Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar pemahaman terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan UU Perlindungan Anak diperkuat, berkaca dari lambannya penanganan kasus pencabulan anak di salah satu institusi pendidikan di Kabupaten Bekasi.
"Pemeriksaan berlarut, pelaku tidak segera ditetapkan sebagai tersangka menjadi masalah yang seringkali muncul di permukaan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ini menjadi catatan bersama bahwa pemahaman penyidik terkait dengan Undang-Undang TPKS dan Undang-Undang Perlindungan Anak ini memang masih sangat lemah," kata anggota KPAI Dian Sasmita dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XIII DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Dian dalam catatannya menuturkan terdapat sebagian kasus dari 254 kasus kekerasan seksual yang mengalami hambatan pada proses penyelesaian di kepolisian pada 2025 ini.
"Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi KPAI mengingat kasus-kasus kekerasan seksual selama ini, dasarnya yang masuk ke KPAI seperti tahun 2024 yang lalu ada 365 dan tahun ini ada 254 kasus kekerasan seksual dimana mengalami hambatan proses di kepolisian," ucapnya.
Untuk diketahui, data KPAI menjabarkan mengenai hambatan hukum terhadap kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur yang terjadi pada satuan unit pendidikan Kabupaten Bekasi berinisial RPN (7), Polda Metro Bekasi Kota belum menetapkan tersangka. Di dalam kasus tersebut, pelaku sudah ditetapkan, tetapi belum mencapai tahap penetapan tersangka.
Baca juga: KPAI mengapresiasi instruksi Presiden tak mobilisasi anak saat kunjungan
Sementara itu Ketua LPSK Brigjen Polisi (Purn.) Achmadi mengatakan salah satu kasus kekerasan seksual di Kabupaten Bekasi yang menimpa korban RPN telah masuk sebagai permohonan prosedural pemenuhan hak pendampingan dalam proses peradilan pada 17 Februari 2025.
"Berdasarkan hasil koordinasi dan penelaahan dari tim LPSK, pada intinya LPSK atau pimpinan LPSK telah memutuskan menerima permohonan saudara YS (orang tua korban RPN, .red) dan LPSK siap untuk memberikan perlindungan berupa pemenuhan hak prosedural dan atau pendampingan dalam proses peradilan yang saat ini perkaranya dalam penyidikan Polresta Metro Bekasi," kata Achmadi.
Baca juga: Seluruh siswa SMA 72 perlu pendampingan psikologis
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan lembaganya telah menerima 28 permohonan perlindungan terkait tindak pidana kekerasan seksual di wilayah Kota Bekasi. Sri menjelaskan 28 kasus yang terjadi masuk sebagai pelaporan bulan Januari hingga November 2025 dengan wilayah Kota Bekasi sebesar sembilan kasus dan Kabupaten Bekasi sejumlah 19 kasus.
Selain itu, Sri juga menjelaskan bahwa dari 28 kasus, 27 kasus merupakan kekerasan seksual terhadap anak, dan satu kasus berupa kekerasan seksual terhadap orang dewasa. Dari sisi status hukum, LPSK mencatat 19 korban, enam saksi, dan tiga pelapor selama 2025.
