Mataram (ANTARA) - Puluhan Ahli Filsafat Hukum yang tergabung dalam Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) menggelar Konferensi ke-7 di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa.

Ketua Panitia Konferensi AFHI, Febryan Fitrahady di Mataram, mengatakan kegiatan ini mendapat respon yang positif, jumlah pendaftar sangat banyak, sehingga harus dibatasi.

Terdapat 45 abstract atau makalah telah didaftarkan untuk mengikuti konferensi ini, menyusul 3 abstract, yang terpaksa ditolak karena masuk setelah pendaftaran di tutup.

"Dari 45 paper yang masuk, terpilih 30 paper setelah melalui seleksi yang ketat untuk diikutkan dalam konferensi ini," kata Febryan

Febryan mengatakan meskipun ada peserta yang papernya tidak lulus seleksi, namun tetap mengikuti Konferensi ini dengan biaya sendiri.

Konferensi yang dilaksanakan di Gedung Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) itu, akan berlangsung dari 25 - 27 Juni 2019.

Kegiatan yang diselenggarakan AFHI dan Taman Metajuridika Fakultas Hukum Unram ini, dihadiri puluhan peserta yang merupakan akademisi dari berbagai Universitas di Indonesia, antara lain Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Airlangga, Universitas Tarumanegara, Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, IAIN Palopo, Univertitas Brawijaya, Univeritas Pelita Harapan, Univeritas Pasundan dan lainnya. Selain itu sejumlah pegiat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Indonesia juga ikut ambil bagian dalam kegiatan ini.

Konferensi Nasional ini menghadirkan 16 narasumber yang merupakan guru besar dari berbagai Universitas di Indonesia, tiga diantaranya adalah guru besar di Fakuktas Hukum Unram.

"Seluruh narasumber yang hadir juga menuliskan paper mereka. Menurut rencana kami akan membukukan tulisan 16 narasumber dan peserta yang papernya terpilih dalam sebuah buku seri Filsafat bertajuk Kebenaran Hukum di Era Post-Truth," kata Febryan.

Pembukaan Konferensi menghadirkan wayang sasak dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) sebagai pemandu acara yang menggantikan peran Master Ceremony (MC). Wayang Sasak muncul mengarahkan pembukaan konferensi yang dilaksakan pertama kali di luar pulau Jawa itu.

Konferensi dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Unram, Dr H. Hirsanuddin

Hirsan mengatakan Wayang Sasak adalah kesenian asli di Lombok. Baginya menampilkan Wayang sebagai pemandu acara adalah pilihan yang tepat di tengah tengah para ahli filsafat hukum yang hadir dan bisa menelaah apa yang ada di balik Wayang Sasak.

Dalam pembukaan Konferensi ini, panitia juga menghadirkan pembacaan puisi tentang matinya Dewi Keadilan, berjudul O Inaq Ja' O Amak, Mbe Taok Keadilan (dalam bahasa Sasak) yang artinya O Ibu O Bapak, di mana keadilan.

Puisi yang dibacakan Abdul Latif Apriaman, dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak, mewarnai Konferensi Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) di NTB.
 

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024