Yogyakarta (ANTARA) - Sumber makanan yang menjadi penyebab kasus keracunan makanan paling banyak berasal dari perusahaan katering yakni sebesar 65 persen, disusul makanan industri kecil sebanyak 19 persen dan makan yang disiapkan rumah tangga sekitar 16 persen.
"Jenis makanan yang menyebabkan kasus keracunan paling banyak berasal dari makanan utama, disusul jamur dan kemudian mie," kata Guru Besar Kimia Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Umar Santoso di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, kasus keracunan makanan sering terjadi pada karyawan perusahaan sebesar 45 persen, sekolah 25 persen, dan masyarakat umum 20 persen. Korban yang menderita terjadi pada orang dewasa sebanyak 75 persen dan sisanya pada anak-anak.
"Kasus keracunan karena makanan sangat sering terjadi di masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keamanan pangan di masyarakat sangat memprihatinkan," katanya.
Ia mengatakan, tingginya risiko kasus keracunan makanan di antaranya disebabkan praktik hidup sehat dan penggunaan sanitasi yang belum memadai di lingkungan masyarakat. Terjadinya kasus keracunan makanan paling banyak disebabkan oleh mikroba seperti bakteri, virus, dan parasit.
"Selain faktor keamanan pangan yang menyebabkan adanya kasus keracunan makanan, praktik pemalsuan dalam perdagangan pangan juga sering terjadi dan sangat memprihatinkan. Hal ini berdampak buruk tidak hanya pada kualitas tetapi juga keamanan dan kehalalan pangan," katanya.
Menyinggung penentuan halal dan haram pangan, ia mengatakan, konsep halal makanan dalam Islam sebetulnya sederhana, tetapi karena pengolahan dalam industri bersifat kompleks maka untuk menentukan status kehalalan produk menjadi tidak mudah.
"Adanya berbagai bahan tambahan pangan menjadi titik kritis penentuan status kehalalan. Untuk verifikasi status kehalalan suatu bahan dapat dilakukan dengan dua pendekataan, yakni dengan penelusuran asal-usul bahan atau dengan autentikasi bahan melalui analisis kimia sejauh teknologi memungkinkan," katanya.
Menurut dia, saat ini konsep halal telah memberikan peluang baik bagi pengusaha muslim maupun non-muslim untuk dapat menjadikannya bisnis yang besar, baik domestik maupun pasar global.
Permintaan produk halal meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk muslim dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan yang bergizi, menyehatkan, aman, dan halal.
"Industri pangan halal global telah memanfaatkan konsep ,halalan-thayyiban, sebagai alat untuk pemasaran. Apalagi dengan jumlah penduduk muslim dunia sekitar 1,3 miliar orang," katanya.(*)