Mataram (ANTARA) - Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menggencarkan normalisasi saluran sebagai upaya antisipasi terjadinya banjir, genangan serta luapan ke rumah penduduk saat musim hujan.
Kepala Dinas PUPR Kota Mataram Miftahurrahman di Mataram, Minggu mengatakan kegiatan normalisasi sedimentasi dilakukan secara manual, sebab lokasi saluran tidak memungkinkan untuk menggunakan alat berat.
"Lokasi normalisasi sedimentasi yang kami lakukan saat ini di Lingkungan Peresak, Karang Buaya, Kelurahan Pagutan, dan aliran Sungai Brenyok, Pagesangan Timur, yang selama ini menjadi titik rawan banjir," ujarnya kepada wartawan.
Ia mengatakan, normalisasi sedimentasi pada titik tersebut sudah urgen sebab tinggi sedimentasi hampir rata dengan permukaan saluran sehingga hal itu menjadi tantangan apalagi titik-titik tersebut tidak bisa menggunakan alat berat.
Karenanya, kegiatan normalisasi perlu dilakukan lebih cepat agar ketika musim hujan tiba, sedimentasi saluran sudah berkurang dan dapat menampung debit air lebih banyak sehingga tidak meluap ke jalan dan rumah warga.
"Normalisasi secara manual cukup berat dan membutuhkan waktu lama. Buruh yang kami turunkan juga terbatas sementara titik yang harus dinormalisasi masih banyak," katanya.
Berbeda jika lokasi saluran bisa diakses menggunakan alat berat, seperti di kawasan Kekalik, meskipun kondisi salurannya cukup parah, namun hal itu cepat tertangani karena bisa menggunakan alat berat.
Menyinggung tentang anggaran normalisasi, Miftahurrahman menyebutkan, untuk Tahun 2019 ini, alokasi anggaran normalisasi sekitar Rp2,8 miliar.
"Besarnya anggaran itu, karena kita lebih banyak menggunakan tenaga buruh, yakni sekitar 300 orang dan biaya untuk operasional pengangkutan," ujarnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, sedimentasi yang terjadi pada saluran disebabkan endapan sampah dan tanah, apalagi Mataram merupakan daerah hilir, sehingga sampah dan tanah kiriman cukup banyak.
Namun demikian, Dinas PUPR terus berupaya mengoptimalkan penanganan terhadap titik-titik kawasan rawan banjir dan genangan melalui normalisasi sedimentasi.
"Intinya, kami bersama seluruh jajaran akan berbuat seoptimal mungkin untuk melakukan pencegahan berbagai dampak yang timbul," ujarnya.
Di sisi lain untuk menghindari terjadinya sedimentasi, dia meminta agar masyarakat tidak membuang sampah di saluran, termasuk bekas bongkaran rumah warga, yang saat ini sedang melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa.
"Dari laporan, petugas kami banyak menemukan warga membuang bongkaran rumah ke saluran dan sungai. Sementara, kita sedang melakukan normalisasi," ujarnya.
Kepala Dinas PUPR Kota Mataram Miftahurrahman di Mataram, Minggu mengatakan kegiatan normalisasi sedimentasi dilakukan secara manual, sebab lokasi saluran tidak memungkinkan untuk menggunakan alat berat.
"Lokasi normalisasi sedimentasi yang kami lakukan saat ini di Lingkungan Peresak, Karang Buaya, Kelurahan Pagutan, dan aliran Sungai Brenyok, Pagesangan Timur, yang selama ini menjadi titik rawan banjir," ujarnya kepada wartawan.
Ia mengatakan, normalisasi sedimentasi pada titik tersebut sudah urgen sebab tinggi sedimentasi hampir rata dengan permukaan saluran sehingga hal itu menjadi tantangan apalagi titik-titik tersebut tidak bisa menggunakan alat berat.
Karenanya, kegiatan normalisasi perlu dilakukan lebih cepat agar ketika musim hujan tiba, sedimentasi saluran sudah berkurang dan dapat menampung debit air lebih banyak sehingga tidak meluap ke jalan dan rumah warga.
"Normalisasi secara manual cukup berat dan membutuhkan waktu lama. Buruh yang kami turunkan juga terbatas sementara titik yang harus dinormalisasi masih banyak," katanya.
Berbeda jika lokasi saluran bisa diakses menggunakan alat berat, seperti di kawasan Kekalik, meskipun kondisi salurannya cukup parah, namun hal itu cepat tertangani karena bisa menggunakan alat berat.
Menyinggung tentang anggaran normalisasi, Miftahurrahman menyebutkan, untuk Tahun 2019 ini, alokasi anggaran normalisasi sekitar Rp2,8 miliar.
"Besarnya anggaran itu, karena kita lebih banyak menggunakan tenaga buruh, yakni sekitar 300 orang dan biaya untuk operasional pengangkutan," ujarnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, sedimentasi yang terjadi pada saluran disebabkan endapan sampah dan tanah, apalagi Mataram merupakan daerah hilir, sehingga sampah dan tanah kiriman cukup banyak.
Namun demikian, Dinas PUPR terus berupaya mengoptimalkan penanganan terhadap titik-titik kawasan rawan banjir dan genangan melalui normalisasi sedimentasi.
"Intinya, kami bersama seluruh jajaran akan berbuat seoptimal mungkin untuk melakukan pencegahan berbagai dampak yang timbul," ujarnya.
Di sisi lain untuk menghindari terjadinya sedimentasi, dia meminta agar masyarakat tidak membuang sampah di saluran, termasuk bekas bongkaran rumah warga, yang saat ini sedang melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa.
"Dari laporan, petugas kami banyak menemukan warga membuang bongkaran rumah ke saluran dan sungai. Sementara, kita sedang melakukan normalisasi," ujarnya.