Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Najih Prastiyo mengatakan kader IMM yang tewas dalam unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), menunjukkan adanya pelanggaran kemanusiaan.
"Ini persoalan kemanusiaan yang hari ini dilanggar oleh aparat di sana," kata Najih di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Kamis malam, di sela aksi solidaritas meninggalnya Immawan Randi.
Baca juga: Korban meninggal demo mahasiswa di Kendari menjadi dua orang
Dia mengemukakan Randi adalah kader IMM yang aktif di sejumlah organisasi. Almarhum adalah korban kekerasan saat unjuk rasa dan meninggal dengan luka bekas peluru di dada.
Atas persoalan itu, dia menyebutkan akan mengupayakan keadilan lewat koordinasi dengan kepolisian dan pihak Muhammadiyah agar terbentuk tim investigasi.
Secara prinsip, tambah dia Kapolri tidak pernah menetapkan prosedur tetap (protap) pengamanan aksi dengan peluru. Kapolda Sultra juga menyampaikan lewat koordinasi dengan Kapolri sudah meniadakan peluru karet.
"Di pengamanan tadi, tapi kalo di Sultra sudah seperti itu maka kita harus menuntut tindakan kepada Kapolda Sultra. Apalagi hari ini Kapolda Sultra tetap bersikukuh bahwa dia sudah melakukan semuanya sesuai protap," jelas dia.
Baca juga: Mahasiswa Universitas Halu Oleo meninggal saat demo
Akan tetapi, Najih mengatakan apa yang terjadi pada Randi menunjukkan ada sesuatu yang tidak sesuai protap dalam pengamanan unjuk rasa.
"Korban berjatuhan tidak boleh ada lagi. Tidak boleh dengan kekerasan. Pendekatan harus dengan persuasif, pendekatan kultural. Kekerasan hanya akan membangkitkan semangat muda perlawanan mahasiswa seluruh Indonesia," lanjut dia.
"Ini persoalan kemanusiaan yang hari ini dilanggar oleh aparat di sana," kata Najih di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Kamis malam, di sela aksi solidaritas meninggalnya Immawan Randi.
Baca juga: Korban meninggal demo mahasiswa di Kendari menjadi dua orang
Dia mengemukakan Randi adalah kader IMM yang aktif di sejumlah organisasi. Almarhum adalah korban kekerasan saat unjuk rasa dan meninggal dengan luka bekas peluru di dada.
Atas persoalan itu, dia menyebutkan akan mengupayakan keadilan lewat koordinasi dengan kepolisian dan pihak Muhammadiyah agar terbentuk tim investigasi.
Secara prinsip, tambah dia Kapolri tidak pernah menetapkan prosedur tetap (protap) pengamanan aksi dengan peluru. Kapolda Sultra juga menyampaikan lewat koordinasi dengan Kapolri sudah meniadakan peluru karet.
"Di pengamanan tadi, tapi kalo di Sultra sudah seperti itu maka kita harus menuntut tindakan kepada Kapolda Sultra. Apalagi hari ini Kapolda Sultra tetap bersikukuh bahwa dia sudah melakukan semuanya sesuai protap," jelas dia.
Baca juga: Mahasiswa Universitas Halu Oleo meninggal saat demo
Akan tetapi, Najih mengatakan apa yang terjadi pada Randi menunjukkan ada sesuatu yang tidak sesuai protap dalam pengamanan unjuk rasa.
"Korban berjatuhan tidak boleh ada lagi. Tidak boleh dengan kekerasan. Pendekatan harus dengan persuasif, pendekatan kultural. Kekerasan hanya akan membangkitkan semangat muda perlawanan mahasiswa seluruh Indonesia," lanjut dia.