Mataram, (ANTARA) - Pemerintah Swedia bekerja sama dengan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mengembangkan "co-op mart" atau warung ritel serba ada milik lembaga koperasi untuk memperluas skala usaha koperasi.
Konsultan Pusat Koperasi Swedia (SCC) yang membidangi masalah koperasi di Swedia, Anneli Lein di Mataram (19/12), mengatakan, pihaknya tertarik mengembangkan koperasi di Indonesia menjadi sebuah bisnis ritel karena jumlah koperasi dan anggotanya cukup banyak, namun skala usahanya belum mampu memberikan manfaat yang nyata bagi anggotanya terutama koperasi yang memiliki warung serba ada (Waserda).
"Koperasi yang memiliki waserda banyak yang tutup karena tidak mampu bersaing dengan bisnis ritel yang dikembangkan oleh pihak swasta di luar lembaga koperasi," ujarnya ketika menghadiri acara "grand opening" co-op mart NTB di Koperasi Pegawai Depot Logistik (Kopel Dolog) Divisi Regional NTB.
Kopel Dolog NTB merupakan koperasi yang dijadikan percontohan sebagai koperasi yang bergerak di bidang usaha waserda dengan manajemen "co-op mart" oleh SCC dan Dekopin.
Sementara NTB merupakan salah satu dari tiga provinsi di Indonesia selain NTT dan Nangroe Aceh Darussalam yang ditangani oleh SSC di dalam pengembangan waserda milik sebuah lembaga koperasi menjadi bisnis usaha ritel dengan menerapkan manajemen co-op mart.
Menurut Anneli, permasalahan utama dari kurang berkembangnya usaha waserda milik koperasi yakni kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dan permodalan yang belum memadai.
Namun semua itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengembangkan skala usaha ke arah yang lebih besar, mengingat saat ini persaingan sudah semakin luas terutama dalam bisnis ritel.
"Itu semua bukan alasan kenapa koperasi tidak bisa sukses, yang perlu kita tingkatkan adalah kepercayaan diri untuk mampu bersaing dengan pihak lain yang memiliki usaha sejenis dengan kita," ujarnya.
Ia mengatakan, "co-op mart" bukan toko atau kios yang mencari keuntungan pribadi, tetapi "co-op mart" adalah usaha yang memberikan keuntungan secara proporsional bagi anggotanya, sehingga tidak ada istilah orang per orang yang menikmati keuntungan besar.
Oleh sebab itu, dalam mengembangkan "co-op mart" di NTB yang telah dirintis sejak 2006 melalui survei dan lokakarya hingga pada 2009 memasuki tahap peluncuran secara resmi, pihaknya akan memfasilitasi dalam hal pelatihan sumber daya manusia.
Berbagai pemahaman tentang manajemen "co-op mart" diberikan kepada para anggotanya, sehingga konsep dari usaha bisnis ritel dengan mengembangkan usaha waserda koperasi yakni memberikan manfaat yang merata bagi setiap anggota bisa terwujud.
"Saya berharap dengan berkembangnya co-op mart di NTB ini, bisa menjadi pemicu bagi koperasi lain yang memiliki waserda untuk ikut bergabung dalam bisnis ritel dengan menerapkan pola co-op mart," katanya.
Ketua Dekopin Wilayah NTB, H. Lalu Mudjitahid mengatakan, dengan dibentuknya Kopel Dolog Divre NTB, sebagai "co-op mart" percontohan di NTB merupakan langkah awal yang sangat strategis meskipun baru dimulai dari toko kecil.
Menurut dia, koperasi yang memiliki waserda tidak perlu risau dengan adanya ritel swasta yang sudah menjamur di berbagai kota besar karena koperasi sudah memiliki pangsa pasar sendiri yakni anggota dari koperasi tersebut.
"Kita tidak perlu khawatir karena pada dasarnya koperasi sudah memiliki konsumen yakni anggotanya sendiri, tinggal kemauan dan tekad kita saja bagaimana untuk mau berkembang ke arah yang lebih luas," ujarnya.(*)