Jakarta (ANTARA) - Tanggal 30 Oktober setiap tahun diperingati sebagai Hari Oeang Republik Indonesia, sebuah momentum yang mengingatkan bangsa ini pada pentingnya kedaulatan ekonomi.

 

Sejarah mencatat bahwa pada tanggal tersebut tahun 1946, pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya mengeluarkan mata uang sendiri sebagai simbol kemandirian ekonomi pasca-kemerdekaan.

Oeang Republik Indonesia (ORI) bukan sekadar alat transaksi, melainkan lambang kemerdekaan dari penjajahan ekonomi yang selama ratusan tahun membelenggu negeri ini.

Dalam konteks masa kini, semangat itu tetap relevan. Di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, pemerintah meneguhkan kembali pentingnya prinsip kehati-hatian atau prudensi dalam setiap langkah pengelolaan fiskal.

Kebijakan fiskal yang dijalankan Kementerian Keuangan menekankan keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dengan keberlanjutan fiskal jangka panjang. Prinsip kehati-hatian ini menjadi landasan moral dan teknokratis dalam setiap keputusan alokasi anggaran.

Pemerintah tidak tergoda untuk mengeluarkan belanja besar tanpa perhitungan yang matang, melainkan menempatkan efisiensi dan dampak nyata bagi masyarakat sebagai prioritas utama. Dengan menjaga defisit APBN di bawah 3 persen terhadap PDB dan rasio utang di bawah 40 persen, Indonesia menunjukkan komitmen kuat terhadap tata kelola fiskal yang sehat.

Menjaga stabilitas

Kondisi ekonomi global dalam beberapa tahun terakhir penuh dengan ketidakpastian. Perang, perubahan iklim, dan disrupsi teknologi menciptakan tekanan yang kompleks terhadap stabilitas ekonomi dunia. Namun di tengah tantangan itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu menjaga stabilitas ekonomi dengan baik.

IMF dalam laporannya tahun 2025 menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam lima besar negara G20 yang berhasil menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas fiskal. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap di kisaran 5,1 persen, sementara inflasi terkendali pada tingkat 3 persen sebagai suatu capaian yang jarang ditemui di negara berkembang.

LPEM UI dalam riset terbarunya tahun 2024 menegaskan bahwa keberhasilan tersebut bukan kebetulan, melainkan hasil dari disiplin fiskal yang berkesinambungan. Belanja negara diarahkan untuk memperkuat sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan secara konsisten memperbaiki sistem penerimaan negara melalui digitalisasi pajak dan efisiensi administrasi. Reformasi pajak yang dilakukan tidak hanya memperluas basis penerimaan, tetapi juga meningkatkan transparansi dan kepercayaan wajib pajak.

OECD dalam laporan Economic Outlook for Southeast Asia 2025 menilai strategi fiskal Indonesia sebagai salah satu yang paling adaptif di kawasan. Ketika banyak negara masih bergulat dengan tekanan utang dan inflasi tinggi, Indonesia justru berhasil menjaga ruang fiskal untuk merespons dinamika global tanpa menimbulkan ketidakstabilan.

Hal ini menjadi bukti bahwa prinsip prudensi dalam kebijakan fiskal tidak berarti menahan pembangunan, melainkan memastikan setiap kebijakan berjalan efektif dan berkelanjutan.


Dampak nyata bagi rakyat

Kebijakan fiskal yang prudent terbukti memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Data BPS menunjukkan tingkat kemiskinan pada Maret 2025 turun menjadi 9,0 persen, terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan ini tidak hanya disebabkan oleh bantuan sosial, tetapi juga oleh penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor produktif.

Program padat karya, dukungan UMKM, serta insentif pajak untuk investasi domestik menjadi motor penggerak utama pengurangan kemiskinan. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 4,8 persen, didorong oleh meningkatnya kegiatan ekonomi digital dan manufaktur.

Dalam laporan Indonesia Economic Prospects yang diterbitkan Bank Dunia pada Mei 2025, disebutkan bahwa disiplin fiskal yang diterapkan Indonesia menjadi faktor kunci dalam menjaga kepercayaan investor. Pengelolaan belanja yang transparan dan terukur membuat ekonomi domestik lebih tangguh menghadapi guncangan eksternal.

Bahkan, peringkat sovereign credit rating Indonesia tetap stabil di level BBB dengan outlook positif menurut Fitch Ratings dan Standard & Poor’s. Ini mencerminkan keyakinan pasar internasional terhadap kredibilitas fiskal pemerintah.

