Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Samarinda, Kalimantan Timur telah mengeksekusi lima anggota Panitia Pemilihan Kecamatan ( PPK) Loa Janan Ilir, Samarinda ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Samarinda, di Jalan Jenderal Sudirman, Senin (11/8).
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum), Kejari Samarinda, Winro Haro kepada pers di Samarinda, Selasa, menyebut mereka terdiri dari ketua dan empat anggotanya yaitu Ahmad Noval, Abdul Afif, Joharuddin, Adi Sutrisno, dan Hadriansyah, yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Samarinda pada 1 Juni 2019.
Kelima PPK ini dijatuhi hukuman masing-masing untuk Ahmad Noval dengan hukuman 8 bulan penjara, kemudian anggota lainnya 6 bulan penjara dan denda Rp5 juta oleh Majelis Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Pada sidang tersebut, ketua dan anggota PPK Loa Janan Ilir dinyatakan bersalah dan terlibat dalam perhitungan suara ketika rekapitulasi suara caleg Gerindra tingkat kecamatan di lima kelurahan, yakni Harapan Baru, Rapak Dalam, Sengkotek, Simpang Tiga dan Tani Aman.
Ia menjelaskan, kelima PPK Loa Janan Ilir tersebut telah ditahan di Lapas Sudirman dan saat dibawa didampingi penasehat hukum.
"Kelima PPK sebenarnya meminta waktu lagi kepada kami untuk menjalani masa tahanan, namun ternyata mereka tetap masuk lapas dan kooperatif memenuhi pemanggilan kami," ujar Winro.
Terungkapnya kasus tersebut bermula dari laporan sejumlah calon anggota legislatif di dapil Loa Janan Ilir, terkait perbedaan perolehan suara dari formulir C1 di tingkat TPS dan formulir DA1 di tingkat kecamatan.
Dalam sidang yang diketuai oleh Hakim Lucius Sunarno dengan anggota Burhanuddin dan Rustam. Dengan, Jaksa Penuntut Umum oleh Dwinanto Agung Wibowo, kelima PPK tersebut terbukti di persidangan melanggar Pasal 551 dan Pasal 505 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 dan Pasal 53 KUHP.
Tindakan personal
Ketua KPU Kota Samarinda, Firman Hidayat mengatakan bahwa tindak pidana pemilu dalam kasus ini adalah tindakan personal bukan atas kelembagaan KPU.
Namun demikian karena PPK masih menjadi bagian dari KPU dan proses persidangan anggota PPK tersebut tetap didampingi dan diberi bantuan hukum.
"Keputusan persidangan ternyata mereka terbukti bersalah dan konsekuensinya mereka harus menjalani proses hukum dan ini menjadi pembelajaran bagi kami khususnya dalam rekrutmen petugas untuk pemilu berikutnya," tegasnya.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum), Kejari Samarinda, Winro Haro kepada pers di Samarinda, Selasa, menyebut mereka terdiri dari ketua dan empat anggotanya yaitu Ahmad Noval, Abdul Afif, Joharuddin, Adi Sutrisno, dan Hadriansyah, yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Samarinda pada 1 Juni 2019.
Kelima PPK ini dijatuhi hukuman masing-masing untuk Ahmad Noval dengan hukuman 8 bulan penjara, kemudian anggota lainnya 6 bulan penjara dan denda Rp5 juta oleh Majelis Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Pada sidang tersebut, ketua dan anggota PPK Loa Janan Ilir dinyatakan bersalah dan terlibat dalam perhitungan suara ketika rekapitulasi suara caleg Gerindra tingkat kecamatan di lima kelurahan, yakni Harapan Baru, Rapak Dalam, Sengkotek, Simpang Tiga dan Tani Aman.
Ia menjelaskan, kelima PPK Loa Janan Ilir tersebut telah ditahan di Lapas Sudirman dan saat dibawa didampingi penasehat hukum.
"Kelima PPK sebenarnya meminta waktu lagi kepada kami untuk menjalani masa tahanan, namun ternyata mereka tetap masuk lapas dan kooperatif memenuhi pemanggilan kami," ujar Winro.
Terungkapnya kasus tersebut bermula dari laporan sejumlah calon anggota legislatif di dapil Loa Janan Ilir, terkait perbedaan perolehan suara dari formulir C1 di tingkat TPS dan formulir DA1 di tingkat kecamatan.
Dalam sidang yang diketuai oleh Hakim Lucius Sunarno dengan anggota Burhanuddin dan Rustam. Dengan, Jaksa Penuntut Umum oleh Dwinanto Agung Wibowo, kelima PPK tersebut terbukti di persidangan melanggar Pasal 551 dan Pasal 505 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 dan Pasal 53 KUHP.
Tindakan personal
Ketua KPU Kota Samarinda, Firman Hidayat mengatakan bahwa tindak pidana pemilu dalam kasus ini adalah tindakan personal bukan atas kelembagaan KPU.
Namun demikian karena PPK masih menjadi bagian dari KPU dan proses persidangan anggota PPK tersebut tetap didampingi dan diberi bantuan hukum.
"Keputusan persidangan ternyata mereka terbukti bersalah dan konsekuensinya mereka harus menjalani proses hukum dan ini menjadi pembelajaran bagi kami khususnya dalam rekrutmen petugas untuk pemilu berikutnya," tegasnya.