Mataram (Antara Mataram) - Permasalahan penggunaan tenaga kerja dengan mekanisme kontrak atau "outsourcing" di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Nusa Tenggara Barat dituntaskan di tingkat pusat karena telah dibahas bersama Komisi IX DPR.
"Permasalahan itu akan dituntaskan di pusat. Komisi IX yang akan memfasilitasi penyelesaiannya dengan jajaran direksi PT PLN," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB H Mokhlis di Mataram, Kamis.
Ia mengatakan pada 7-9 Juli 2013, Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dan rombongan mendatangi NTB dan sempat menyikapi permasalahan "outsorcing" di PLN NTB itu.
Dalam pertemuan yang digelar di Kantor PT PLN Wilayah NTB di Mataram, terungkap bahwa jumlah tenaga outsorcing PT PLN NTB mencapai 987 orang.
Padahal, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan sebagian uji materil Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Alinsi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML).
Dalam putusannya MK menilai, pekerjaan yang memiliki objek tetap tak bisa lagi dikerjakan lewat mekanisme kontrak atau outsourcing.
Dengan demikian, pekerja-pekerja seperti Didik Suprijadi, yang inti pekerjaannya membaca meteran listrik, tidak dibenarkan dipekerjakan secara outsourcing karena objek kerjanya tetap.
Sistem outsourcing atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dengan menggunakan jasa perusahaan penyedia tenaga kerja, hanya bisa dilakukan untuk pekerjaan yang objeknya tak tetap. Objek tak tetap contohnya pekerjaan pembangunan.
Amar putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 yakni mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, terkait frase "perjanjian kerja waktu tertentu" dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa "perjanjian kerja untuk waktu tertentu" dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
MK menilai frase itu bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap.
Walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Terkait putusan MK itu, maka dua pasal yang ada di UU nomor 13 Tahun 2003 itu pun berubah dengan dihilangkannya kalimat "perjanjian kerja waktu tertentu" dan "perjanjian kerja untuk waktu tertentu".
Bunyi dua pasal itu menjadi Pasal 65 ayat 7 Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
Pasal 66 ayat 2 huruf b Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua pihak.
Sebelum dihapuskan, dalam dua pasal itu terkandung kalimat perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dua frasa itu yang bermakna outsourcing sebelumnya disandingkan dengan kalimat pejanjian kerja waktu tidak tertentu.
Dengan putusan MK itu, maka tak lagi memberi kesempatan pada sebuah perusahaan untuk memberikan pekerjaan yang sifat objeknya tetap meskipun itu bersifat penunjang seperti pengamanan, kurir dan lainnya.
Namun, ternyata PT PLN NTB masih menggunakan sebanyak 987 orang tenaga kerja dengan mekanisme outsourcing sehingga dipersoalkan para tenaga kerja hingga masalah tersebut sampai di Komisi IX DPR.
Hanya saja, kata Mokhlis, manajemen PT PLN NTB juga tidak bisa disalahkan ketika mereka mampu menunjukkan alasan mendasar penggunaan tenaga kerja outsourcing itu.
"Pimpinan PLN NTB berdalih bahwa sesuai arahan direksi PLN ada 22 item pekerjaan yang boleh outsourcing termasuk operator mesin dan gardu pembagi," ujarnya.
Karena itu, permasalahan tersebut dibawa Komisi IX DPR ke Jakarta untuk diselesaikan bersama para jajaran direksi PT PLN (Persero), dan bukan tidak mungkin kasus serupa juga terjadi di BUMN lainnya. (*)