Renungan Jum'at: Manusia, makhluk Tuhan paling sempurna

id Renungan Jumat,Jumat,Al Quran,Mataram, Lili Sholehuddin

Renungan Jum'at: Manusia, makhluk Tuhan paling sempurna

Dr. Lili Sholehuddin, M.Pd. (Foto: Istimewa)

Mataram (ANTARA) - Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan makhluknya dengan beragam jenis, bentuk, dan sifat sesuai kehendak dan keinginanNya. Sang Pencipta memiliki hak prerogatif yang melekat pada kedudukan dan kekuasaanNya.

Makhluk ciptaan Tuhan sangat banyak jumlah spesiesnya, dan setidaknya dapat diklasifikasikan pada tiga kelompok besar, yaitu makhluk yang hidup di darat, di laut (di air), dan di langit (di planet lain).

Dari tiga jenis makhluk sebagaimana disebutkan di atas, ternyata ada makhluk spesial di mana Allah memberikan keunggulan kepadanya dibanding makhluk-makhluk lainnya, yaitu jenis makhluk sosial bernama manusia.

Manusia bukan hanya mampu hidup dan berkembang di daratan, tetapi sejatinya juga bisa hidup di dasar lautan. Fakta ini dapat dibuktikan melalui kecanggihan sains dan teknologi, dimana Jepang mampu membuat pulau dan dijadikannya sebagai tempat tinggal di dasar lautan, dan di beberapa negara telah dibuat terowongan di bawah laut.

Sementara itu para astronot telah mampu menginjakkan kaki di bulan. Mereka melakukan penelitian untuk mengobservasi fakta-fakta ilmiah tentang kondisi alam di bulan. Hasil riset mereka membuktikan, kondisi alam di bulan hampir mirip seperti bumi yang terdiri dari bebatuan, pepohonan, sungai-sungai, dan pegunungan.

Padahal sebelum para astronot menginjakan kaki di bulan, ada anggapan sementara orang yang melakukan personifikasi keindahan wajah seperti ungkapan kata-kata "wajahmu cantik bagaikan bulan purnama" atau “wajahmu indah seelok rembulan".

Hari-hari ni ungkapan itu nyaris lenyap tak terdengar lagi. Kenapa? Karena ternyata kondisi bulan tidak ubahnya memiliki banyak gunung dan jurang bebatuan dan tebing yang mengerikan, terjal, dan berliku layaknya kondisi alam di bumi.

Tidak diragukan, manusia memang merupakan makhluk yang relatif paling sempurna karena memiliki bentuk fisik paling indah, tersusun secara artistik, rapih, menarik, dan elegan (Quran, Surat Al-Tiin/95:4).

Manusia tercipta dari sumber yang satu dan dilengkapi media sensorik yang akurat dan cermat berupa mata dan telinga serta didukung tiga alat potensi handal dan sangat esensial yang dapat menjadi kekuatan kongkrit jika difungsikan secara optimal.

Aspek potensi dimaksud yaitu hati, akal, dan pikiran. Tiga serangkai ranah kecerdasan ini merupakan modal utama yang dimiliki manusia untuk membedakan dengan makhluk Allah lainnya.

Melalui keterpaduan aspek kecerdasan itu manusia mampu menjadi makhluk paling sempurna, unggul, dihormati dan disegani, karena keilmuannya. Tataran Malaikat saja dapat tunduk seraya sujud mengakui kehebatan ilmu pengetahuan manusia yang terwakili Adam AS. (Quran, Surat Al-Baqarah/2: 31-34).

Di sisi lain, iblis (raja setan) pun tidak mampu memberikan bantahan dan argumentasi yang logis secara ilmiah, terkecuali mengedepankan sikap arogan, konfrontatif dan egois.

Menggunakan eksistensinya sebagai makhluk yang tercipta dari api (Quran, Surat Al-A'raf/7:12), iblis menolak kehebatan Adam AS, bahkan menentang dengan sombong dan congkaknya seraya berkata, "Bagaimana mau hormat pada makhluk yang lebih rendah statusnya?”

Tindakan arogan dan konfrontatif iblis itu pun mendapat respons spontan dari Dzat Yang Maha Mulia dengan mengusir dan mengeluarkan iblis dari surga dengan tidak hormat.

Peristiwa ini kemudian menjadi titik awal dendam kesumat dan permusuhan antara nenek moyang dan anak cucu iblis dengan Adam serta keturunannya sampai hari kiamat.

Lalu iblis bersumpah di hadapan Allah SWT bahwa ia hendak mengganggu, menggoda, dan memalingkan Adam dan keturunannya dari jalan sirathal mustaqim (iman, tauhid) melalui berbagai cara, strategi, dan pendekatan.

Jurus dan teknik jitu yang digunakan, antara lain mendatangi anak Adam dari tujuh arah, yaitu depan, belakang, samping kiri dan kanan (Quran Surat Al-A'raf/7:16-17), juga dari atas atau bawah, menggoda dan mempengaruhi manusia agar jatuh ke jurang kehinaan dan nestapa.

Bahkan lebih ngeri dan tragis lagi, setan menggunakan pembuluh darah sebagai alat masuk (hadits riwayat Muslim dari Anas RA) untuk menggoda manusia melalui sirkulasi darah ke semua jaringan yang terpusat pada jantung dan tersebar ke sel-sel darah yang terdapat pada struktur tubuh manusia.

Secara logika memang berat dan sulit bagi manusia untuk bisa lolos dari perangkap godaan setan, terkecuali mereka yang bertakwa. Hanya takwa sebagai manifestasi kesatuan dari Islam, iman dan ihsan yang akan memberikan kemampuan bagi manusia untuk keluar sebagai pemenang pertarungan.

Alasannya, berkaca pada peristiwa historis ketika “tes kualitas” bersama Adam dan malaikat, iblis berada pada peringkat ketiga setelah malaikat dalam penguasaan ilmu pengetahuan. Artinya, iblis sejatinya lemah dalam penguasaan ilmu pengetahuan.

Di sisi lain, manusia secara faktual memiliki senjata super canggih berupa telinga dan mata, dilengkapi tiga unsur kecerdasan utama yang terangkum dalam istilah IES (intelektual, emosional dan spritual).

Jika alat-alat faktual tersebut dapat difungsikan secara proporsional dan profesional menurut titah al-Quran dan al-Hadits, manusia diyakini mampu untuk mengobservasi, meneliti dan memahami efek buruk bujuk rayu setan serta selamat dari kekejamannya, dan keluar sebagai manusia sukses dunia-akhirat.

Dengan demikian, jelas bahwa makna makhluk Tuhan yang sempurna adalah individu atau komunitas masyarakat yang sadar akan kelebihan potensinya, lalu memposisikan diri di antara sifat-sifat malaikat dan setan secara bijak, moderat dan berkelanjutan guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan lingkungan atau alam sekitarya. Wallahu a'lam.

*Penulis Dr. Lili Sholehuddin, M.Pd. adalah Wakil Ketua I (Bidang Akademik) Sekolah Tinggi Ilmu Shuffah al-Quran Abdullah bin Mas’ud (STISQABM) Natar, Lampung Selatan.