Jakarta (ANTARA) - Presidium Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) meminta pemerintah menangguhkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025.

“Kami mengimbau agar kebijakan ini ditangguhkan. Jangan bersamaan adanya kenaikan upah pekerja dengan kenaikan PPN," kata Koordinator Presidium Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) R Abdullah di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, besaran PPN sebesar 10 hingga 11 persen di Indonesia saat ini sangat wajar. Ia mencontohkan di Malaysia untuk PPN di angka 8 persen dan harusnya di Indonesia tidak terjadi kenaikan.

Baca juga: Menteri Airlangga sebut paket kebijakan PPN difinalisasi pekan depan

"Jangan membebani pekerja yang jumlahnya 35 juta orang di Indonesia ini," kata dia.

Menurut dia, kenaikan PPN ini dapat dilakukan pada lima tahun mendatang karena saat ini daya beli pekerja harus dikembalikan dahulu.

Baca juga: Menaker sosialisasikan JKP dan hadirkan job fair

Ia mengatakan, butuh waktu dua hingga tiga tahun ke depan untuk mengembalikan daya beli pekerja dan buruh menjadi lebih baik. Jika sudah membaik, tentu tidak kenaikan pajak pertambahan nilai ini menjadi persoalan berarti

"Dalam tiga tahun terakhir daya beli pekerja turun karena kenaikan upah di bawah nilai inflasi setiap tahunnya," kata dia.

Namun pihaknya mengecualikan untuk Pajak Pertambahan Nilai Penjualan Barang Mewah (PPNBM). Ia mendukung jika kenaikan pajak barang mewah dilakukan dan seharusnya bisa lebih tinggi dari 12 persen.

"Kalau PPNBM kami mendukung kenaikan pajak bagi kelompok menengah atas yang memiliki daya beli yang bagus. Saya pikir itu boleh," kata dia.

 

 

 

 


Pewarta : Mario Sofia Nasution
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024