Kupang (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) melibatkan pemuka agama yaitu para pendeta di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk dapat terlibat aktif meliterasi jemaat-nya terkhusus generasi muda untuk berinternet bijak sehingga konektivitas digital yang dihadirkan dapat digunakan secara positif.
Langkah tersebut dinilai menjadi cara yang tepat karena para pemuka agama tersebut memiliki pertemuan yang rutin dengan para jemaat-nya dan kerap dijadikan panutan untuk berbagai aktivitas.
"Yang paling banyak bertemu dengan generasi muda selain orang tua adalah para tokoh agama. Karena itu di sini kami berharap sekali kepada para pendeta, ibu-ibu yang hadir mewakili gereja-gereja dari berbagai gereja di NTT ini, tolong sampaikan kepada jemaat-nya bahwa ini (internet) kita gunakan untuk sebaik-baiknya manfaat," kata Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid di Kupang, Rabu (30/10).
Pemberian literasi digital untuk generasi muda di NTT penting mengingat banyaknya ancaman dampak negatif di ruang digital khususnya yang terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau dikenal juga sebagai human trafficking.
Data Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemrov NTT) menunjukkan terdapat 185 orang yang telah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada 2023.
Jumlah itu terdiri dari 39 perempuan, dan untuk laki-laki sebanyak 146. Dengan rincian untuk kategori laki-laki terbagi lagi dengan total 20 orang anak-anak dan 126 orang dewasa.
Baca juga: ASN yang pindah ke IKN diutamakan kuasai literasi digital
Sementara itu BP3MI NTT sejak 2017-2022 mencatat dari total 2.689 kasus pekerja migran NTT, hanya 120 pekerja migran atau 4,46 persen yang berproses dan bekerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Meutya mengatakan, salah satu medium yang seringkali menjadi celah terjadinya TPPO dari NTT ialah dari pengguna internet yang tidak mendapatkan literasi dengan baik untuk membedakan mana konten positif dan konten negatif.
"Ada yang mencari tenaga kerja dengan cara tidak legal di internet, kemudian banyak anak-anak kita yang tergoda, tidak tahu membedakan mana yang benar, mana yang hoaks di situ, sehingga akhirnya tertipu, masuk ke human trafficking, itu kita sedih sekali mendengarnya," kata Meutya.
Baca juga: Optimalisasi pemasaran digital bagi pelaku UMKM
Oleh karena itu, literasi digital perlu diberikan pada generasi muda salah satunya melalui para tokoh agama yang biasanya memiliki pengaruh dan kerap diteladani sikapnya oleh para jemaat-nya.
Agar dapat mendukung literasi digital berjalan lancar, maka Meutya pun menyatakan komitmennya bahwa tempat-tempat ibadah termasuk gereja-gereja di NTT juga akan mendapatkan dukungan layanan konektivitas gratis.
"Kita prioritaskan karena kita mau kasih tugas bapak ibu semua (para pendeta). Karena kita prioritaskan, kami minta tolong juga supaya bagaimana pemanfaatan-nya tolong dikawal. Jadi kurang lebih prinsipnya seperti itu," tuturnya.
Langkah tersebut dinilai menjadi cara yang tepat karena para pemuka agama tersebut memiliki pertemuan yang rutin dengan para jemaat-nya dan kerap dijadikan panutan untuk berbagai aktivitas.
"Yang paling banyak bertemu dengan generasi muda selain orang tua adalah para tokoh agama. Karena itu di sini kami berharap sekali kepada para pendeta, ibu-ibu yang hadir mewakili gereja-gereja dari berbagai gereja di NTT ini, tolong sampaikan kepada jemaat-nya bahwa ini (internet) kita gunakan untuk sebaik-baiknya manfaat," kata Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid di Kupang, Rabu (30/10).
Pemberian literasi digital untuk generasi muda di NTT penting mengingat banyaknya ancaman dampak negatif di ruang digital khususnya yang terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau dikenal juga sebagai human trafficking.
Data Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemrov NTT) menunjukkan terdapat 185 orang yang telah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada 2023.
Jumlah itu terdiri dari 39 perempuan, dan untuk laki-laki sebanyak 146. Dengan rincian untuk kategori laki-laki terbagi lagi dengan total 20 orang anak-anak dan 126 orang dewasa.
Baca juga: ASN yang pindah ke IKN diutamakan kuasai literasi digital
Sementara itu BP3MI NTT sejak 2017-2022 mencatat dari total 2.689 kasus pekerja migran NTT, hanya 120 pekerja migran atau 4,46 persen yang berproses dan bekerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Meutya mengatakan, salah satu medium yang seringkali menjadi celah terjadinya TPPO dari NTT ialah dari pengguna internet yang tidak mendapatkan literasi dengan baik untuk membedakan mana konten positif dan konten negatif.
"Ada yang mencari tenaga kerja dengan cara tidak legal di internet, kemudian banyak anak-anak kita yang tergoda, tidak tahu membedakan mana yang benar, mana yang hoaks di situ, sehingga akhirnya tertipu, masuk ke human trafficking, itu kita sedih sekali mendengarnya," kata Meutya.
Baca juga: Optimalisasi pemasaran digital bagi pelaku UMKM
Oleh karena itu, literasi digital perlu diberikan pada generasi muda salah satunya melalui para tokoh agama yang biasanya memiliki pengaruh dan kerap diteladani sikapnya oleh para jemaat-nya.
Agar dapat mendukung literasi digital berjalan lancar, maka Meutya pun menyatakan komitmennya bahwa tempat-tempat ibadah termasuk gereja-gereja di NTT juga akan mendapatkan dukungan layanan konektivitas gratis.
"Kita prioritaskan karena kita mau kasih tugas bapak ibu semua (para pendeta). Karena kita prioritaskan, kami minta tolong juga supaya bagaimana pemanfaatan-nya tolong dikawal. Jadi kurang lebih prinsipnya seperti itu," tuturnya.