Mataram (ANTARA) - Penduduk pesisir yang bermukim di Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mulai meningkatkan kewaspadaan dari ancaman banjir rob yang terjadi akibat fase bulan purnama.
"Banjir rob sudah jadi hal biasa bagi kami. Hampir tiap bulan air naik, tapi yang kami khawatirkan itu kalau angin besar ikut datang," kata seorang nelayan bernama Suparwan saat ditemui sedang beraktivitas di Ampenan, Mataram, Rabu.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menerbitkan peringatan dini potensi banjir rob yang diperkirakan terjadi pada 7–11 Agustus 2025. Wilayah pesisir Nusa Tenggara Barat, termasuk Ampenan menjadi daerah rawan terdampak pasang maksimum.
Baca juga: Warga pesisir NTB diminta waspadai banjir rob pada 7-11 Agustus 2025
Ketinggian air laut saat pasang maksimum pada kawasan pesisir dapat mencapai lebih dari 1,7 meter dengan arah angin bertiup dari tenggara-selatan dan kecepatan angin sekitar 5 sampai 25 Knot.
Warga pesisir lainnya bersama Suparmin mengungkapkan gelombang banjir rob bisa mencapai jarak hingga 30 meter dari bibir Pantai Ampenan.
"Kami lebih utamakan keselamatan. Kalau pasang tinggi, perahu langsung kami tarik jauh ke darat," ucapnya.
Pasang laut ekstrem bulan ini bertepatan dengan fase bulan purnama pada 9 Agustus 2025. Dalam kalender astronomi, fenomena purnama tersebut dikenal sebagai Sturgeon Moon.
Penduduk pesisir mulai memperkuat dinding belakang rumah dengan tumpukan pasir, karung, dan bahan seadanya. Tindakan itu untuk mengurangi dampak genangan yang biasanya bertahan hingga dua atau tiga hari pasca-rob.
Baca juga: Warga pesisir NTB diimbau waspadai gelombang pasang
Banjir rob pada Juni 2025 sebelumnya telah merendam sekitar 160 rumah warga di Ampenan. Genangan air setinggi 10 sampai 20 sentimeter sempat mengganggu aktivitas ekonomi warga selama beberapa hari berturut-turut.
Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari dua pulau besar berupa Lombok dan Sumbawa, serta 401 pulau kecil. Sebanyak 292 desa atau sekitar 25 persen dari total 1.166 desa/kelurahan berbatasan langsung dengan laut.
Saat ini nelayan hanya melaut pada pagi hingga siang hari saat gelombang masih tenang. Ketika malam hari, mereka menarik kapal sejauh mungkin dari garis pantai guna menghindari kerusakan akibat gelombang pasang mendadak.
Baca juga: Saat banjir menghantam di kala kemarau melanda
BMKG dan BPBD telah mengedarkan imbauan kewaspadaan kepada masyarakat pesisir, termasuk larangan beraktivitas di pinggir pantai saat pasang maksimum guna menghindari insiden kecelakaan.
Warga berharap pembangunan sabuk pantai atau tanggul permanen dapat dipercepat, sebab banjir rob yang dulunya hanya fenomena musiman kini telah berubah menjadi ancaman rutin akibat perubahan iklim dan naiknya permukaan laut.
Baca juga: Waspada banjir rob di NTB selama 11 hari ke depan
Baca juga: Waspada!! banjir rob di pesisir NTB hingga 29 Juni 2025