Mataram (ANTARA) - Terdakwa pungutan liar (pungli) dana bantuan rekonstruksi masjid pascagempa Lombok, H Silmi, akan menyiapkan kontra memorinya menyikapi langkah jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Mataram, yang menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung.
"Akan kita siapkan kontra memorinya," kata kuasa hukum dari Mantan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Ortala dan Kepegawaian Kanwil Kemenag NTB itu, Burhanudin.
Dijelaskan bahwa pihaknya belum lama ini menerima pernyataan kasasi dari JPU Kejari Mataram. Namun demikian, pernyataan tersebut diterimanya tidak disertai dengan memori kasasi.
"Jadi baru pernyataannya (kasasi) saja yang kita terima, memorinya belum," ujar dia.
Sebelumnya Kajari Mataram Yusuf, menyatakan, kasasi diajukan karena melihat putusan Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Mataram yang meringankan hukuman bagi H Silmi, menjadi satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Putusan banding H Silmi jauh lebih rendah dibandingkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, yang memberikan hukuman penjara empat tahun dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Begitu juga jika dilihat dari tuntutan jaksa sebelumnya yang meminta hakim menghukum mantan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Ortala dan Kepegawaian Kanwil Kemenag NTB itu dengan pidana penjara delapan tahun dan denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan.
Pertimbangan lain dari pengajuan kasasinya dilihat dari penerapan hukum pidananya. Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Mataram masih mengkloning dasar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram dalam penerapan hukumnya, yakni pidana Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Hal tersebut juga berbeda dengan tuntutan jaksa sebelumnya yang meminta hakim untuk menerapkan hukuman pidana Pasal 12 Huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Upaya hukum terakhir ke Mahkamah Agung tersebut diajukan pihak jaksa setelah penuntut umum menerima salinan putusan bandingnya pada Senin (4/11) lalu.
"Akan kita siapkan kontra memorinya," kata kuasa hukum dari Mantan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Ortala dan Kepegawaian Kanwil Kemenag NTB itu, Burhanudin.
Dijelaskan bahwa pihaknya belum lama ini menerima pernyataan kasasi dari JPU Kejari Mataram. Namun demikian, pernyataan tersebut diterimanya tidak disertai dengan memori kasasi.
"Jadi baru pernyataannya (kasasi) saja yang kita terima, memorinya belum," ujar dia.
Sebelumnya Kajari Mataram Yusuf, menyatakan, kasasi diajukan karena melihat putusan Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Mataram yang meringankan hukuman bagi H Silmi, menjadi satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Putusan banding H Silmi jauh lebih rendah dibandingkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, yang memberikan hukuman penjara empat tahun dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Begitu juga jika dilihat dari tuntutan jaksa sebelumnya yang meminta hakim menghukum mantan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Ortala dan Kepegawaian Kanwil Kemenag NTB itu dengan pidana penjara delapan tahun dan denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan.
Pertimbangan lain dari pengajuan kasasinya dilihat dari penerapan hukum pidananya. Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Mataram masih mengkloning dasar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram dalam penerapan hukumnya, yakni pidana Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Hal tersebut juga berbeda dengan tuntutan jaksa sebelumnya yang meminta hakim untuk menerapkan hukuman pidana Pasal 12 Huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Upaya hukum terakhir ke Mahkamah Agung tersebut diajukan pihak jaksa setelah penuntut umum menerima salinan putusan bandingnya pada Senin (4/11) lalu.