Kupang (ANTARA ) - Ketua Posko Penanggulangan Pencemaran Minyak di Laut Timor, Pieter Fina, mengatakan, Jakarta mulai serius membahas penanggulangan pencemaran minyak mentah di Laut Timor di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Selasa (2/2) kami akan kembali ke Jakarta untuk membahas masalah tersebut dengan pihak kementerian terkait soal biaya operasional serta kompensasi dari pihak Australia dan operator ladang minyak kepada para petani dan nelayan di NTT yang terkena dampak pencemaran," kata Pieter Fina di Kupang, Senin.
Wilayah perairan Indonesia di Laut Timor dilaporkan positif tercemar minyak mentah akibat sumur minyak dan ladang gas Montara di Blok Atlas Barat meledak pada 21 Agustus 2009, yang setiap harinya memuntahkan sekitar 500.000 barel minyak ke Laut Timor.
Kepala Administrator Pelabuhan (Adpel) Tenau Kupang itu menambahkan, wakil NTT adalah Bupati Kupang, Bupati Sabu Raijua, Bupati Rote Ndao, dan Bupati Timor Tengah Selatan (TTS).
Masih ada Kepala Adpel Tenau Kupang dan Rote Ndao serta Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni yang pertama kali menyampaikan kepada publik soal pencemaran minyak di Laut Timor itu.
Fina menambahkan sejumlah bupati di NTT diundang khusus dalam pertemuan tersebut karena wilayah mereka terkena cemaran minyak di Laut Timor itu.
Usaha budidaya rumput laut di pantai selatan Pulau Timor bagian barat NTT serta di pesisir Pulau Rote sampai ke Pulau Sabu, gagal total karena wilayah perairan pesisir yang menjadi usaha budidaya rumput laut, terkontaminasi minyak.
Selain itu, pendapatan nelayan NTT turun drastis karena sebagian besar ikan telah mati atau migrasi ke wilayah perairan lain yang belum tercemar minyak.
Fina mengatakan, pemerintah Indonesia juga telah menyiapkan gugatan kepada Australia dan operator ladang minyak Montara PTTEP Australasia untuk memberi kompensasi atas kerugian yang dialami Indonesia akibat pencemaran tersebut.(*)