{jpg*2} Jakarta (ANTARA) - Sebuah pulau yang kesepian di tengah Atlantik Selatan menjadi penjaga setia dari rahasia besar Charles Darwin. Dua ratus tahun lalu Ascencsion adalah gunung berapi yang tandus. Tetapi sekarang, puncaknya diselimuti oleh hutan awan tropis.
Rupanya yang terjadi di selang waktu itu adalah Kew Gardens (taman botani kerajaan Inggris) dan Angkatan Laut Inggris bekerja sama membangun sebuah ekosistem buatan. Istimewanya, meski buatan, tetapi ekosistem itu benar-benar berfungsi dengan semestinya.
Eksperimen raksasa ini bisa menjadi kunci menuju koloni masa depan di Planet Mars.
Meski demikian, Ascension tetap saja sebuah pulau tropis kecil yang tidak mudah ditemukan. Pulau yang benar-benar terpencil, terletak 1600 kilo meter (km) dari Pantai Afrika dan 2250 km dari Amerika Selatan.
Menurut para geolog pulau terpencil itu sepenuhnya tergantung pada 'mid-Atlantik ridge', yakni rantai pegunungan berapi di bawah laut yang terbentuk ketika samudra itu terpisah.
Pulau Ascension adalah salah satu dari sejumlah pulau vulkanik di Atlantik Selatan. Ascension menempati sebuah 'hot spot' di punggung pegunungan itu, pulau itu merupakan gunung api aktif.
Sejuta tahun lalu, magma cair meledak membuncah di atas lautan itu. Sebuah pulau pun terbentuk, Ascension.
Tetapi mari sedikit kembali ke tahun 1836 ketika Charles Darwin muda di akhir ekspedisinya selama lima tahun datang ke pulau itu untuk menjelajahi dunia baru dan pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi oleh seorang naturalis pun.
Setelah melakukan penelitian di sebuah pulau vulkanis lain, St Helena, Darwin menumpang Kapal HMS Beagle dan mendarat di Ascension. Saat itu dia tidak berharap banyak di Ascension.
"Kami tahu kami tinggal di atas sebuah batu, tetapi orang-orang yang menyedihkan di Ascension itu tinggal di atas abu," kelakar warga St Helena sebelum Darwin meninggalkan pulau itu.
Sebaliknya, datang ke Ascension memberikan sesuatu yang baru dalam petualangan Darwin.
"Saat di Ascension datang surat dari mentor-nya di Cambridge, John Henslow," papar Professor David Catling dari University Of Washington, Seattle, Amerika Serikat, yang sedang mengumpulkan kembali catatan-catatan perjalanan Darwin.
"Petualangan yang menghasilkan banyak penemuan dari Darwin telah menimbulkan sensasi besar di London," papar Cattling.
"Henslow meyakinkannya bahwa ketika ia kembali kelak, ia akan ditempatkan di antara tokoh-tokoh penting ilmu pengetahuan," ujar Cattling lagi.
Mendengar kabar fantastis itu Darwin terus dibuai oleh ekstasi.
Di mana-mana terlihat puncak-puncak merah vulkanis dan lahar yang meletup-letup menandakan kekuatan yang dasyat telah menempa pulau itu.
Menurut Professor Cattling, di tengah keporak-porandaan alam itu Darwin mulai merintis sebuah rencana.
Dari abu-abu gunung berapi itu ia bisa menciptakan sebuah oasis hijau, sebuah "Inggris Mini'.
Pulau Eden
Sahabat karib Darwin, Joseph Hooker adalah seorang pakar botani dan petualang.
Hanya beberapa tahun setelah Darwin kembali, Hooker sedang dalam petualangannya sendiri, sebuah ambisi besar mengelilingi Antartika menggunakan Kapal HMS Erebus and Terror.
Diilhami oleh perjalanan Darwin, Hooker pun menyempatkan mampir di Ascension dalam perjalanan pulangnya di 1843.
Ascension letaknya strategis sebagai pangkalan angkatan laut Inggris. Tugas pangkalan itu mengawasi Napoleon yang sedang diasingkan di St Helena.
