Palu (ANTARA) - Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, mendapat kiritikan dari berbagai pihak dan dianggap kurang manusiawi karena mengusir korban gempa, tsunami dan likuefaksi yang berada di hunian sementara (huntara) di Jalan Asam II Kelurahan Kabonena, Kecamatan Palu Barat.
"Kami sangat menyayangkan jika proses penanganan pengungsi seperti ini dengan tidak mengutamakan dialog secara baik oleh pemerintah, malah lebih pada pendekatan pemaksaan tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan," ucap Wakil Ketua Bidang Perempuan DPW NasDem Sulteng, Mutmainah Korona, di Palu, Selasa.
DPW NasDem memprotes keras langkah Pemerintah Kota Palu terkait pengusiran korban gempa/penyintas.
DPW NasDem Sulteng, kata Mutmainah, memandang bahwa korban bencana yang telah menempati huntara, secara langsung mereka telah memenuhi syarat administrasi untuk mendapat hunian sementara itu.
Protes DPW NasDem Sulteng kebijakan Pemkot Palu yang kurang manusiawi, berangkat dari Pemkot Palu lewat Pemerintah Kecamatan Palu Barat mengusir 19 kepala keluarga dari huntara di Jalan Asam II Palu Barat.
Huntara yang di tempati korban, dibangun oleh Kompas dan telah diserahkan kepada pemerintah. Artinya, huntara tersebut bukan huntara yang dibangun oleh pemerintah, termasuk Pemkot Palu.
"Mereka yang menempati huntara adalah masyarakat yang merasa telah memenuhi persyaratan administrasi dan telah mendapatkan izin atas hunain tersebut," sebut Neng.
Neng yang merupakan calon legislatif DPRD Palu terpilih hasil pileg 2019 mengatakan, sebelum melakukan penertiban bagi warga yang di anggap Pemkot Palu tidak memenuhi syarat sebagai penghuni huntara di wilayah Kelurahan Kabonena tersebut, harus diawali dengan pendataan dan konfirmasi dengan Lurah Kabonena.
"Kami sangat menyayangkan kinerja aparat kecamatan seperti ini, dan sebaiknya ini tidak boleh dikerjakan secara sepihak dan harus melibatkan dinas terkait untuk mencari solusi terbaik bagi mereka yang dipaksa keluar dari huntara tersebut," sebutnya.
DPW NasDem Sulteng, sebut Neng, menganggap bahwa persoalan pengungsi tidak sekedar melihat pada bagaimana mereka tinggal di huntara, tapi bagaimana pola-pola penanganan yang lebih mengedepankan kemanusiaan dan perspektif korban harus didahulukan.
"Apalagi kita ketahui bersama penanganan pengungsi masih banyak menuai masalah, dan tentunya perlu perhatian khusus bagaimana proses pendekatan harus lebih banyak mengedepankan proses dialog kepada warga utamanya korban terdampak," katanya.
DPW NasDem Sulteng juga mengimbau kepada para anggota DPRD Palu untuk mengutamakan pemenuhan hak korban, menjadi prioritas utama dalam pembahasan kebijakan dan pengawasan.
"Satu poin penting lagi sebaiknya DPRD Kota Palu segera membentuk pansus khusus penanggulangan bencana alam setelah 28 September 2018, utamanya masa rehab rekon sehingga persoalan-persoalan warga seperti ini juga harus di mediasi oleh DPRD Kota Palu," kata dia lagi.
"Kami sangat menyayangkan jika proses penanganan pengungsi seperti ini dengan tidak mengutamakan dialog secara baik oleh pemerintah, malah lebih pada pendekatan pemaksaan tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan," ucap Wakil Ketua Bidang Perempuan DPW NasDem Sulteng, Mutmainah Korona, di Palu, Selasa.
DPW NasDem memprotes keras langkah Pemerintah Kota Palu terkait pengusiran korban gempa/penyintas.
DPW NasDem Sulteng, kata Mutmainah, memandang bahwa korban bencana yang telah menempati huntara, secara langsung mereka telah memenuhi syarat administrasi untuk mendapat hunian sementara itu.
Protes DPW NasDem Sulteng kebijakan Pemkot Palu yang kurang manusiawi, berangkat dari Pemkot Palu lewat Pemerintah Kecamatan Palu Barat mengusir 19 kepala keluarga dari huntara di Jalan Asam II Palu Barat.
Huntara yang di tempati korban, dibangun oleh Kompas dan telah diserahkan kepada pemerintah. Artinya, huntara tersebut bukan huntara yang dibangun oleh pemerintah, termasuk Pemkot Palu.
"Mereka yang menempati huntara adalah masyarakat yang merasa telah memenuhi persyaratan administrasi dan telah mendapatkan izin atas hunain tersebut," sebut Neng.
Neng yang merupakan calon legislatif DPRD Palu terpilih hasil pileg 2019 mengatakan, sebelum melakukan penertiban bagi warga yang di anggap Pemkot Palu tidak memenuhi syarat sebagai penghuni huntara di wilayah Kelurahan Kabonena tersebut, harus diawali dengan pendataan dan konfirmasi dengan Lurah Kabonena.
"Kami sangat menyayangkan kinerja aparat kecamatan seperti ini, dan sebaiknya ini tidak boleh dikerjakan secara sepihak dan harus melibatkan dinas terkait untuk mencari solusi terbaik bagi mereka yang dipaksa keluar dari huntara tersebut," sebutnya.
DPW NasDem Sulteng, sebut Neng, menganggap bahwa persoalan pengungsi tidak sekedar melihat pada bagaimana mereka tinggal di huntara, tapi bagaimana pola-pola penanganan yang lebih mengedepankan kemanusiaan dan perspektif korban harus didahulukan.
"Apalagi kita ketahui bersama penanganan pengungsi masih banyak menuai masalah, dan tentunya perlu perhatian khusus bagaimana proses pendekatan harus lebih banyak mengedepankan proses dialog kepada warga utamanya korban terdampak," katanya.
DPW NasDem Sulteng juga mengimbau kepada para anggota DPRD Palu untuk mengutamakan pemenuhan hak korban, menjadi prioritas utama dalam pembahasan kebijakan dan pengawasan.
"Satu poin penting lagi sebaiknya DPRD Kota Palu segera membentuk pansus khusus penanggulangan bencana alam setelah 28 September 2018, utamanya masa rehab rekon sehingga persoalan-persoalan warga seperti ini juga harus di mediasi oleh DPRD Kota Palu," kata dia lagi.