Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan menggandeng PPATK untuk mendalami transaksi aset milik Zarof Ricar (ZR), tersangka dugaan pemufakatan jahat suap kasasi Ronald Tannur.
“Kami sudah minta ke PPATK terkait dengan transaksi-transaksi yang bersangkutan, tapi kan tidak bisa langsung diberi. Kita harus tunggu dulu. Kami sudah minta,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Jakarta, Senin (4/11) malam.
Selain menggandeng PPATK, lanjut dia, Kejagung juga meminta bantuan beberapa bank agar bisa mengetahui simpanan para tersangka yang terlibat dalam kasus ini.
“Kami yang ada di bawah Kasubdit Penelusuran Aset yang ada di Jampidsus, sudah melakukan penelusuran aset-aset mereka. Semua kami lakukan secara maksimal,” ucapnya.
Diketahui, dalam penggeledahan yang dilakukan di kediaman pribadi Zarof Ricar di kawasan Senayan, Jakarta, penyidik menemukan uang tunai dari berbagai jenis mata uang senilai Rp920 miliar.
Terkait progres pendalaman asal uang miliaran tersebut, Qohar menyatakan bahwa saat ini penyidik masih menanyakan hal tersebut kepada Zarof Ricar.
“Uang Rp920 miliar ini penyidik tanyakan dan (masih berjalan) sampai saat ini karena duitnya banyak sekali. Masih belum selesai. Sabar. Orang namanya sudah terlalu lama, terlalu banyak, jadi perlu mengingat-ingat kembali,” ujarnya.
Diketahui, Zarof Ricar (ZR) yang merupakan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Jumat (25/10) atas dugaan pemufakatan jahat dengan menjadi makelar untuk putusan kasasi Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Dirdik Abdul Qohar menjelaskan bahwa dugaan pemufakatan jahat berupa suap atau gratifikasi itu dilakukan Zarof dengan LR, pengacara Ronald Tannur.
Baca juga: Berkas kasus korupsi dana BLT di Lombok Timur dinyatakan lengkap
"LR meminta ZR agar ZR mengupayakan hakim agung pada Mahkamah Agung tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam keputusan kasasinya," ujar Qohar.
LR menjanjikan uang sebesar Rp5 miliar untuk tiga hakim agung yang berinisial S, A, dan S, sedangkan Zarof dijanjikan upah sebesar Rp1 miliar atas jasanya. Akan tetapi, kata Qohar, uang tersebut belum diberikan oleh Zarof kepada tiga hakim tersebut.
"ZR menurut keterangannya memang pernah menemui seorang hakim, tapi yang pasti, ini tidak ada kaitannya dengan putusan. Apakah betul ketemu atau tidak, ini sedang kami dalami," ucapnya.
Baca juga: Polisi pastikan pemeriksaan saksi korupsi alat berat PUPR NTB masih berjalan
Selain itu, dalam penggeledahan di rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta, penyidik menemukan uang tunai dari berbagai mata uang yang totalnya senilai Rp920 miliar dan logam emas Antam seberat 51 kilogram.
Qohar mengatakan, uang tersebut sebagian besar didapatkan Zarof ketika menjadi makelar kasus di Mahkamah Agung sejak 2012 hingga 2022. Adapun saat ini, Zarof tengah ditahan di Rutan Kejagung sejak 25 Oktober 2024.
“Kami sudah minta ke PPATK terkait dengan transaksi-transaksi yang bersangkutan, tapi kan tidak bisa langsung diberi. Kita harus tunggu dulu. Kami sudah minta,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Jakarta, Senin (4/11) malam.
Selain menggandeng PPATK, lanjut dia, Kejagung juga meminta bantuan beberapa bank agar bisa mengetahui simpanan para tersangka yang terlibat dalam kasus ini.
“Kami yang ada di bawah Kasubdit Penelusuran Aset yang ada di Jampidsus, sudah melakukan penelusuran aset-aset mereka. Semua kami lakukan secara maksimal,” ucapnya.
Diketahui, dalam penggeledahan yang dilakukan di kediaman pribadi Zarof Ricar di kawasan Senayan, Jakarta, penyidik menemukan uang tunai dari berbagai jenis mata uang senilai Rp920 miliar.
Terkait progres pendalaman asal uang miliaran tersebut, Qohar menyatakan bahwa saat ini penyidik masih menanyakan hal tersebut kepada Zarof Ricar.
“Uang Rp920 miliar ini penyidik tanyakan dan (masih berjalan) sampai saat ini karena duitnya banyak sekali. Masih belum selesai. Sabar. Orang namanya sudah terlalu lama, terlalu banyak, jadi perlu mengingat-ingat kembali,” ujarnya.
Diketahui, Zarof Ricar (ZR) yang merupakan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Jumat (25/10) atas dugaan pemufakatan jahat dengan menjadi makelar untuk putusan kasasi Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Dirdik Abdul Qohar menjelaskan bahwa dugaan pemufakatan jahat berupa suap atau gratifikasi itu dilakukan Zarof dengan LR, pengacara Ronald Tannur.
Baca juga: Berkas kasus korupsi dana BLT di Lombok Timur dinyatakan lengkap
"LR meminta ZR agar ZR mengupayakan hakim agung pada Mahkamah Agung tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam keputusan kasasinya," ujar Qohar.
LR menjanjikan uang sebesar Rp5 miliar untuk tiga hakim agung yang berinisial S, A, dan S, sedangkan Zarof dijanjikan upah sebesar Rp1 miliar atas jasanya. Akan tetapi, kata Qohar, uang tersebut belum diberikan oleh Zarof kepada tiga hakim tersebut.
"ZR menurut keterangannya memang pernah menemui seorang hakim, tapi yang pasti, ini tidak ada kaitannya dengan putusan. Apakah betul ketemu atau tidak, ini sedang kami dalami," ucapnya.
Baca juga: Polisi pastikan pemeriksaan saksi korupsi alat berat PUPR NTB masih berjalan
Selain itu, dalam penggeledahan di rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta, penyidik menemukan uang tunai dari berbagai mata uang yang totalnya senilai Rp920 miliar dan logam emas Antam seberat 51 kilogram.
Qohar mengatakan, uang tersebut sebagian besar didapatkan Zarof ketika menjadi makelar kasus di Mahkamah Agung sejak 2012 hingga 2022. Adapun saat ini, Zarof tengah ditahan di Rutan Kejagung sejak 25 Oktober 2024.