Shenzhen (ANTARA) - Kota Shenzhen tertidur hanya sebentar. Hingga pukul 02.00 dini hari, kota yang terletak di Provinsi Guangdong itu masih ruwet dengan kemacetan yang seolah tanpa ujung.
Suara klakson beradu memecah malam yang seharusnya hening, dan ketika hiruk-pikuk itu akhirnya mereda, satu dua kendaraan tetap memacu kecepatannya di Huanggang Port, Futian District.
Shenzhen adalah kota yang menolak jeda. Seakan-akan ada ritme tak terlihat yang terus memaksa kota ini bergerak.
Di balik kilatan lampu-lampu tinggi dan layar raksasa yang tak pernah mati, tampak denyut yang mengingatkan bahwa transformasi dari wilayah agraris menjadi pusat inovasi global bukan hanya soal kebijakan dan uang, tetapi mentalitas sebuah kota yang tidak mau berhenti tumbuh.
Bagi Indonesia, kota ini salah satu yang terpenting karena ada jejak jalan sutera maritim yang menghubungkan Nusantara dengan Tiongkok secara keseluruhan.
Dalam 24 jam pertama di kota ini, yang akan tampak jelas adalah laboratorium raksasa-raksasa bisnis berteknologi canggih yang memproduksi instrumen dengan visi masa depan, yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Salah satu sudut di kantor pusat BYD di Shenzhen, Provinsi Guangdong, China. ANTARA/Hanni Sofia
Sebut saja BYD, ikon elektrifikasi yang namanya kini bersanding dengan para pemain besar dunia. Ruang workshop BYD tidak hanya menunjukkan kemajuan teknologi, tetapi juga logika masa depan.
Di sana, baterai diperlakukan bukan sekadar komponen, melainkan organ pusat yang menentukan kelangsungan ekosistem transportasi. Para insinyur menjelaskan bahwa setiap baterai diuji seperti organisme hidup, dipantau, diprediksi, dan disesuaikan agar mampu bertahan dalam berbagai kondisi ekstrem.
Chip-chip kecil bekerja dalam koordinasi yang nyaris musikal, mengubah rangka besi menjadi sistem mobilitas yang tidak hanya cerdas, tetapi punya intuisi mekanis.
Seorang petugas di BYD mengatakan bahwa riset mobil listrik China tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi “kemandirian sistemik” sebuah konsep bahwa teknologi harus mampu hidup, tumbuh, dan beradaptasi tanpa ketergantungan eksternal yang melemahkan.
Di titik ini, semua bisa melihat bahwa inovasi mereka bukan hanya urusan industri, tetapi strategi geopolitik jangka panjang.
Drama Village
Seiring dengan modernitas yang kini sedang diagungkan oleh China, Shenzhen juga menawarkan Changshou Dramaville.
Destinasi yang juga dikenal sebagai Changshou Drama Valley adalah pusat kegiatan budaya di Distrik Pingshan, Shenzhen, yang terletak di Desa Changshou yang bersejarah.
Desa Hakka yang berusia hampir 300 tahun itu direvitalisasi dengan menyulap rumah-rumah lama menjadi ruang pertunjukan drama, tempat pertukaran budaya, dan berbagai kegiatan seni. Tempat ini memadukan arsitektur tradisional Hakka dengan elemen teater kontemporer untuk menghidupkan kembali desa kuno tersebut.
Ini adalah sebuah kontras ketika suatu wilayah di satu sisi mendeklarasikan diri sebagai markas hi-tech geek. Namun, di sisi lain kebudayaan leluhur tetap dilestarikan sebagai gaya hidup.
Saat berkunjung ke Dramaville nuansa Shenzhen seperti mendadak berubah drastis. Memperlihatkan jika Shenzhen adalah simfoni logam dan algoritma, maka Dramaville adalah ruang teater yang menyulap sejarah menjadi pengalaman imersif.
Arsitekturnya menyodorkan fantasi visual. Namun, di balik itu tersimpan pesan penting: modernitas tidak harus memutus hubungan dengan budaya, tetapi bisa mengemasnya ulang agar relevan.
Pengunjung datang bukan hanya untuk berfoto, tetapi untuk mengalami skenario visual yang menghidupkan kembali cerita lama dengan bahasa urban yang baru.
Dalam obrolan pengelola Dramaville, Sarah, manajemen menekankan bahwa inti dari desa drama ini adalah partisipasi.
“Kami ingin pengunjung memahami bahwa budaya dapat ditafsirkan ulang tanpa kehilangan makna,” ujar Saran.
Ini mengisyaratkan bahwa inovasi kultural juga memerlukan keberanian untuk bereksperimen, sama seperti inovasi teknologi.
Sisi lain Shenzhen menyajikan Bay Area Intelligent Connected Test Site, salah satu instalasi paling ambisius dalam sistem transportasi masa depan atau yang lebih dikenal sebagai IC Valley.
Tempat ini menjadi bagian kunci dari Zona Demonstrasi Pengujian Transportasi Cerdas Terkoneksi Shenzhen, berlokasi di Subdistrik Shijing, Pingshan. Dengan total investasi sebesar 800 juta yuan, kawasan uji ini mencakup area seluas 43 hektare.
