Mataram, 17/1 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengoptimalkan potensi hasil hutan bukan kayu agar masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan dari hasil hutan.

         Kepala Dinas Kehutanan NTB, Ir Hj. Hartina, MM, di Mataram, Minggu, mengatakan, optimalisasi potensi hasil hutan bukan kayu itu merupakan tindaklanjut dari kebijakan 'moratorium logging' atau penghentian seluruh aktivitas penebangan di kawasan hutan.

         Secara nasional pemerintah terus berupaya mempertahankan pelestarian sumber daya hutan, tanah dan air sekaligus mendukung ketahanan pangan dan energi.

         Salah satu upaya nyata mempertahankan kelestarian sumber daya hutan itu yakni kebijakan 'moratorium logging' atau penghentian seluruh aktivitas penebangan di kawasan hutan.

         "Namun, masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan harus tetap diberi ruang untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu agar mereka ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan itu," ujarnya.

         Hartina mengatakan, optimalisasi potensi hasil hutan bukan kayu itu dipadukan dengan kebijakan pencadangan areal untuk kawasan hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat.

         Di NTB terdapat 111 jenis hasil hutan bukan kayu antara lain madu, rotan, kemiri, asam, aren dan berbagai jenis tanaman produktif lainnya selain komoditi unggulan seperti tanaman hortikultura, jagung, palawija, kopi, kakao, kapas, mete dan tembakau.

         "Jika potensi hasil hutan bukan kayu itu dioptimalkan maka masyarakat di sekitar kawasan hutan tidak harus menebang pohon untuk pendapatan keluarga," ujarnya.

         Data versi Dinas Kehutanan NTB, terdapat lahan kritis seluas 527.800 hektar atau sekitar 26 persen dari luas daratan, yang terdiri atas hutan kritis seluas 159.000 hektar dan lahan kritis nonhutan seluas 368.800 hektar,terutama di kawasan hutan Lombok Tengah bagian selatan dan sebagian besar Sumbawa.

         Selain itu, sekitar 480 ribu hektare hutan lindung, 419 ribu hektare hutan produksi, 170 ribu hektare non produksi termasuk 41 ribu hektare di dalam kawasan Balai taman Nasional Gunung Rinjani dan 128 ribu hektare kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) juga mengalami degradasi 50 ribu hektare setiap tahun.

         Sementara Data versi Balai Wilayah Sungai (BWS) NTB, wilayah NTB telah kehilangan sedikitnya 300 unit sumber air akibat kerusakan Daerah AliranSungai (DAS) yang dipicu oleh berbagai persoalan seperti praktek pembabatan hutan secara liar (illegal logging) dan eksploitasi bahan tambang secara berlebihan.

         Mata air (sumber air) di wilayah NTB yang dulunya mencapai 500 titik kini tinggal 120-an titik saja karena terjadi defisit air permukaan akibat kerusakan DAS.(*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024