Mataram, 12/12 (ANTARA) - Pengusaha mutiara di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB)  terkena dampak krisis finansial global sehingga ada yang mengurangi volume usaha dan menunda  ekspor.

         Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanlut) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H.M. Ali Syahdan mengemukakan hal itu kepada wartawan di Mataram, Sabtu.

         Ia mengatakan  sejak krisis finansial global mencuat Oktober 2009 sedikitnya tiga perusahaan besar yang mengelola komoditas mutiara di wilayah NTB menutup sementara usaha tersebut.

         Ketiga perusahaan itu yakni PT Bima Sakti Mutiara di Sape Bima, Auto River di Lombok Barat dan PT Budidaya Mutiaratama (Kyoko Sinkyo Group) di Sekotong Lombok Barat.

         Ia mengatakan bahkan sejumlah perusahaan mutiara di NTB terpaksa menempuh kebijakan rasionalisasi karyawannya.

         Padahal NTB sangat potensial menghasilkan mutiara dalam jumlah banyak dan berkualitas yakni 600 kilogram/tahun dan kualitasnya menembus pasar internasional.

         PT Budidaya Mutiaratama yang merupakan bagian dari Kyoko Group pernah memproduksi 208,068 kilogram/tahun dengan nilai ekspor sebesar 1.331.514 dolar AS atau setara dengan Rp12,65 miliar.

         Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan, mutiara produk NTB diklasifikasikan dalam golongan A (kualitas tinggi), B (sedang) dan C (rendah). Klasifikasi A memiliki nilai jual Rp1 juta/gram, B Rp150 ribu/gram dan klasifikasi C sebesar Rp100/gram.

         "Sekarang, karena terkena dampak krisis finansial global harga mutiara NTB rata-rata hanya Rp35 ribu/gram, paling mahal Rp350 ribu/gram, berbeda dengan harga sebelum krisis global itu yang bisa mencapai jutaan rupiah/gram," ujarnya.

         Syahdan mengatakan sejumlah pengusaha mutiara NTB sempat tidak percaya anjloknya harga mutiara sejak krisis global finansial itu sehingga mencoba mendistribusikannya secara langsung di sejumlah negara.

         Ternyata pengusaha itu melihat sendiri dan mengetahui secara langsung mutiara produk NTB kurang mendapat perhatian sehingga harganya  anjlok.

         "Karena itu, banyak pengusaha mutiara NTB yang cenderung menunggu krisis finansial global NTB berlalu, yang diperkirakan dalam dua tahun ke depan," ujarnya.

         Sementara data  Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTB menyebutkan  jumlah perajin mutiara di wilayah NTB  mencapai 2.000 orang lebih, terbanyak di Pulau Lombok.

         NTB merupakan daerah potensial pengembangan mutiara dengan daya dukung lahan 19.056 hektare yang dapat memproduksi rata-rata sebanyak 600 kilogram/tahun.      

    Sekitar 10-30 persen dari total produksi mutiara NTB setiap tahun diantarpulaukan ke Surabaya dan Jakarta untuk selanjutnya diekspor ke berbagai negara oleh 38 orang pengusaha mutiara.(*)




Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024