NTB mulai bahas raperda tenaga kerja asing

id Raperda tenaga kerja asing, NTB, Baleg DPRD

"Baleg DPRD NTB mulai membahas raperda itu, dan kami (Pemprov NTB) sudah menjelaskan latar belakang pengajuan raperda itu dalam sidang paripurna DPRD NTB, Senin (23/9)," kata Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin
Mataram (Antara Mataram) - Badan Legislasi (Baleg) DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai membahas rancangan peraturan daerah (raperda) yang mengatur tentang pengelolaan tenaga kerja asing.

"Baleg DPRD NTB mulai membahas raperda itu, dan kami (Pemprov NTB) sudah menjelaskan latar belakang pengajuan raperda itu dalam sidang paripurna DPRD NTB, Senin (23/9)," kata Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin, di Mataram, Selasa.

Ia mengatakan keberadaan regulasi tentang pengelolaan tenaga kerja asing di daerah itu merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 97 tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing.

PP itu menegaskan bahwa pungutan retribusi perpanjangan izin mempekerjakan tenaga kerja asing, yang lokasi kerjanya lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi, dan yang lokasi kerjanya dalam wilayah kabupaten/kota, merupakan urusan pemerintah daerah.

Adapun subjek retribusi perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA) yakni pemberi kerja tenaga kerja asing yang memperoleh perpanjangan IMTA.

Sedangkan yang menjadi objek retribusi yakni pemberi perpanjangan IMTA kepada pekerja asing yang telah memiliki IMTA dari menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.

Besarnya tarif retribusi direncanakan sebesar 1.200 dolar AS per orang per tahun, atau maksimum sebesar tarif perpanjangan IMTA yang ditetapkan dalam PP tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang berlaku di kementerian bidang ketenagakerjaan.

"Dengan demikian, perkiraan penerimaan daerah dari hasil pemungutan retribusi ini dapat mencapai Rp513 juta per tahun (perkiraan kurs sekarang)," ujarnya.

Amin mengatakan, penetapan retribusi perpanjangan IMTA sebagai retribusi daerah, akan memberi peluang kepada daerah untuk menambah sumber pendapatan guna mendanai urusan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Retribusi perpanjangan IMTA merupakan pembayaran atas pemberian perpanjangan IMTA oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk, kepada pemberi kerja tenaga kerja asing yang telah memiliki IMTA dari menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.

Namun, pemungutan retribusi perpanjangan IMTA relatif tidak menambah beban bagi masyarakat, mengingat retribusi perpanjangan IMTA sebelumnya merupakan pungutan pemerintah pusat berupa PNBP yang kemudian menjadi retribusi daerah.

Tarif retribusi perpanjangan IMTA ditetapkan berdasarkan tingkat penggunaan jasa dan tidak melebihi tarif PNBP perpanjangan IMTA yang berlaku pada kementerian bidang ketenagakerjaan.

Sedangkan pemanfaatan penerimaan retribusi perpanjangan IMTA diutamakan untuk mendanai kegiatan pengembangan keahlian dan ketrampilan tenaga kerja lokal, yang lokasinya ditetapkan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

"Tentu kami berharap raperda tentang pengelolaan tenaga kerja asing ini, dibahas secara berkelanjutan hingga ditetapkan sebagai perda dan menjadi acuan hukum pengelolaan tenaga kerja asing di wilayah NTB," ujar Amin.



Perusahaan

Amin mengatakan, regulasi yang mengatur tentang pengelolaan tenaga kerja asing itu dipandang perlu mengingat pertumbuhan usaha di sektor pariwisata di wilayah NTB cukup signifikan.

Pertumbuhan itu seiring dengan semakin bertambahnya perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang beroperasi di Pulau Lombok dan Sumbawa serta pulau-pulau kecil (gili).

PMA yang beroperasi di wilayah NTB sampai 2012, telah bertambah menjadi sebanyak 154 unit, yang menyebar di tujuh kabupaten/kota. Terbanyak di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Barat.

Dari 154 PMA itu sebanyak 62 perusahaan beroperasi di wilayah Kabupaten Lombok Utara, 47 perusahaan di Lombok Barat, 19 perusahaan di Lombok Tengah, 14 perusahaan di Lombok Timur, sembilan perusahaan di Kota Mataram, dua perusahaan di Kabupaten Sumbawa, dan satu perusahaan di Kota Bima.

Sebanyak 154 PMA sektor pariwisata itu menyerap tenaga kerja asing sebanyak 121 orang, dan tenaga kerja dalam negeri sebanyak 1.911 orang, dengan nilai investasi pada semester pertama 2012 sebesar 85.067.842 dolar AS.

Jenis usaha pariwisata yang digeluti yakni usaha hiburan dan rekreasi, jasa informasi pariwisata, jasa konsultasi pariwisata, jasa makanan dan minuman, jasa perjalanan wisata, jasa pramuwisata, jasa penyelenggaraan MICE (Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran Indonesia).

Selain itu, usaha transportasi wisata, usaha SPA dan usaha wisata tirta, yang menyebar di Pulau Lombok dan Sumbawa.

Sedangkan jumlah PMDN sektor pariwisata yang beroperasi di wilayah NTB, sebanyak 19 perusahaan, yang mencakup 1.071 orang tenaga kerja dalam negeri dan 14 orang tenaga kerja asing.

Nilai investasi 19 PMDN itu pada semester pertama 2012 mencapai Rp283,85 miliar lebih, yang lokasinya menyebar di lima kabupaten, yakni Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Sumbawa dan Kabupaten Dompu.

Diyakini jumlah PMA dan PMDN sektor pariwisata di wilayah NTB akan terus bertambah, seiring dengan kemajuan di bidang pariwisata, dan adanya kemudahan investasi yang diberikan Pemerintah Provinsi NTB.

"Tentu saja jumlah tenaga kerja asing pun bertambah, sehingga perlu disiapkan regulasinya," ujar Amin. (*)