Jakarta (ANTARA) -
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa tiga mantan direktur di Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada periode 2016-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan tiga mantan direktur yang dimintai keterangan berinisial M, DE, dan TL.
"Ketiganya diperiksa terkait regulasi importasi garam," kata Ketut.
Saksi M merujuk pada keterangan Marthin selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Periode 2014-2015. Kemudian saksi DE merujuk pada keterangan Doddy Edwar selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Periode 2015-2017 dan Thamrin Latuconsina selaku Direktur Impor Kementerian Perdagangan Periode 2014-2015.
Baca juga: Kejagung limpahkan berkas perkara korupsi CPO tahap I
Selain ketiganya, penyidik memeriksa satu saksi lain, yakni Any Mulyanti selaku Koordinator dan Pelaksana Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I Tahun 2017. "Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut," kata Ketut.
Sebelumnya, Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin menyatakan bahwa Kejaksaan Agung meningkatkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor garam tahun 2016-2022 dari penyelidikan menjadi penyidikan pada Senin (27/6).
Perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam ini telah menimbulkan kerugian perekonomian negara.
Baca juga: Kejagung RI menelusuri aset terdakwa kasus korupsi Asabri di NTB Kementerian Perdagangan pada 2018 menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, dan PT UI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.
Garam yang semula khusus untuk industri dicetak menggunakan standar nasional Indonesia (SNI). Perkara ini memengaruhi usaha PT Garam (Persero) milik BUMN yang tidak sanggup bersaing dengan harga murah yang ditimbulkan oleh kasus kelebihan impor ini.
Berdasarkan keterangan yang diterima pada 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri dengan nilai sebesar Rp2,05 triliun tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia.
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekonomian negara.
Ketentuan pasal yang disangkakan dalam perkara ini yaitu dengan primer Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, subsider Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bahwa terdapat indikasi kerugian perekonomian negara dari perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam tahun 2016-2022.