Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjalin kesepahaman bersama lembaga Majelis Adat Sasak Paer Timuq untuk mengatur tradisi 'nyongkolan' agar tidak mengganggu kenyamanan masyarakat.
"Pengaturan nyongkolan ini dipandang sebagai langkah bersama dalam menjaga kamtibmas dan cara memajukan sektor pariwisata," kata PJ Bupati Kabupaten Lombok Timur HM Juaini Taofik saat acara penandatanganan piagam pengaturan nyongkolan di Lombok Timur, Selasa.
Nyongkolan adalah sebuah tradisi lokal di Lombok, dimana sepasang pengantin di arak beramai-ramai seperti seorang raja menuju rumah pengantin wanita. Kegiatan tradisi nyongkolan yang dilakukan masyarakat saat ini dinilai mengganggu arus lalu lintas, sehingga perlu diatur dalam mewujudkan ketertiban lalu lintas di jalan raya.
"Banyak masyarakat yang senang dan bangga ketika melihat nyongkolan, tetapi ada juga yang mengejar waktu, senang menonton tetapi terlambat sampai tujuan," katanya.
Baca juga: Acara "nyongkolan" biang kemacetan
Oleh karena itu, momen Hari Ulang Tahun (HUT) Adat Sasak ini, dapat terjalin komunikasi yang baik antara pemerintah daerah, aparat TNI-Polri dengan pemangku adat dan masyarakat pengguna Gendang Beleq, sehingga ketertiban di jalan dapat tercipta ketertiban.
"Nyongkolan dan gendang beleq (Musik Tradisional) juga salah satu instrumen yang mampu memajukan sektor pariwisata, namun pola penyajian yang saat ini digunakan dirasa belum optimal," katanya.
Ia mencontohkan mengapa pariwisata di Bali lebih bagus dari NTB padahal dari segi pantai jauh lebih bagus di NTB, dari masyarakat dan kuliner juga tidak kalah.
"Ternyata yang membedakan itu di Bali lebih atraktif dan tertib pagelaran budaya ketimbang di Lombok,” katanya.
Baca juga: Wow kirab pemuda Nusantara di Lombok dimeriahkan tradisi "nyongkolan"
Sehingga regulasi yang dibuat ini setidaknya dapat melestarikan budaya tradisi nyongkolan dan menciptakan keamanan dan kenyamanan di masyarakat dalam mendukung kemajuan sektor pariwisata di Lombok Timur.
"Tantangan yang dihadapi itu harus bisa diatasi dan meningkatkan pembangunan daerah,” katanya.
Baca juga: PDIP Kritisi Kebijakan Gubernur NTB terkait `Nyongkolan`
Adapun piagam gendang beleq yang ditandatangani bersama berisi tentang aturan adalah patuh terhadap UUD 1945 dan Pancasila, patuh terhadap hukum dan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia, patuh kepada Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) nomor 06 tahun 2021 tentang Pemakaian Jalan Untuk Kepentingan Masyarakat.
Kemudian iringan gendang beleq mulai menabuh dan melangkah maksimal 700 meter ke tempat tujuan acara. Apabila melakukan variasi gendang beleq maksimal dua kali sampai pada tempat tujuan acara, apabila terdengar suara azan terdekat, maka tabuh gendang beleq harus dihentikan.
Menggunakan nada tabuh yang sama jika bertemu dengan sesama gendang beleq lainnya, ketua gendang beleq berkomunikasi dengan kepala aparat pengamanan atau kepolisian.