Mataram (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mendorong para tokoh adat dan tokoh agama di Papua untuk ikut berperan dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
"Perlu kerja sama antara pemerintah, tokoh adat, dan tokoh agama untuk duduk bersama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan perempuan dan anak di tanah Papua," kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Yohana mengatakan banyak permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak berakar dari tradisi dan adat di Papua. Dia mencontohkan angka kekerasan dalam rumah tangga yang tinggi akibat dari kebiasaan laki-laki Papua minum minuman keras.
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga kerap kali menguap karena diselesaikan secara kekeluargaan dan secara adat tanpa mempertimbangkan aspek keadilan bagi perempuan dan anak.
Begitu juga dengan permasalahan perilaku seksual di luar nikah, Yohana menilai hal itu disebabkan harga mas kawin atau mahar untuk pernikahan yang ditetapkan keluarga terlalu tinggi sehingga menghalangi perempuan untuk menikah.
"Perilaku seksual di luar nikah pada akhirnya menimbulkan masalah baru, yaitu anak lahir tanpa akta kelahiran," tuturnya.
Untuk meningkatkan peran serta tokoh adat dan tokoh agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan kerap mengadakan pertemuan koordinasi dengan para tokoh adat dan tokoh agama di Papua.
"Melalui pertemuan tersebut, saya harap dapat memperkuat komitmen kita bersama dalam isu pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak di tanah Papua," katanya.
"Perlu kerja sama antara pemerintah, tokoh adat, dan tokoh agama untuk duduk bersama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan perempuan dan anak di tanah Papua," kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Yohana mengatakan banyak permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak berakar dari tradisi dan adat di Papua. Dia mencontohkan angka kekerasan dalam rumah tangga yang tinggi akibat dari kebiasaan laki-laki Papua minum minuman keras.
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga kerap kali menguap karena diselesaikan secara kekeluargaan dan secara adat tanpa mempertimbangkan aspek keadilan bagi perempuan dan anak.
Begitu juga dengan permasalahan perilaku seksual di luar nikah, Yohana menilai hal itu disebabkan harga mas kawin atau mahar untuk pernikahan yang ditetapkan keluarga terlalu tinggi sehingga menghalangi perempuan untuk menikah.
"Perilaku seksual di luar nikah pada akhirnya menimbulkan masalah baru, yaitu anak lahir tanpa akta kelahiran," tuturnya.
Untuk meningkatkan peran serta tokoh adat dan tokoh agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan kerap mengadakan pertemuan koordinasi dengan para tokoh adat dan tokoh agama di Papua.
"Melalui pertemuan tersebut, saya harap dapat memperkuat komitmen kita bersama dalam isu pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak di tanah Papua," katanya.