Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah menyiapkan tenda dan berbagai fasilitas umum untuk relokasi sementara nelayan yang terdampak eksekusi pengosongan lahan karena warga terindikasi menempati lahan milik orang lain.
Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Kota Mataram Lalu Martawang di Mataram, Rabu, mengatakan sesuai arahan Wali Kota Mataram Mohan Roliskana, warga yang terdampak sementara dibuatkan tiga tenda dengan kapasitas 150 jiwa.
"Tiga unit tenda, kami siapkan di lokasi Kebon Talo dilengkapi dengan dapur umum, tandon air bersih, toilet umum, dan kelengkapan lainnya," katanya.
Penempatan warga di tenda tersebut bersifat sementara karena Pemerintah Kota Mataram melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram akan membangunkan hunian sementara (huntara) di samping Mushalla Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Bintaro dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum.
Baca juga: Nelayan korban eksekusi lahan di Mataram tempati hunian sementara
Dia mengharapkan Disperkim bisa segera melaksanakan pembangunan huntara agar masyarakat yang terdampak dan mau tinggal di tenda, bisa segera menempati huntara itu.
Warga yang direlokasi, kata dia, mereka yang akan mendapatkan jatah tinggal, baik di tenda sementara maupun huntara, merupakan warga Kota Mataram.
"Jika ada oknum-oknum di luar domisili maka mereka tidak punya hak untuk tinggal di tenda, apalagi di huntara," katanya.
Data sebelumnya, jumlah kepala keluarga di RT8 Pondok Perasi sekitar 25 KK ditambah sekitar 5 KK penghuni baru.
Baca juga: ACT-MRI bagikan makanan kepada warga Mataram tergusur
Dia mengatakan pengosongan lahan seluas 6.400 meter persegi di RT8 Lingkungan Pondok Perasi, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram dilakukan oleh jajaran Polresta Mataram dibantu para tokoh masyarakat sekitar. Kegiatan berjalan dalam situasi kondusif.
Pengosongan lahan dilakukan karena lahan tersebut secara sah milik Ratna Sari Dewi, berdasarkan sertifikat yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Pada proses hukum tertinggi, lahan tersebut sudah sah menjadi milik Ratna Sari Dewi. Kami tidak bisa mencampuri proses hukum yang sedang berjalan, tapi ketika ada dampak sosial ke warga tentu kami tidak bisa tinggal diam," katanya.
Baca juga: Datangi Kantor Wali Kota, nelayan Pondok Perasi Mataram menolak dieksekusi