Mataram (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Barat H Zulkieflimansyah menyatakan percuma angka kemiskinan turun jika tidak dibarengi kesempatan dan melimpahnya lapangan pekerjaan yang memadai bagi masyarakat.
"Angka kemiskinan turun tapi yang memanfaatkan banyak pekerjaan bukan orang kita, percuma juga," kata Zulkieflimansyah di Mataram, Kamis.
Menurut Doktor Zul sapaan akrab Gubernur NTB, sejatinya pembangunan itu adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengisi pembangunan di segala bidang. Dalam artian masyarakat juga ikut terlibat dan merasakan pembangunan yang telah dicapai.
Untuk itu, Gubernur mengaku, tidak terlalu terpukau begitu saja meski Badan Pusat Statistik (BPS) melansir persentase penduduk miskin di NTB turun 14,56 persen atau 0,07 persen pada Maret 2019 dibanding pada September 2018 yang sebesar 14,63 persen.
Sebab, ia masih melihat partisipasi masyarakat, khususnya generasi muda NTB dalam mengisi proses pembangunan terlihat minim.
"Sekarang masyarakat itu terpukau dengan angka-angka tapi anak-anak kita jadi penonton, ya percuma juga. Jadi sejatinya kemiskinan itu bukan hanya di teliti dari persoalan angka kuantitatif tapi bagaimana tingkat partisipasi anak di daerah kita itu ikut dalam proses pembangunan," tegas Gubernur.
"Karenanya, jangan sampai pertumbuhan ekonomi tinggi, meningkat tapi semua kue ekonomi tidak kita yang menerima, ya percuma juga," sambungnya.
Karena itu, kata Doktor Zul, selain menekan angka kemiskinan yang diperlukan saat ini adalah bagaimana membangun dan meningkatkan dunia pendidikan di NTB bisa lebih maju dengan daerah lain.
"Maka itu lah kami mendesak macam-macam program dalam membangun daerah dengan cara yang tidak biasa beasiswa luar negeri," katanya.
Diketahui, BPS melansir jumlah penduduk miskin di NTB pada Maret 2019 tercatat sebesar 735,960 orang (14,56 persen). Pada September 2018, jumlah penduduk miskin di NTB sebesar 735,620 orang (14,63 persen).
Terlihat angka kemiskinan naik tipis 340 orang selama periode tersebut karena adanya penambahan jumlah penduduk. Namun jika dilihat dari persentase penduduk miskin terhadap total penduduk selama periode September 2018 - Maret 2019 yaitu ada penurunan sebesar 0,07 persen.
Pada periode September 2018 - Maret 2019, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di NTB mengalami penurunan dari dari 2,380 pada September 2018 menjadi 2,327 pada Maret 2019.
Kemudian Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan dari 0,551 pada September 2018 menjadi 0,478 pada Maret 2019. Adapun distribusi persentase kemiskinan di 34 provinsi se-Indonesia dari nilai yang paling tinggi ke nilai paling rendah, Provinsi NTB berada diurutan ke 8 tertinggi setelah Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo, Aceh dan Bengkulu. Adapun secara nasional, angka kemiskinan berada di angka 9,41 persen.
Ada beberapa faktor yang membuat kondisi NTB tetap bertahan dari kemiskinan pascabencana, salah satunya karena inflasi yang terus terjaga. Catatan BPS NTB, inflasi di daerah ini dari September 2018 ke Maret 2019 tetap terkendali di angka 1,32 persen. Jika angka inflasi tetap terkendali kedepannya, maka jumlah penduduk yang miskin akan tetap bisa dikurangi.
Selanjutnya yang membuat NTB tetap bertahan yaitu Nilai Tukar Petani (NTP) yang berada di atas angka 100. Dari September 2018 - Maret 2019, angka NTP naik dari 109,76 menjadi 110,46.
Faktor selanjutnya yang membuat persentase penduduk miskin berkurang karena tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang turun sebesar 0,45 persen dari Agustus 2018 - Februari 2019.
Adapun faktor yang menghambat penurunan angka kemiskinan kata Arrif, salah satunya bantuan program Rastra dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). BPNT di NTB turun sebesar 1 persen dari tahun 2018 ke 2019.
Angka tersebut juga berpengaruh. Jika BPNT diberikan kepada yang berhak atau semuanya tepat sasaran, program itu bisa menyumbang penurunan kemiskinan sebesar 0,6.
Terkait dengan Gini Ratio, pada Maret 2019, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk NTB yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,379. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,011 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2018 yang sebesar 0,391.
Sementara itu jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2018 yang sebesar 0,372, Gini Ratio Maret 2019 naik tipis sebesar 0,007 poin.
Distribusi Gini Ratio 34 provinsi se-Indonesia, dari nilai yang paling tinggi ke nilai paling rendah, maka Provinsi NTB berada diurutan ke 9 tertinggi yaitu 0,379. Angka ini lebih rendah daripada Gini Ratio secara nasional yang berada di angka 0,382.
