di puskesmas, pasien TBC akan mendapatkan pengobatan secara rutin tanpa putus dan pendampingan selama enam bulan secara gratis.

"Kecuali jika temuan kasus terjadi pada pasien dalam kondisi gawat darurat atau sudah TBC akut, maka pasien akan kami rujuk ke rumah sakit," katanya.

Baca juga: Inspirasi NTB dan Pemkot Mataram berkolaborasi eliminasi TBC pada 2030

Ia mengatakan, kendala yang sering dihadapi di lapangan dalam proses pengobatan pasien TBC adalah pengobatan tidak tuntas, umpan balik, stigma malu berobat, dan perlu edukasi masyarakat bahwa pengobatan TBC semua gratis.

"Selama ini banyak yang mengira bahwa berobat TBC itu berbayar, padahal semua layanan kesehatan untuk TBC gratis," katanya.

Menjawab pertanyaan apakah pasien TBC harus diisolasi, Emirald mengatakan, selama penderita TBC menerapkan etika proteksi terhadap orang lain, penderita TBC tidak harus diisolasi.

Proteksi terhadap orang lain yang dimaksudkan seperti menggunakan masker, menjaga etika batuk, tidak kontak langsung dengan orang lain, rajin cuci tangan, dan lainnya.

"Namun, jika kondisi pasien memburuk harus dibawa ke rumah sakit untuk diisolasi," katanya.

 

Pewarta : Nirkomala
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024