Mataram (ANTARA) - Sejumlah tokoh mulai akademisi, aktivis perempuan dan tokoh masyarakat serta adat mengajak semua elemen untuk bersama-sama menyuarakan gerakan pencegahan pernikahan anak di bawah umur di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Aktivis perempuan NTB, Nurjannah mengakui bahwa kasus pernikahan anak di NTB pada tahun 2025 cukup tinggi. Totalnya, ada 149 kasus, dengan wilayah tertinggi ada di Kota Bima 81 kasus, Sumbawa 38 kasus, Dompu 19 kasus, dan Sumbawa 9 kasus.
"Justru kasus pernikahan anak di bawah umur tertinggi bukan lagi di Lombok, tapi di Kota Bima, sehingga saat ini sudah terjadi pergeseran kasus," ujarnya dalam bincang Kamisan bertajuk "Kawin Belia dalam Budaya Sasak dan Akulturasi-nya" di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Kamis.
Ia menilai masalah pernikahan anak di bawah umur di NTB, sudah cukup kompleks, bahkan sudah kategori darurat. Salah satu penyebabnya, karena kehamilan yang tidak diinginkan pada anak, sehingga orang tua akhirnya menikahkan anaknya.
"Kenapa terjadi kehamilan karena tidak paham dengan kehamilan. Sebab, berbicara seksualitas di masyarakat kita adalah ruang tabu bagi perempuan. Karena tidak paham maka solusi yang diambil adalah solusi orang dewasa, yakni menikah," kata Nurjannah.
Baca juga: LPA tolak keras usulan pengantin anak viral jadi duta antipernikahan dini
Ketua Majelis Adat Sasak (MAS) Lalu Sajim Sastrawan tidak menampik bahwa pernikahan anak di bawah umur di NTB sudah dalam taraf darurat atau lampu merah. Meski pun secara kasus terjadi pergeseran yang sebelumnya banyak di Pulau Lombok kini banyak terjadi di Pulau Sumbawa.
"Dalam falsafah orang Sasak, ukuran dewasa itu dilihat dari aktivitas dan tanggungjawab. Maksudnya, apabila dia bisa memasak, bisa ke pasar, bisa bantu orang tua ke sawah dan nenun, sudah bisa dipersilahkan menikah," ucapnya.
Namun, demikian jika berbicara di tataran Undang-Undang Perkawinan terjadi benturan, karena terkait hukum negara, di atur batasan usia perkawinan tersebut, untuk perempuan 19 tahun dan laki-laki 21 tahun baru boleh menikah.
Untuk itu, dirinya mendukung gagasan gerakan sosialisasi atau pun penyuluhan sebagai upaya edukasi dalam mencegah pernikahan anak di bawah umur, di mulai dari pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan komponen lainnya.
Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Prof Galang Asmara menegaskan bahwa pernikahan anak di bawah umur dari kaca mata hukum negara adalah pelanggaran hukum karena UU tidak menghendaki.
"Namun, jika bicara hukum agama, tidak ada batasan usia, cukup masa baligh sudah boleh dinikahkan, sehingga ada pertentangan antara keyakinan agama dan keyakinan negara," ujarnya.
Meski demikian, menurut Prof Galang, ada sejumlah faktor yang menyebabkan maraknya terjadinya pernikahan anak di bawah umur di tengah masyarakat. Beberapa di antaranya, faktor religi soal hukum agama dan hukum negara. Faktor sosiologis di mana kawin muda itu kebanggaan terutama di orang tua, karena kalau terlalu dewasa tidak laku.
Baca juga: Isteri Wapres dorong gerakan cegah pernikahan usia anak
Kemudian faktor ekonomi karena lapangan kerja sulit, faktor pergaulan terlalu bebas sehingga ini membuat orang ingin cepat (menikah), faktor teknologi juga membuat orang jadi terdorong karena melihat tontonan orang dewasa dan lain lain.
"Ada juga faktor tidak tahu hukum, kalau pun tahu hanya pada orang tertentu terutama di kota dan faktor mas kawin juga mempengaruhi orang khususnya remaja ingin cepat menikah," ungkap Prof Galang.
Oleh karena itu, ketiga tokoh ini sepakat untuk menekan pernikahan anak di bawah umur di NTB dan harus ada tindakan nyata melalui sebuah gerakan masyarakat yang melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, aktivis, dan lainnya.
Selain itu, menurut dia, perlu adanya kurikulum yang menjelaskan reproduksi pernikahan anak di bawah umur tidak boleh.
"Kita harus bertindak ke depan. Jadi semua harus bergerak dan terlibat dalam gerakan ini bagaimana tidak memberikan izin kepada masyarakat untuk menikahkan anak di bawah umur," katanya.
Baca juga: Selvi Gibran serukan penghentian pernikahan usia anak
Baca juga: Menkes: Pernikahan usia anak picu bayi lahir kerdil
Baca juga: Aktivis perempuan prihatin pernikahan anak 15 tahun di Lombok Tengah
Baca juga: Psikolog: Orang tua berperan krusial upaya mencegah pernikahan dini