Mataram (ANTARA) - Cukup banyak masyarakat Indonesia yang kawin kontrak di Negara Tiongkok. Pengalaman mereka pun berbeda-beda, ada yang bernasib baik ada pula yang bernasib pilu.

Seperti yang dialami IN, warga Singkawang, yang selama tujuh bulan tinggal bersama sang suami dan mertua di Tiongkok selalu mengalami kekerasan dari pihak keluarga.

"Kehidupan saya di sana (Tiongkok) tidak sesuai dengan harapan," cerita IN kepada wartawan, Rabu.

Selama berada di Tiongkok, dirinya selalu dipaksa untuk bekerja dan parahnya ada sedikit kekerasan dari pihak keluarga. "Kekerasannya seperti ditendang, dicekik dan dipukul," ujarnya.

Dirinya bersyukur, berkat bantuan pihak kepolisian Polres Singkawang dan Silvia (warga Singkawang), akhirnya bisa pulang ke Singkawang untuk berkumpul kembali bersama keluarga. Dia mengatakan, jika tidak ada mereka mungkin tidak bisa pulang dan di siksa terus.

IN mengatakan, keinginannya untuk kawin kontrak dengan orang Tiongkok hanya semata-mata untuk mengubah hidup agar lebih baik. Semua itu berawal dari iming-iming seseorang (agen) yang menjanjikan bisa merubah hidupnya.

Iming-imingnya, setelah nikah dirinya diperbolehkan pulang ke Singkawang setelah berada di Tiongkok selama dua bulan, namun kenyataannya dirinya tidak diperbolehkan pulang. Namun, tidak sesuai perjanjian, dirinya justru dipaksa bekerja.

Sebelum berangkat di Tiongkok dirinya sempat menerima uang Rp20 juta dari agen. Uang sebanyak itu adalah sebagai mahar pernikahan. Sementara untuk proses pernikahan di Singkawang, prosesnya biasa-biasa saja.

Tiba di Tiongkok, dirinya langsung di suruh kerja jahit baju dan sarung tangan. Hal ini selalu dirinya bangkang, karena sesuai perjanjian sebelum berangkat ke Tiongkok, dirinya tidak diperbolehkan kerja.

Namun, tidak sesuai perjanjian, begitu sampai di sana, dia justru dipaksa untuk bekerja. Karena tidak tahan diperlakukan semena-mena oleh keluarga suami, ada niat IN untuk melarikan diri dari rumah suaminya.

Hal itu bahkan sudah sering dipikirkannya, namun sulit dilakukan karena terus diancam oleh pihak keluarga suami.

Beruntung dirinya dibantu Ivan (Humas Polres Singkawang) dan salah satu warga Singkawang, Silvia. Berkat bantuan kedua orang ini, dirinya bisa kabur dari rumah suaminya dan tiba di Singkawang pada Senin (24/6) kemarin.

Kepada masyarakat Singkawang, dia berpesan agar tidak mudah percaya dengan bujuk rayuan atau iming-iming untuk bisa merubah hidup apabila mau di bawa ke Tiongkok.

Kalau pun ada masyarakat yang ingin bekerja disana, dirinya berharap tidak mendapat nasib serupa seperti yang dialaminya.

Keluarga menyesal izinkan IN lakukan kawin kontrak

Ibu kandung IN, AM mengatakan, keluarganya sangat menyesali telah memberikan izin kepada IN untuk nikah kontrak dengan warga Tiongkok.

Namun, sebelum mengambil keputusan dirinya sudah memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berpikir panjang. Tapi karena anaknya yang masih ngotot, AM juga tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga sebagai orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya.

Namun, begitu sampai di Tiongkok keadaan yang dialami IN tidak sesuai yang ia harapkan. Meski demikian, komunikasi lewat via ponsel masih terbilang lancar. "Kita hanya bisa mendengar lewat telpon kalau dia sedang meringis, menangis dan lainnya," ujarnya.

Dirinya selaku orang tua hanya bisa menenangkan IN untuk bersabar menghadapi kehidupan yang dialami. Kejadian ini akan menjadi pelajaran bagi dirinya untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan suatu masalah.

Kepada orang tua yang lain, AM mengimbau untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Lebih baik cari jodoh di Indonesia saja, meski hidup sederhana. "Asalkan kita bisa kumpul dan berkomunikasi," pesannya.

Polres Singkawang upayakan pemulangan NP

Terpisah, Kapolres Singkawang, AKBP Raymond M Masengi mengatakan, setelah berhasil memulangkan IN, dirinya saat ini juga sedang mengusahakan proses pemulangan warga Kalbar lainnya, dengan inisial NP yang diduga juga menjadi korban kawin kontrak di Tiongkok.

Dia menjelaskan, IN adalah warga Singkawang, sedangkan NP adalah warga Kabupaten Landak. Namun, dikarenakan kendala proses administrasi dan Paspornya ditahan oleh mertua, sehingga korban NP sampai saat ini masih tertahan di KBRI Beijing.

Tapi, saat ini sudah di proses segala persyaratannya, seperti surat-surat dan administrasi lainnya untuk di kembalikan. Mudah-mudahan, dalam waktu dekat NP akan kembali, namun NP bukan orang Singkawang tetapi warga Landak.

"Meski orang Landak, tetap kita bantu dan doakan agar proses pemulangan NP berjalan dengan baik," ujarnya.

Raymond berharap, apa yang dialami IN tidak sampai dialami warga Singkawang lainnya. Dengan adanya cerita viral kawin kontrak akhir-akhir ini, dirinya menegaskan jika Polres Singkawang sudah berbuat jauh-jauh hari sebelum permasalahan ini muncul.

Pihaknya sudah berbuat dan sudah menentukan langkah-langkah dan hasilnya juga sudah ada.

Bahkan, dirinya juga sudah memerintahkan anggota untuk mencari orang-orang yang terlibat seperti mak comblang yang coba-coba menjebak, memperdagangkan ataupun hal-hal yang dapat melanggar perbuatan hukum untuk mengirim atau mengawin kontrakkan seperti yang dialami IN dan NP.

Dia berharap, di Singkawang tidak ada lagi kasus seperti yang dialami IN. Yang paling penting adalah orang tua, jangan selalu beranggapan bahwa hal-hal seperti ini merupakan jalan keluar untuk merubah hidup keluarga, karena hal tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya.
 

Pewarta : Antara
Editor : Ihsan Priadi
Copyright © ANTARA 2024