Kawasan uji berfokus pada teknologi intelligent connected vehicles (ICV) yang berada di garis terdepan, serta menyediakan arena pengujian dan layanan peralatan untuk mendukung uji perizinan Shenzhen, manajemen autonomous driving Pingshan, dan berbagai acara industri besar.
Untuk new energy vehicles (NEV) dan ICV, kawasan ini dibagi menjadi enam area sesuai kebutuhan pengujian ICV, yakni area uji kecepatan tinggi, area advanced driver assistance systems, area uji khusus, area uji perkotaan, area uji fleksibel, area uji tanjakan, dan area uji parkir perkotaan. Peralatan uji untuk kendaraan setir kanan juga dipasang untuk mendorong kolaborasi antara proyek-proyek Shenzhen dan Hong Kong.
Dengan berbagai fasilitas yang dikembangkan itu, menjadikan tempat ini ibarat laboratorium publik raksasa. Jalan, marka, kamera, sensor, kendaraan, dan server bekerja sebagai satu kesatuan. Di sini, kendaraan bukan lagi objek pasif, tetapi entitas yang saling berkomunikasi.
Data dipertukarkan dalam milidetik, keputusan diambil secara kolektif, dan risiko dikurangi dengan algoritma yang terus belajar. Seorang petugas di IC Valley menjelaskan bahwa “di masa depan, jalan akan menjadi otak kedua kendaraan." Pernyataan ini terdengar futuristik, tetapi sekaligus masuk akal.
Kota-kota masa depan tampaknya memang digerakkan oleh jaringan syaraf digital yang tersembunyi di balik aspal.
Memang faktanya bagi siapapun yang mencoba berkendara dengan kendaraan tanpa pengemudi di Shenzhen, akan bisa melihat secara langsung babak lain dari eksperimen sosial yang sedang berlangsung di kota ini.
Kendaraan meluncur dengan mulus, membaca jarak, mengantisipasi belokan, dan merespons kondisi jalan seolah memiliki kehendak. Ini bukan demonstrasi teknologi kosong, melainkan bukti bagaimana kecerdasan buatan mulai diperlakukan sebagai bagian dari ekosistem kota.
Kendaraan otonom di Shenzhen kini bukan lagi “uji coba,” tetapi “integrasi bertahap.” Artinya, mereka tidak sedang memamerkan masa depan, tapi mereka sedang membangunnya secara sistematis.
Shenzhen juga adalah markas LAIPIC.AI, laboratorium yang menjembatani kecerdasan buatan dengan seni dan budaya visual. Jika sebelumnya AI mengendalikan transportasi dan ruang publik, di sini AI menjadi mitra imajinasi.
Karya-karya yang ditampilkan lahir dari kombinasi data, estetika, dan algoritma yang telah dilatih menangkap emosi manusia. Salah satu petugas di LAIPIC.AI, Quan Xinhui, menyebut bahwa tujuan mereka bukan membuat AI meniru seniman, tetapi memperluas batas karya seni.
“Kami membuat alat yang membantu manusia melihat apa yang sebelumnya tidak mungkin dilihat,” katanya. Sebuah kalimat yang mengubah cara pandang terhadap teknologi kreatif: AI bukan pesaing, tetapi katalis untuk memperbesar kapasitas manusia.
Dalam sekilas 24 jam menyelami Shenzhen, Shenzhen Museum of Contemporary Art and Urban Planning adalah ikon lain yang amat menonjol saat mengunjungi kota ini.
Di tempat ini, narasi pembangunan Shenzhen dipresentasikan dengan jelas dan jujur. Maket kota raksasa yang memuat setiap sudut jalan dan blok hunian tidak hanya menunjukkan bentuk fisik kota, tetapi filosofi ruang yang membangunnya.
Museum ini memperlihatkan bahwa lompatan Shenzhen bukanlah keajaiban ekonomi semata, melainkan hasil perencanaan ruang yang presisi, strategi kepemimpinan yang konsisten, dan kemampuan mengantisipasi masa depan.
Seorang kurator museum mengatakan bahwa keberhasilan Shenzhen bukan karena mereka memprediksi masa depan, tetapi karena mereka “menciptakan kapasitas untuk beradaptasi terhadap apa pun yang datang.”
Di sinilah letak pelajaran penting bagi kota mana pun yang ingin tumbuh, modernitas bukan soal membangun gedung tinggi, tetapi membangun kemampuan kolektif untuk berubah.
Baca juga: China tuntut PM Jepang cabut pernyataan soal Taiwan
Shenzhen bukan hanya kota hi-tech, tetapi laboratorium sosial yang memperlihatkan apa yang terjadi ketika keberanian inovasi bertemu disiplin eksekusi.
Seluruh ruang di kota ini membawa siapapun yang berkunjung ke dalamnya untuk berpikir bahwa masa depan tidak sedang menunggu untuk ditemukan. Masa depan sedang dibangun, satu keputusan, satu inovasi, dan satu keberanian pada satu waktu.
Untuk siapa pun yang menyaksikannya, pertanyaannya bukan lagi apakah perubahan akan datang, tetapi seberapa siap menyambutnya?
Mitra Imajinasi
Baca juga: Spesifikasi lengkap dari BYD Indonesia Atto 1
Shenzhen adalah kota dalam rangkaian Maritime Silk Road yang menyajikan refleksi mendalam tentang bagaimana sebuah tempat, teknologi, budaya, dan manusia bisa saling membentuk.