Ternate (ANTARA) - Kantor Bea Cukai Kota Ternate, Maluku Utara, menyebut barang impor dari belanja online dengan harga minimal Rp42.000 bakal terkena bea masuk melalui pungutan pajak dengan pemberlakuan normal atau tidak ada batas ambang bawah.
"Selain itu pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total kurang lebih 27,5 persen -37,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP atau PPh 20 persen tanpa NPWP) kini menjadi kurang lebih 17,5 persen melalui bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 0 persen," kata Kepala seksi Kepabeanan dan Cukai kantor Bea Cukai Ternate, Eko Budiyanto di Ternate, Jumat.
Dia menyatakan untuk menciptakan lapangan usaha yang adil, Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya 75 dolar AS menjadi 3 dolar AS per kiriman (consignment note) untuk bea masuk, namun hal itu masih menunggu keputusan payung hukumnya.
Menurutnya, pemerintah juga memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen lokal dari barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku seperti tas, sepatu, dan garmen. Masukan terkait hal itu disampaikan asosiasi IKM, Kementerian Perindustrian, asosiasi forwarder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor offline.
Seperti diketahui beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China. Untuk menjawab masukan tersebut, kata dia, dalam aturan baru itu pemerintah secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu, dan garmen, dengan memberikan bea masuk sampai dengan 3 dolar AS dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN) yaitu bea masuk untuk tas 15-20 persen, sepatu 25-30 persen, produk tekstil 15-25 persen untuk PPN 10 persen dan PPh 7,5-10 persen.
Menurut Eko, adanya penyesuaian de minimis value sebesar 3 dolar AS dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering disampaikan dalam pemberitahuan impor barang kiriman (CN/Consigment Note) adalah 3,8 dolar AS per kiriman.
"Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan Bea Cukai dalam rangka transparansi," ujarnya.
"Selain itu pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total kurang lebih 27,5 persen -37,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP atau PPh 20 persen tanpa NPWP) kini menjadi kurang lebih 17,5 persen melalui bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 0 persen," kata Kepala seksi Kepabeanan dan Cukai kantor Bea Cukai Ternate, Eko Budiyanto di Ternate, Jumat.
Dia menyatakan untuk menciptakan lapangan usaha yang adil, Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya 75 dolar AS menjadi 3 dolar AS per kiriman (consignment note) untuk bea masuk, namun hal itu masih menunggu keputusan payung hukumnya.
Menurutnya, pemerintah juga memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen lokal dari barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku seperti tas, sepatu, dan garmen. Masukan terkait hal itu disampaikan asosiasi IKM, Kementerian Perindustrian, asosiasi forwarder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor offline.
Seperti diketahui beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China. Untuk menjawab masukan tersebut, kata dia, dalam aturan baru itu pemerintah secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu, dan garmen, dengan memberikan bea masuk sampai dengan 3 dolar AS dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN) yaitu bea masuk untuk tas 15-20 persen, sepatu 25-30 persen, produk tekstil 15-25 persen untuk PPN 10 persen dan PPh 7,5-10 persen.
Menurut Eko, adanya penyesuaian de minimis value sebesar 3 dolar AS dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering disampaikan dalam pemberitahuan impor barang kiriman (CN/Consigment Note) adalah 3,8 dolar AS per kiriman.
"Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan Bea Cukai dalam rangka transparansi," ujarnya.