Mataram (ANTARA) - Tim kuasa hukum DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat memilih menunggu langkah hukum dari pihak penggugat setelah Pengadilan Negeri (PN) Mataram menolak gugatan Rp105 miliar yang dilayangkan aktivis sekaligus Direktur Lombok Global Institute (Logis) Muhammad Fihiruddin terhadap lembaga legislatif tersebut.
"Pada dasarnya kami menunggu upaya hukum dari penggugat, misalkan banding dan seterusnya," kata kuasa hukum tergugat DPRD NTB dari Kantor Internasional Lawyer, Muhammad Imam Zarkasi di Mataram, Minggu.
Ia mengatakan bahwa klien mereka dalam hal ini DPRD NTB tidak pernah sedikit pun dendam terhadap penggugat Muhammad Fihiruddin.
"Dalam konteks apa pun itu, klien kami memaafkan pada dasarnya," ujarnya.
Zarkasi menambahkan pasca-putusan PN Mataram, pihaknya berharap penggugat tidak mengeluarkan narasi yang tidak baik terhadap DPRD, utamanya Ketua DPRD NTB Baiq Usvie Rupaeda.
"Jadi kami sangat menghormati jika penggugat menggunakan haknya yang di atur dalam ketentuan perundang undangan, dari pada harus membuat narasi yang tidak baik, karena bisa menjurus ke fitnah," katanya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Sidang Perkara Nomor 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr, antara Direktur Lombok Global Institute (LOGIS) M Fihiruddin melawan Pimpinan DPRD NTB ditolak, Jumat (15/11).
Perkara yang lebih akrab disebut dengan perkara Rp105 miliar tersebut dianggap tidak terbukti, sehingga majelis hakim menolak semua gugatan yang dilayangkan Tim PH M Fihiruddin.
Sebelumnya, putusan perkara ini harusnya dibacakan pada tanggal 16 Oktober 2024, kemudian ditunda ke tanggal 30 Oktober, dan terakhir ditunda lagi ke 15 November 2024.
"Dalam Provisi menolak tuntutan Provisi Penggugat. Dalam Eksepsi menolak eksepsi dari para tergugat. Turut tergugat I dan turut tergugat Il untuk seluruhnya," bunyi putusan hakim dikutip dari e-Court dalam perkara Nomor 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr.
Kemudian dalam pokok perkara tersebut menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara ini secara sejumlah Rp689 ribu.
Atas putusan tersebut, Ketua Tim PH Fihirudin, Muhammad Ihwan MH, mewakili seluruh Tim Pengacara Pembela Rakyat (TPPR) menduga bahwa putusan Majelis Hakim PN Mataram sarat kepentingan. Bahkan kuat diduga Majelis Hakim sudah "masuk angin" atas putusan yang sudah dikeluarkan.
"Ada rentang waktu sebulan lebih dari jadwal awal. Waktu yang tidak masuk akal, sehingga Majelis Hakim tidak mampu membuat atau mengetik sebuah keputusan," kata Iwan Slank sapaannya.
Dalam persidangan kata Iwan Slank, pihaknya sudah menghadirkan saksi-saksi dan bukti yang sangat kuat. Selain itu, saudara Fihiruddin juga sudah ditahan dan mengalami kerugian yang amat besar.
"Jadi aneh ketika Majelis Hakim menolak tuntutan kami, ini sangat aneh dan tidak wajar," tegas Iwan Slank.
Dalam persidangan lanjut Iwan Slank, Tim PH juga sudah mengajukan bukti bahwa benar ada putusan yang telah membebaskan saudara Fihiruddin dari dakwaan pidana. Kemudian setelah ditahan atas peristiwa yang didakwakan kepadanya, Fihiruddin sudah diproses hukum, tetapi keputusan hukum justru mengatakan bahwa dia tidak bersalah.
"Saat persidangan juga, dari pihak tergugat tidak ada mengajukan saksi satupun dan tidak ada mengajukan bukti surat selain percakapan-percakapan WhatsApp yang dijadikan alat bukti. Makanya bagi kami, putusan ini sangat aneh dan janggal. Ketika satu pihak telah membuktikan secara sempurna, dalil-dalil gugatan-nya juga sangat kuat kemudian ditolak," sesalnya.
Atas putusan ini pula, pihaknya bakal selain mengajukan banding dan juga melaporkan perilaku Majelis Hakim PN Mataram ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) atas dugaan cawe-cawe dalam perkara ini.
