Mataram (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluhkan peran pihak swasta yang hanya 10 persen dalam pendanaan kegiatan penelitian di Indonesia sehingga mayoritas pengalokasian dana masih berasal dari pemerintah yaitu melalui Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).
"Dari total belanja penelitian di Indonesia, itu 66 persen berasal dari pemerintah, sedangkan peranan swasta hanya 10 persen," katanya saat ditemui di Soehana Hall The Energy Building, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, data tersebut sangat berbeda dengan berbagai negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) karena 70 persen pendanaan riset diberikan oleh pihak swasta.
“Ini menunjukkan adanya perbedaan, dominasi pemerintah atau kurangnya partisipasi swasta pasti ada penyebabnya,” ujarnya.
Sri mulyani mengatakan penyebab rendahnya kontribusi pihak swasta adalah kurang menariknya insentif yang diberikan oleh pemerintah Indonesia sehingga swasta tidak mengoptimalkan kebijakan keringanan pajak yang diberikan.
“Ya walaupun sudah dimunculkan lebih dari 10 tahun lalu tidak menimbulkan dampak yang signifikan. Sangat kecil swasta yang menganggap berharga untuk melakukan riset karena bisa dikurangkan dari pajak," katanya.
Ia melanjutkan saat ini pemerintah berupaya mendorong insentif fiskal melalui "superdeductable tax" untuk perusahaan yang bersedia melakukan suatu riset atau penelitian.
Selain itu, perusahaan swasta tersebut juga akan mendapatkan pendidikan serta pelatihan vokasi dengan harapan pihak swasta bisa lebih aktif untuk mendukung pendanaan riset di Indonesia.
"Hal itu dilakukan agar menyeimbangkan kontribusi dan peran dari pendanaan riset karena riset dari swasta biasanya muncul suatu insting wiraswasta atau problem solving yang nyata," katanya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pada 2019 alokasi dana untuk riset naik dari tahun sebelumnya, yaitu Rp33,8 triliun menjadi Rp35,7 triliun. Pendanaan tersebut masuk dalam anggaran pendidikan yang mengambil bagian sebesar 20 persen dari total anggaran APBN, yaitu Rp492,5 triliun.
Baca juga: Menkeu usahakan alokasi dana riset meningkat
Baca juga: Dana riset diusulkan Rp150 triliun per tahun
"Dari total belanja penelitian di Indonesia, itu 66 persen berasal dari pemerintah, sedangkan peranan swasta hanya 10 persen," katanya saat ditemui di Soehana Hall The Energy Building, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, data tersebut sangat berbeda dengan berbagai negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) karena 70 persen pendanaan riset diberikan oleh pihak swasta.
“Ini menunjukkan adanya perbedaan, dominasi pemerintah atau kurangnya partisipasi swasta pasti ada penyebabnya,” ujarnya.
Sri mulyani mengatakan penyebab rendahnya kontribusi pihak swasta adalah kurang menariknya insentif yang diberikan oleh pemerintah Indonesia sehingga swasta tidak mengoptimalkan kebijakan keringanan pajak yang diberikan.
“Ya walaupun sudah dimunculkan lebih dari 10 tahun lalu tidak menimbulkan dampak yang signifikan. Sangat kecil swasta yang menganggap berharga untuk melakukan riset karena bisa dikurangkan dari pajak," katanya.
Ia melanjutkan saat ini pemerintah berupaya mendorong insentif fiskal melalui "superdeductable tax" untuk perusahaan yang bersedia melakukan suatu riset atau penelitian.
Selain itu, perusahaan swasta tersebut juga akan mendapatkan pendidikan serta pelatihan vokasi dengan harapan pihak swasta bisa lebih aktif untuk mendukung pendanaan riset di Indonesia.
"Hal itu dilakukan agar menyeimbangkan kontribusi dan peran dari pendanaan riset karena riset dari swasta biasanya muncul suatu insting wiraswasta atau problem solving yang nyata," katanya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pada 2019 alokasi dana untuk riset naik dari tahun sebelumnya, yaitu Rp33,8 triliun menjadi Rp35,7 triliun. Pendanaan tersebut masuk dalam anggaran pendidikan yang mengambil bagian sebesar 20 persen dari total anggaran APBN, yaitu Rp492,5 triliun.
Baca juga: Menkeu usahakan alokasi dana riset meningkat
Baca juga: Dana riset diusulkan Rp150 triliun per tahun