Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengapresiasi para korban yang berani angkat bicara (speak up) dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh IWAS (21), laki-laki penyandang disabilitas di Mataram NTB.
"Kami mengapresiasi korban yang berani speak up," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati di Jakarta, Rabu malam.
Menurut dia, KemenPPPA berkoordinasi dengan UPTD PPA setempat melakukan pendampingan psikologis kepada korban guna proses pemulihan. Kasus ini tengah ditangani oleh Polda NTB.
"Kami mengapresiasi kerja-kerja cepat -polisi-, termasuk lembaga-lembaga masyarakat di sana, dan juga pekerja sosial," kata Ratna Susianawati.
Baca juga: Penting peran pimpinan kampus lindungi Satgas PPKS
Terduga pelaku dikenakan sebagai tahanan rumah karena kondisinya yang disabilitas. Ratna Susianawati mengatakan, jumlah korban ada lima perempuan dengan rentang usia 18-19 tahun.
Baca juga: Stigma membuat pekerja seks rentan jadi korban femisida
"Yang dari catatan awal itu -korban- ada lima ya. Sementara yang kita dapatkan itu ya. Tapi tim akan terus bekerja untuk mengurai dan mendapatkan kebenaran objektif," katanya.
Sebelumnya, IWAS (21), laki-laki disabilitas ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi berinisial MA di sebuah homestay di Mataram, NTB.
Penetapan status tersangka berdasarkan dua alat bukti dan keterangan ahli. Modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban adalah dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi sikap dan psikologi korban.
"Kami mengapresiasi korban yang berani speak up," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati di Jakarta, Rabu malam.
Menurut dia, KemenPPPA berkoordinasi dengan UPTD PPA setempat melakukan pendampingan psikologis kepada korban guna proses pemulihan. Kasus ini tengah ditangani oleh Polda NTB.
"Kami mengapresiasi kerja-kerja cepat -polisi-, termasuk lembaga-lembaga masyarakat di sana, dan juga pekerja sosial," kata Ratna Susianawati.
Baca juga: Penting peran pimpinan kampus lindungi Satgas PPKS
Terduga pelaku dikenakan sebagai tahanan rumah karena kondisinya yang disabilitas. Ratna Susianawati mengatakan, jumlah korban ada lima perempuan dengan rentang usia 18-19 tahun.
Baca juga: Stigma membuat pekerja seks rentan jadi korban femisida
"Yang dari catatan awal itu -korban- ada lima ya. Sementara yang kita dapatkan itu ya. Tapi tim akan terus bekerja untuk mengurai dan mendapatkan kebenaran objektif," katanya.
Sebelumnya, IWAS (21), laki-laki disabilitas ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi berinisial MA di sebuah homestay di Mataram, NTB.
Penetapan status tersangka berdasarkan dua alat bukti dan keterangan ahli. Modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban adalah dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi sikap dan psikologi korban.