"Putusan ini bagi kami bukan hanya tidak adil, tapi juga tidak masuk akal dan tidak logis," katanya.
"Pada dasarnya kami menunggu upaya hukum dari penggugat, misalkan banding dan seterusnya," kata kuasa hukum tergugat DPRD NTB dari Kantor Internasional Lawyer, Muhammad Imam Zarkasi di Mataram, Minggu.
Ia mengatakan bahwa klien mereka dalam hal ini DPRD NTB tidak pernah sedikit pun dendam terhadap penggugat Muhammad Fihiruddin.
"Dalam konteks apa pun itu, klien kami memaafkan pada dasarnya," ujarnya.
Zarkasi menambahkan pasca-putusan PN Mataram, pihaknya berharap penggugat tidak mengeluarkan narasi yang tidak baik terhadap DPRD, utamanya Ketua DPRD NTB Baiq Usvie Rupaeda.
"Jadi kami sangat menghormati jika penggugat menggunakan haknya yang di atur dalam ketentuan perundang undangan, dari pada harus membuat narasi yang tidak baik, karena bisa menjurus ke fitnah," katanya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Sidang Perkara Nomor 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr, antara Direktur Lombok Global Institute (LOGIS) M Fihiruddin melawan Pimpinan DPRD NTB ditolak, Jumat (15/11).
Perkara yang lebih akrab disebut dengan perkara Rp105 miliar tersebut dianggap tidak terbukti, sehingga majelis hakim menolak semua gugatan yang dilayangkan Tim PH M Fihiruddin.
Sebelumnya, putusan perkara ini harusnya dibacakan pada tanggal 16 Oktober 2024, kemudian ditunda ke tanggal 30 Oktober, dan terakhir ditunda lagi ke 15 November 2024.
"Dalam Provisi menolak tuntutan Provisi Penggugat. Dalam Eksepsi menolak eksepsi dari para tergugat. Turut tergugat I dan turut tergugat Il untuk seluruhnya," bunyi putusan hakim dikutip dari e-Court dalam perkara Nomor 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr.
Kemudian dalam pokok perkara tersebut menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara ini secara sejumlah Rp689 ribu.
Atas putusan tersebut, Ketua Tim PH Fihirudin, Muhammad Ihwan MH, mewakili seluruh Tim Pengacara Pembela Rakyat (TPPR) menduga bahwa putusan Majelis Hakim PN Mataram sarat kepentingan. Bahkan kuat diduga Majelis Hakim sudah "masuk angin" atas putusan yang sudah dikeluarkan.
"Ada rentang waktu sebulan lebih dari jadwal awal. Waktu yang tidak masuk akal, sehingga Majelis Hakim tidak mampu membuat atau mengetik sebuah keputusan," kata Iwan Slank sapaannya.
Dalam persidangan kata Iwan Slank, pihaknya sudah menghadirkan saksi-saksi dan bukti yang sangat kuat. Selain itu, saudara Fihiruddin juga sudah ditahan dan mengalami kerugian yang amat besar.
"Jadi aneh ketika Majelis Hakim menolak tuntutan kami, ini sangat aneh dan tidak wajar," tegas Iwan Slank.
Dalam persidangan lanjut Iwan Slank, Tim PH juga sudah mengajukan bukti bahwa benar ada putusan yang telah membebaskan saudara Fihiruddin dari dakwaan pidana. Kemudian setelah ditahan atas peristiwa yang didakwakan kepadanya, Fihiruddin sudah diproses hukum, tetapi keputusan hukum justru mengatakan bahwa dia tidak bersalah.
"Saat persidangan juga, dari pihak tergugat tidak ada mengajukan saksi satupun dan tidak ada mengajukan bukti surat selain percakapan-percakapan WhatsApp yang dijadikan alat bukti. Makanya bagi kami, putusan ini sangat aneh dan janggal. Ketika satu pihak telah membuktikan secara sempurna, dalil-dalil gugatan-nya juga sangat kuat kemudian ditolak," sesalnya.
Atas putusan ini pula, pihaknya bakal selain mengajukan banding dan juga melaporkan perilaku Majelis Hakim PN Mataram ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) atas dugaan cawe-cawe dalam perkara ini.
"Putusan ini bagi kami bukan hanya tidak adil, tapi juga tidak masuk akal dan tidak logis," katanya.