Pilar utama

Kedaulatan ekonomi tidak hanya bergantung pada kemampuan memproduksi barang di dalam negeri, tetapi juga pada kemandirian fiskal. Kementerian Keuangan telah menjalankan reformasi struktural untuk memperkuat fondasi tersebut. Salah satunya adalah penerapan Medium-Term Fiscal Framework (MTFF) yang memastikan kesinambungan kebijakan antarperiode pemerintahan.

Melalui kerangka ini, setiap rencana belanja negara harus disesuaikan dengan proyeksi pendapatan dan kapasitas fiskal jangka menengah, sehingga mengurangi risiko defisit yang tidak terkendali.

Riset yang dilakukan Center for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2025 menemukan bahwa penerapan MTFF meningkatkan konsistensi antara perencanaan dan realisasi anggaran hingga 92 persen, lebih tinggi dibanding periode sebelumnya yang hanya 80 persen.

Hasil ini menunjukkan bahwa tata kelola fiskal Indonesia semakin kredibel dan terukur. Selain itu, upaya memperkuat penerimaan negara dari sektor digital economy dan green economy menjadi langkah strategis dalam memperluas basis fiskal di masa depan.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam riset internalnya menyebutkan bahwa digitalisasi perpajakan dan integrasi data keuangan lintas sektor mampu menekan kebocoran penerimaan hingga 15 persen dalam dua tahun terakhir. Langkah ini tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga memperkuat keadilan fiskal karena wajib pajak besar tidak lagi bisa menghindar dari kewajiban.

Tantangan ke depan

Keberhasilan fiskal yang diraih tidak membuat masyarakat berhenti berharap. Publik menginginkan agar Kementerian Keuangan terus menjaga integritas, profesionalisme, dan transparansi dalam setiap kebijakan.

Survei Katadata Insight Center (2025) menunjukkan bahwa 84 persen responden percaya kebijakan fiskal pemerintah berperan penting dalam menjaga stabilitas harga dan lapangan kerja. Namun, mereka juga berharap agar arah kebijakan ke depan lebih menitikberatkan pada pemerataan ekonomi dan penguatan ekonomi daerah.

Baca juga: PP 28/2024 sarat agenda FCTC ancam kedaulatan ekonomi

Transformasi hijau menjadi tantangan baru. Dunia sedang bergerak menuju ekonomi rendah karbon, dan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin di kawasan.

Dukungan fiskal terhadap energi terbarukan, insentif bagi industri hijau, dan mekanisme pembiayaan berkelanjutan perlu terus diperkuat. Dalam hal ini, peran Kementerian Keuangan sangat strategis sebagai arsitek utama pembiayaan pembangunan yang berorientasi pada masa depan.

Sebagaimana diungkapkan dalam riset Asian Development Bank (ADB) tahun 2025, negara-negara yang menerapkan prinsip fiskal berkelanjutan terbukti lebih tangguh menghadapi perubahan iklim dan krisis global. Indonesia, dengan kebijakan fiskal yang prudent dan adaptif, berpeluang besar menjadi contoh bagi negara berkembang lain.

Menatap masa depan

Hari Oeang bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi cermin untuk menatap masa depan. Kementerian Keuangan, sebagai penjaga keuangan negara, diharapkan terus meneguhkan semangat kemandirian dan kehati-hatian dalam setiap kebijakan.

Tantangan fiskal akan selalu ada baik dari dinamika global, tekanan sosial, maupun kebutuhan pembangunan yang meningkat. Namun, dengan tata kelola yang prudent, transparan, dan berbasis data, Indonesia dapat terus melangkah dengan keyakinan.

Baca juga: Pj Gubernur ajak milenial di NTB bangun usaha kelautan dan perikanan

Kebijakan fiskal yang terukur bukan hanya soal angka, tetapi soal kepercayaan. Kepercayaan rakyat kepada pemerintah, investor kepada pasar, dan dunia kepada Indonesia sebagai negara yang bertanggung jawab dalam mengelola keuangannya.

Semangat Hari Oeang mengingatkan kita bahwa kedaulatan ekonomi tidak bisa dibeli atau diwariskan, tetapi harus dijaga dengan disiplin, integritas, dan kerja keras bersama. Di tangan Kementerian Keuangan, prudensi bukan sekadar prinsip, tetapi janji untuk masa depan Indonesia yang berdaulat dan sejahtera.

*) Dr M Lucky Akbar, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi, Ditjen Pajak-Kemenkeu


 


Pewarta : Lucky Akbar *)
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2025