Bappenas gandeng Bank Dinar NTB rumuskan kebijakan keuangan syariah inklusif

id Bank Dinar,Bappenas,Keuangan Syariah,NTB,Mustaen

Bappenas gandeng Bank Dinar NTB rumuskan kebijakan keuangan syariah inklusif

Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Bappenas, Rosy Wediawaty (kanan), bersama Direktur Utama Bank Dinar, Mustaen, di sela forum group discussion (FGD) di Mataram, Nusa Tenggara Barat. (ANTARA/HO-Bappenas)

Mataram (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menggandeng PT BPRS Dinar Ashri (Bank Dinar) sebagai mitra diskusi dalam langkah strategis merumuskan kebijakan keuangan syariah yang lebih inklusif.

Forum Group Discussion (FGD) ini diadakan pada 9 Desember 2024 di Kantor Pusat Bank Dinar, Jalan Sriwijaya Nomor 394, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

FGD tersebut dihadiri oleh Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Bappenas, Rosy Wediawaty, bersama timnya, serta jajaran direksi Bank Dinar yang dipimpin oleh Direktur Utama Mustaen dan Komisaris.

Tujuan utama forum tersebut adalah mengumpulkan masukan dari Bank Dinar untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, khususnya terkait penguatan sektor keuangan syariah di Indonesia.

Rosy Wediawaty memuji pertumbuhan Bank Dinar sebagai salah satu contoh sukses pengelolaan keuangan syariah di Indonesia, terutama di wilayah NTB.

"Kami ingin mendapatkan gambaran mengenai perkembangan Bank Dinar di NTB, menggali skema pembiayaan syariah serta rencana ke depan pasca implementasi Undang-Undang P2SK," kata Rosy, dalam keterangan resmi.

Bank Dinar mencatat kinerja impresif dalam delapan tahun terakhir. Berdasarkan data, aset perusahaan melonjak dari Rp176,7 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp1,468 triliun pada tahun 2024, menunjukkan pertumbuhan sebesar 730,78 persen.

Sektor pembiayaan pun mengalami peningkatan signifikan dari Rp129,5 miliar menjadi Rp1,212 triliun, atau tumbuh 835,58 persen. Pendapatan dana pihak ketiga (DPK), yang meliputi tabungan, deposito, dan giro, meningkat dari Rp123,3 miliar menjadi Rp1,080 triliun.

Baca juga: Menteri PKP gaet Bappenas rancang perumahan MBR
Baca juga: Media massa berperan strategis dukung demokrasi substansial

Direktur Utama Bank Dinar, Mustaen menjelaskan bahwa keberhasilan tersebut berkat implementasi strategi yang tepat dan fokus pada kebutuhan masyarakat lokal.

"Kami berkomitmen untuk terus mendukung perkembangan ekonomi syariah melalui inovasi produk dan layanan yang relevan," ujarnya.

Dalam forum tersebut, Mustaen mengusulkan 15 poin kebijakan yang dianggap penting untuk meningkatkan kontribusi BPRS dalam mendukung pembangunan nasional.

Berikut 15 usulan yang disampaikan:

1. Pemerintah perlu memperlakukan bank swasta dan pemerinta secara adil, baik dalam program pendanaan maupun pembiayaan. Janagan hanya, saat urusan beban terkait negara, pemerintah melibatkan semua bank. Namun, saat bantuan dana, penyaluran dana, penyimpanan dana, pemerintah hanya bank pemerintah (Bank BUMN) saja.

2. Agar BPR/BPRS dengan persyaratan tertentu dapat melakukan pembayaran gaji/tunjangan ASN.

3. Adanya produk hukum yang memayungi industri perbankan dan perpajakan, sehingga agenda pembangunan ekonomi nasional dapat berjalan sesuai rencana, dan tidak disalahgunakan oleh oknum pajak.

4. Agar OJK mencabut POJK terkait Asuransi dan Penjaminan yang mengharuskan Perbankan menanggung risiko minimal 25%.

5. Agar BPRS dengan ukuran asset tertentu dan Tingkat Kesehatan tertentu, mislanya asset > Rp1 triliun, di ikutkan dalam penyaluran program pembiayaan perumahan FLPP.

6. Agar perizinan lalulintas pembayaran cukup sampai di OJK, tidak melibatkan BI lagi sehingga memudahkan perizinan dan tidak perlu lintas instansi.

7. Agar pemerintah lebih serius mengurus kepastian hukum sehingga jalannya bisnis tidak berbiaya tinggi dan tidak di manfaatkan oleh oknum tertentu.

8. Untuk daerah penghasil tambang agar di berikan minimal 20% hasil tambang untuk membangun daerah tersebut contohnya, di Nusa Tenggara Barat.

9. Dibentuknya Badan Penyangga Harga (BPH) yang dibiayai APBN untuk produk unggulan masing-masing daerah.

10. Pemerintah agar mendorong OJK untuk menghapus batasan-batasan Gadai Emas Syariah yang ada di Bank Syariah (terutama Batasan Portofolio dan batasan modal inti), dan menyerahkan ke mekanisme pasar, serta mengizinkan Kantor Kas BPRS menjual dan memproses pembiayaan berisiko rendah.

11. Agar BPR/BPRS dengan ukuran dan tingkat kesehatan tertentu dapat menyimpan dana di Bank Indonesia.

12. Agar BPR/BPRS dengan ukuran dan persyaratan tertentu dapat menerbitkan Giro dan Cek.

13. Tarip PPH untuk UMKM ditetapkan maksimal 0,5% dari omzet.

14. BPRS dengan asset diatas Rp1 triliun agar diperbolehkan membuka kantor cabang di luar teritori sebagaimana ditetapkan OJK.

15. Dana bergulir pemerintah (jika ada) yang disalurkan ke UMKM, diusulkan melalui BPRS dengan skema Back to Back.

Salah satu poin utama adalah permintaan agar pemerintah memberikan perlakuan yang setara antara bank swasta dan bank pemerintah, baik dalam program pendanaan maupun pembiayaan.

"Selama ini, bank swasta sering hanya dilibatkan dalam urusan negara saat ada beban, tetapi tidak ketika ada bantuan pendanaan. Kami berharap kebijakan ini lebih adil," ucap Mustaen.

Pada akhir diskusi, Mustaen menyampaikan apresiasi atas kepercayaan Bappenas kepada Bank Dinar. Menurutnya, keterlibatan institusi swasta seperti Bank Dinar dalam penyusunan RPJMN adalah langkah positif untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan realistis.

"Kami sangat berterima kasih atas kesempatan ini. Semoga masukan dari Bank Dinar dapat memberikan manfaat besar bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia," kata Mustaen.