Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) segera mengidentifikasi ke-13 Warga Negara Indonesia (WNI) yang mendapat perlakuan tidak manusiawi di dua kapal penangkap ikan di Kosta Rika.
"Tim dari KBRI di Meksiko segera ke Kosta Rika untuk melakukan pendataan dan pengecekan kondisi mereka secara langsung," kata Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan, tim dari KBRI telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan imigrasi setempat untuk memperlancar proses pendataan dan pengecekan kondisi terhadap ke-13 warga Indonesia tersebut.
Faizasyah mengemukakan, ke-13 WNI itu diharapkan telah berada di San Jose, Ibu Kota Kosta Rika, untuk memudahkan tim KBRI melakukan pendataan dan pengecekan. "Kalau mereka masih di Puntarenas maka perlu waktu lagi," ucapnya.
Polisi Kosta Rika, Minggu (11/4), membebaskan 36 orang Asia, termasuk 13 WNI dari kondisi tak manusiawi di dua kapal penangkap ikan yang dioperasikan perusahaan asing penangkapan ikan.
Ke-36 orang itu dipukuli dan dipaksa bekerja tanpa bayaran, demikian laporan media setempat.
Mereka terdiri atas 15 warga negara Vietnam, 13 warga Indonesia, lima warga Filipina, dua warga Taiwan, dan satu warga China, dipaksa bekerja selama 20 jam per hari. Surat kabar La Nacion melaporkan, mereka hanya diberi sedikit makanan dan dipecut sebagai hukuman.
"Mereka berada dalam kondisi yang sepenuhnya tidak sehat, tak manusiawi, berdesak-desakkan," kata Jorge Rojas Vargas, Direktur Lembaga Penyelidikan Kehakiman (OIJ).
Semua orang itu diberi tahu bahwa mereka akan dibayar 250 dolar AS per bulan, tetapi tak ada uang kontan yang diberikan dan operator kapal Taiwan tersebut mengaku, telah mengirim pembayaran kepada keluarga kelompok pria itu. Paspor mereka disita dalam upaya mencegah mereka melarikan diri.
"Ini adalah perbudakan modern," kata Direktur Migrasi Mario Zamora sebagaimana dikutip koran itu.(*)