Permasalahan bagi penjelajahan lanjutan ketika itu adalah persediaan air bersih.
Ascension adalah sebuah pulau gersang yang diterpa angin kering dari selatan Afrika. Minimnya pepohonan baik pada kedatangan Darwin maupun ketika masa Hooker, membuat hujan kecil yang jatuh dengan cepat menguap.
Belajar dari Darwin, pada 1847 Hooker menyarankan angkatan laut untuk mengkaji sebuah rencana yang sedikit rumit. Dengan bantuan Kew Gardens, tempat ayah Hooker menjabat sebagai direkturnya, berbagai macam pohon pun di kirim ke Ascension.
Gagasan itu pun luar biasa sederhana. Pepohonan lebih mudah menangkap lebih banyak hujan, mengurangi penguapan, dan menciptakan lebih banyak tanah lempung. Tanah berabu pun akan menjadi sebuah taman.
Dimulai dari tahun 1850 dan terus berlanjut selama bertahun-tahun, kapal-kapal pun mulai berdatangan membawa berbagai tanaman dari taman-taman hayati di Eropa, Afrika Selatan, dan Argentina.
Tidak lama kemudian pada puncak setinggi 859 meter, yang tertinggi di Ascension, perubahan besar pun berlangsung.
Pada akhir 1870-an Eukaliptus, Pinus Pulau Norfolk, Bambu, dan Pohon Pisang mulai bertumbuh lebat.
Sementara di Inggris, Charles Darwin dan teori evolusinya sedang menggerogoti kisah-kisah Taman Eden a la kitab suci.Jauh di sebuah lembah, sebuah pulau Eden sedang diciptakan.
Kehidupan di Mars
Tetapi, bisakah kemudian taman rahasia Darwin itu punya konsekuensi di masa depan.
"Saya ingat, saya berpikir ini sesuatu yang aneh," kenang Dr Dave Wilkinson, seorang ekologis di Liverpool John Moores University, ketika mengunjungi Ascension pada 2003.
Ia sedang menulis tentang 'ekosistem aneh' di Ascension itu.
"Ada banyak tumbuhan yang seharusnya tidak bisa bersama di alam, justru tumbuh bersama. Barulah sayat tahu tentang Darwin, Hooker, dan segala yang telah terjadi," Wilkinson terpesona.
Wilkinson menggambarkan vegetasi 'Green Mountain', demikian puncak tertinggi Ascension dinamakan kini, sebagai 'hutan awan'.
Pepohonan di sana diselimuti oleh kabut dari laut, menciptakan sebuah oase di tengah kegersangan yang lembab.
Akan tetapi hutan itu berbeda, segalanya hasil kreasi manusia.
Sebuah ekosistem normalnya tercipta selama jutaan tahun melalui proses co-evolusi yang lambat. Sebaliknya Ascension. Hutan awan itu di dikembangkan oleh angkatan laut Inggris hanya dalam beberapa dekade.
"Ini sangat menakjubkan," tegas Wilkinson.
"Kita bisa membuat sebuah ekosistem yang benar-benar berfungsi melalui serangkaian kebetulan atau 'trial and error," ujar Wilkinson.
Hasilnya, apa yang Darwin, Hooker, dan angkatan laut Inggris kerjakan adalah percobaan pertama di dunia dalam bidang 'terra-forming'.
Mereka menciptakan ekosistem yang bisa bertahan dan bereproduksi secara mandiri agar Ascension layak didiami.
Menurut Wilkinson prinsip-prinsip dari percobaan itu bisa diterapkan dalam mengkaji koloni masa depan di Mars.Dengan kata lain bagaimana menciptakan sebuah lingkungan dengan usaha manusia.
Cara terbaik untuk mengusahakan kehiduapan adalah dengan membantunya 'menemukan jalannya sendiri".
Sayangnya saat ini, para pakar belum awas dengan yang terjadi di Pulau Ascension.
"Ini kesia-siaan yang mengerikan karena tidak seorang pun mempelajarinya," keluh Wilkinson.
Tampaknya, rahasia Pulau Ascension masih akan awet dalam beberapa tahun ke depan. (*)
Sumber BBC