Mataram, (Antara Mataram) - Rinjani Trekking Management Board (RTMB) kesulitan dalam menangani sampah di objek wisata pendakian Gunung Rinjani selain karena produksinya terus meningkat juga pengelolaan sampah mengadapi berbagai kendala.
Pembina Trekking Rinjani dari RTMB Asmuni Irfan di Mataram, Kamis, mengatakan kendati berbagai upaya telah dilakukan, namun sampah masih merupakan persoalan serius di objek wisata pendakian Gunung Rinjani.
"Sehubungan dengan kian meningkatnya angka kunjungan wisatawan yang mendaki Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, produksi sampah berupa bekas kaleng gas, plastik dan tisu bekas kian meningikat," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya telah menempatkan beberapa bak sampah, namun ternyata sampah masih berserakan, karena tempat pembuangan sampah itu diganggu oleh monyet dan masih ada wisatawan yang membuang sampah di sembarang tempat.
Kondisi ini, menurut Asmuni, berdampak buruk terhadap lingkungan di objek wisata pendakian yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara maupun nusantara itu.
Menurut dia, persoalan lain dalam penanganan sampah di Gunung Rinjani adalah sampah yang ada di bak sampah itu tidak ada petugas yang membawa turun dari kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) tersebut.
"Kami pernah memberlakukan program bahwa setiap porter yang membawa sampah turun di Gunung Rinjani dibayar dengan harga Rp25 ribu per kilogram. Cara itu memang cukup berhasil mengatasi masalah sampah di objek wisata tersebut," katanya.
Namun, katanya, ternyata pola tersebut menimbulkan biaya cukup tinggi. Dana untuk pembayaran sampah membengkak, di Sembalun mencapai Rp40 juta per bulan, sementara di Senaru Rp30 juta per bulan, " katanya.
Menurut dia, dengan diberlakukannya sistem pembayaran untuk sampah yang dibawa turun di kawasan Gunung Rinjani tersebut, semua porter berlomba-lomba untuk membawa sampah dengan maksud agar mendapat pembayaran lebih banyak.
"Bahkan ada di antaranya yang mencampur sampah dengan potongan kayu, potongan besi, batu dan sisa nasi yang tidak habis dimakan ketika mendaki di Gunung Rinjani. Kondisi ini mengakibatkan dana pembelian sampah tersebut membengkak," katanya.
Asmuni mengatakan, berbagai kendala yang dihadapi dalam penanganan sampah di Gunung Rijani itu, antara lain kesadaran sebagian pendaki untuk memelihara kebersihan di objek wisata Gunung Rinjani masih relatif rendah.
Selain itu, katanya, sebagian porter tidak jujur, terbukti dengan adanya oknum yang mencampur sampah dengan potongan kayu, besi dan batu. Ketika akan diperiksa oleh petugas penimbang sampah mereka tidak mengizinkan.
"Ada indikasi pada bulan berikutnya setelah diberlakukan pola pembelian sampah itu ada oknum yang sengaja membawa sampah yang sebenarnya bukan dari Gunung Rinjani. Ini merugikan kita karena dana untuk pembelian sampah semakin membengkak," ujarnya.
Asmuni mengharapkan dengan dilaksanakan workshop oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat dicarikan solusi terbaik, sehingga sampah tidak lagi menjadi masalah serius di objek wisata Gunung Rinjani," katanya.(*)