Jakarta (ANTARA) - Kementerian PPN/Bappenas meminta kementerian/lembaga terkait untuk bekerja sama lebih kuat menghilangkan stunting dari Indonesia guna menjaga daya saing anak bangsa pada tingkat global di masa depan.
“Ini merupakan tantangan bagi kebijakan gizi di Indonesia. Kita mengalami berbagai dinamika perbaikan gizi di Indonesia,” kata Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pamungkas Bahjuri Ali dalam Forum Refleksi Kebijakan Percepatan Perbaikan Gizi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Pamungkas mengatakan secara global, permasalahan gizi pada anak terbagi menjadi under nutrition dan over nutrition. Kedua kategori itu kemudian digolongkan kembali menjadi kekurangan gizi secara mikro dan makro.
Di Indonesia, tiga permasalahan gizi yang sangat nampak pada anak adalah stunting, wasting, dan obesitas. Jika ketiganya terutama stunting tidak dientaskan sejak saat ini, maka akan menjadi ancaman untuk mewujudkan target Indonesia Emas pada 2045.
Menurut Pamungkas, dengan kapasitas indeks pembangunan manusia (human capital index) yang masih rendah yakni menduduki peringkat 130 dari 199 negara di dunia, akan sulit bagi anak-anak bangsa bersaing di era digitalisasi 5.0 atau industri 4.0. Oleh karena itu, stunting menjadi masalah besar bagi Bangsa Indonesia.
“Kalau kondisi ini terus bertahan, 15 tahun kemudian generasi yang sekarang, balita ini hanya bisa mampu mengekspresikan potensinya sebanyak 59 persen. Bagaimana kita bisa bersaing, berbicara industri 4.0 kalau kapasitas sumber daya manusia kita hanya 59 persen dari kondisi normal?” ujarnya.
Selain mewujudkan generasi yang unggul dan berdaya saing tinggi di masa depan, stunting juga berpeluang mengacak-acak pembangunan di sektor ekonomi, karena dapat membebani penduduk yang berusia produktif.
Pamungkas menambahkan, hal tersebut harus disoroti secara kritis oleh semua pihak, karena pada 2045 juga Indonesia akan dihadapkan dengan tantangan memasuki transisi penuaan penduduk.
“Kita akan memasuki transisi demografi, di mana struktur penduduk usia produktif usia 15 sampai 64 tahun itu meningkat cukup tinggi dan itu bisa dikonversi menjadi keunggulan ekonomi. Tetapi permasalahan gizi yaitu stunting dan wasting itu masih menghantui,” katanya.
Dengan demikian, Pamungkas menekankan bahwa pemerintah perlu melakukan refleksi kebijakan percepatan perbaikan gizi, guna menemukan solusi yang tepat untuk digunakan di kemudian hari.
Baca juga: Hadirnya Perpres 72/2021 bukti kemajuan RI atasi stunting
Baca juga: Tak seperti Jakarta, populasi IKN dibatasi 1,91 juta orang
Selain itu, program-program yang dibentuk harus diimbangi dengan memaksimalkan penelitian mendalam agar perbaikan gizi dapat dituntaskan secara keseluruhan. “Anggaran kita sangat terbatas, jadi kita harus memaksimalkan penelitian. Harapannya ini menjadi kolaborasi yang terus berlanjut dan berbasis bukti untuk pengambilan kebijakan berkaitan dengan percepatan perbaikan gizi di Indonesia,” ujar Pamungkas.