Mataram, 13/2 (ANTARA) - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan sejak 2002 hingga 2006 tercatat 139 perusahaan atau lembaga berbadan hukum menelantarkan tanah yang menghambat pertumbuhan investasi.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat BPN NTB H. Jamaludin mengemukakan hal itu dalam rapat koordinasi dengan jajaran Pemerintah Provinsi NTB, di Mataram, Sabtu.
"Ratusan perusahaan atau lembaga berbadan hukum itu menelantarkan sekitar 18 ribu hektare tanah di lima kabupaten/kota dalam wilayah NTB seperti di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Sumbawa Barat," ujarnya.
Jamaludin masih menggunakan data lama hasil inventarisasi tanah yang ditelantarkan investor hingga 2006 kemudian baru disampaikan dalam rapat koordinasi di tahun 2010.
Peserta rapat koordinasi dari BPN kabupaten/kota di NTB sudah menggunakan data terbaru sehingga terjadi ketidaksesuaikan data luas lahan yang ditelantarkan investor.
Data versi BPN kabupaten/kota di NTB tanah yang ditelantarkan 139 perusahaan atau lembaga berbadan hukum itu lebih dari 20 ribu hektare.
Wakil Gubernur NTB H. Badrul Munir yang memimpin rapat koordinasi itu langsung menugaskan Kepala Badan Penanaman Modal (BPM) NTB Yakob Abidin dan staf ahli Gubernur NTB bidang Investasi berkoordinasi dengan Kepala BPN untuk menindaklanjuti perbedaan data lahan terlantar itu.
"Paling lambat 1 Maret mendatang sudah ada data valid di meja saya dan gubernur, kami akan mengundang BPN pusat menyikapi masalah ini," kata Munir.
Menurut dia akibat penelantaran tanah oleh ratusan investor itu nilai investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) NTB hanya terealisasi Rp0,94 triliun dari target Rp4,1 triliun atau hanya 23 persen.
Berbeda dengan penanaman modal asing (PMA) yang terealisasi Rp3,1 juta dolar AS dari target Rp4,4 juta dolar AS (71 persen).
"Karena itu, selain mempermudah proses investasi untuk menarik minat investor, juga pembenahan lahan investasi mutlak dilakukan," kata Munir.
Ia mengingatkan berbagai kendala investasi seperti masalah keamanan (sengketa tanah dan lahan produksi), kepastian hukum (peraturan yang tidak konsisten dan sering berubah-ubah) dan masalah yang berkaitan dengan kewenangan otonomi daerah, harus terus dibenahi.(*)