Mataram (ANTARA) - Berkas kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC), Nusa Tenggara Barat, telah dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti.
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Jumat, membenarkan perihal berkas dengan tersangka Azril Sopandi, Direktur PT Patut Patuh Patju (Tripat) telah dinyatakan lengkap.
"Iya, jadi berkasnya sudah P21 (dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti)," kata Dedi.
Tindak lanjutnya, penyidik jaksa mengagendakan tahap dua, yakni pelimpahan barang bukti dan tersangka ke jaksa penuntut umum pada Senin (3/2).
Untuk mempercepat proses persidangan, jaksa penuntut umum sudah diminta untuk lebih dulu menyusun rangka dakwaannya. Setelah tahap dua, berkas dakwaan akan dilengkapi kembali.
"Jadi sekarang tinggal tunggu tahap duanya," ujar dia.
Perihal perkembangan kasus ini, Edi Kurniadie, penasihat hukum Azril Sopandi, mengaku sudah mendapatkan informasi dari kliennya terkait rencana tahap dua yang diagendakan jaksa, Senin (3/2).
"Iya, sudah kita dapat informasi itu, Senin (3/2) katanya dilimpahkan," kata Edi.
Karenanya, langkah pendampingan hukum sedang dalam penyusunan. Koordinasi dengan kliennya perihal proses penuntutan di pengadilan menjadi fokus kesiapannya. "Semua akan kami siapkan," ucapnya.
Besar kerugian negara yang tercantum dalam berkas perkaranya mencapai Rp1 miliar lebih. Munculnya kerugian negara itu dari penyertaan modal dan ruilslag atauy tukar guling gedung Dinas Pertanian Lombok Barat.
Diketahui bahwa PT Tripat sebagai BUMD Lombok Barat mengeluarkan anggaran penyertaan modal pengelolaan LCC senilai Rp1,7 miliar. Dari adanya penyertaan itu, sebanyak Rp400 juta diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, perihal persoalan ruislag Gedung Dinas Pertanian Lombok Barat, belum terungkap dan masih mengendap di penyidikan jaksa.
Dalam hal ini, PT Bliss yang menjadi pihak ketiga memberikan uang Rp2,7 miliar ke PT Tripat untuk pembangunan gedung Dinas Pertanian Lombok Barat yang berdiri di atas lahan LCC.
Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), muncul kerugian negara Rp600 juta. Jumlah kerugian negara itu dihitung dari item pembangunannya.
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Jumat, membenarkan perihal berkas dengan tersangka Azril Sopandi, Direktur PT Patut Patuh Patju (Tripat) telah dinyatakan lengkap.
"Iya, jadi berkasnya sudah P21 (dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti)," kata Dedi.
Tindak lanjutnya, penyidik jaksa mengagendakan tahap dua, yakni pelimpahan barang bukti dan tersangka ke jaksa penuntut umum pada Senin (3/2).
Untuk mempercepat proses persidangan, jaksa penuntut umum sudah diminta untuk lebih dulu menyusun rangka dakwaannya. Setelah tahap dua, berkas dakwaan akan dilengkapi kembali.
"Jadi sekarang tinggal tunggu tahap duanya," ujar dia.
Perihal perkembangan kasus ini, Edi Kurniadie, penasihat hukum Azril Sopandi, mengaku sudah mendapatkan informasi dari kliennya terkait rencana tahap dua yang diagendakan jaksa, Senin (3/2).
"Iya, sudah kita dapat informasi itu, Senin (3/2) katanya dilimpahkan," kata Edi.
Karenanya, langkah pendampingan hukum sedang dalam penyusunan. Koordinasi dengan kliennya perihal proses penuntutan di pengadilan menjadi fokus kesiapannya. "Semua akan kami siapkan," ucapnya.
Besar kerugian negara yang tercantum dalam berkas perkaranya mencapai Rp1 miliar lebih. Munculnya kerugian negara itu dari penyertaan modal dan ruilslag atauy tukar guling gedung Dinas Pertanian Lombok Barat.
Diketahui bahwa PT Tripat sebagai BUMD Lombok Barat mengeluarkan anggaran penyertaan modal pengelolaan LCC senilai Rp1,7 miliar. Dari adanya penyertaan itu, sebanyak Rp400 juta diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, perihal persoalan ruislag Gedung Dinas Pertanian Lombok Barat, belum terungkap dan masih mengendap di penyidikan jaksa.
Dalam hal ini, PT Bliss yang menjadi pihak ketiga memberikan uang Rp2,7 miliar ke PT Tripat untuk pembangunan gedung Dinas Pertanian Lombok Barat yang berdiri di atas lahan LCC.
Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), muncul kerugian negara Rp600 juta. Jumlah kerugian negara itu dihitung dari item pembangunannya.