"Angka kemiskinan turun tapi yang memanfaatkan banyak pekerjaan bukan orang kita, percuma juga," kata Zulkieflimansyah di Mataram, Kamis.
Menurut Doktor Zul sapaan akrab Gubernur NTB, sejatinya pembangunan itu adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengisi pembangunan di segala bidang. Dalam artian masyarakat juga ikut terlibat dan merasakan pembangunan yang telah dicapai.
Untuk itu, Gubernur mengaku, tidak terlalu terpukau begitu saja meski Badan Pusat Statistik (BPS) melansir persentase penduduk miskin di NTB turun 14,56 persen atau 0,07 persen pada Maret 2019 dibanding pada September 2018 yang sebesar 14,63 persen.
Sebab, ia masih melihat partisipasi masyarakat, khususnya generasi muda NTB dalam mengisi proses pembangunan terlihat minim.
"Sekarang masyarakat itu terpukau dengan angka-angka tapi anak-anak kita jadi penonton, ya percuma juga. Jadi sejatinya kemiskinan itu bukan hanya di teliti dari persoalan angka kuantitatif tapi bagaimana tingkat partisipasi anak di daerah kita itu ikut dalam proses pembangunan," tegas Gubernur.
"Karenanya, jangan sampai pertumbuhan ekonomi tinggi, meningkat tapi semua kue ekonomi tidak kita yang menerima, ya percuma juga," sambungnya.
Karena itu, kata Doktor Zul, selain menekan angka kemiskinan yang diperlukan saat ini adalah bagaimana membangun dan meningkatkan dunia pendidikan di NTB bisa lebih maju dengan daerah lain.
"Maka itu lah kami mendesak macam-macam program dalam membangun daerah dengan cara yang tidak biasa beasiswa luar negeri," katanya.
Diketahui, BPS melansir jumlah penduduk miskin di NTB pada Maret 2019 tercatat sebesar 735,960 orang (14,56 persen). Pada September 2018, jumlah penduduk miskin di NTB sebesar 735,620 orang (14,63 persen).
Terlihat angka kemiskinan naik tipis 340 orang selama periode tersebut karena adanya penambahan jumlah penduduk. Namun jika dilihat dari persentase penduduk miskin terhadap total penduduk selama periode September 2018 - Maret 2019 yaitu ada penurunan sebesar 0,07 persen.
Pada periode September 2018 - Maret 2019, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di NTB mengalami penurunan dari dari 2,380 pada September 2018 menjadi 2,327 pada Maret 2019.
Kemudian Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan dari 0,551 pada September 2018 menjadi 0,478 pada Maret 2019. Adapun distribusi persentase kemiskinan di 34 provinsi se-Indonesia dari nilai yang paling tinggi ke nilai paling rendah, Provinsi NTB berada diurutan ke 8 tertinggi setelah Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo, Aceh dan Bengkulu. Adapun secara nasional, angka kemiskinan berada di angka 9,41 persen.
Ada beberapa faktor yang membuat kondisi NTB tetap bertahan dari kemiskinan pascabencana, salah satunya karena inflasi yang terus terjaga. Catatan BPS NTB, inflasi di daerah ini dari September 2018 ke Maret 2019 tetap terkendali di angka 1,32 persen. Jika angka inflasi tetap terkendali kedepannya, maka jumlah penduduk yang miskin akan tetap bisa dikurangi.
Selanjutnya yang membuat NTB tetap bertahan yaitu Nilai Tukar Petani (NTP) yang berada di atas angka 100. Dari September 2018 - Maret 2019, angka NTP naik dari 109,76 menjadi 110,46.
Faktor selanjutnya yang membuat persentase penduduk miskin berkurang karena tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang turun sebesar 0,45 persen dari Agustus 2018 - Februari 2019.
Adapun faktor yang menghambat penurunan angka kemiskinan kata Arrif, salah satunya bantuan program Rastra dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). BPNT di NTB turun sebesar 1 persen dari tahun 2018 ke 2019.
Angka tersebut juga berpengaruh. Jika BPNT diberikan kepada yang berhak atau semuanya tepat sasaran, program itu bisa menyumbang penurunan kemiskinan sebesar 0,6.
Terkait dengan Gini Ratio, pada Maret 2019, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk NTB yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,379. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,011 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2018 yang sebesar 0,391.
Sementara itu jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2018 yang sebesar 0,372, Gini Ratio Maret 2019 naik tipis sebesar 0,007 poin.
Distribusi Gini Ratio 34 provinsi se-Indonesia, dari nilai yang paling tinggi ke nilai paling rendah, maka Provinsi NTB berada diurutan ke 9 tertinggi yaitu 0,379. Angka ini lebih rendah daripada Gini Ratio secara nasional yang berada di angka 0,382.