Pakar mengingatkan Menko Polhukam Hadi perhatikan saran Tim Percepatan Reformasi Hukum

id Guru Besar Unpad,Pengamat Unpad ,Susi Dwi Harijanti,Menko Polhukam ,Hadi Tjahjanto,Revisi UU MK,Tim Percepatan Reformasi

Pakar mengingatkan Menko Polhukam Hadi perhatikan saran Tim Percepatan Reformasi Hukum

Anggota Kelompok Kerja 1 Tim Percepatan Reformasi Hukum Rifqi Sjarief Assegaf (kanan) menjawab pertanyaan wartawan terkait rekomendasi hukum yang diberikan kepada Presiden RI Joko Widodo saat jumpa pers di Jakarta, Jumat (15/9/2023). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Prof Susi Dwi Harijanti mengingatkan Hadi Tjahjanto yang baru saja dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
 
"Menko Polhukam yang baru sebaiknya memperhatikan rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum," kata Susi saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (23/2) malam.
 
Susi menjelaskan bahwa salah satu poin dari rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah materi periodisasi dan evaluasi hakim konstitusi dapat ditiadakan.
 
"Evaluasi dan periodisasi dikhawatirkan akan mempengaruhi independensi MK (Mahkamah Konstitusi), baik independensi secara kelembagaan maupun individu hakim," ujarnya.
 
Sebelumnya, Hadi menemui pendahulunya, mantan Menko Polhukam Mahfud MD, untuk berdiskusi membahas pekerjaan rumah (PR) di Kemenko Polhukam yang perlu segera diselesaikan. Kediaman Mahfud MD di kawasan Kuningan, Jakarta, menjadi tujuan kedua Hadi pada hari pertamanya efektif bekerja sebagai Menko Polhukam, Kamis (22/2).
 
Dia sebelumnya mendatangi Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta, pada Kamis (22/2) pagi, untuk bertemu Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, yang juga akrab disapa Gus Yahya.
 
Sementara itu, baik Hadi maupun Mahfud secara singkat menyebut persoalan-persoalan substantif yang dibahas mereka termasuk soal kerja Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, dan terkait Undang-Undang MK.
 
“BLBI tadi sudah, tadi sudah detail BLBI. UU MK, ya tadi sudah detail disampaikan ke saya. (Pelanggaran HAM berat), iya semuanya diserahkan ke saya. Ketiga-tiganya, pokok (masalah) ini semuanya sudah,” kata Hadi.
 
Adapun dokumen berisi keseluruhan rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum telah diterima oleh Presiden Joko Widodo pada 14 September 2023. Tim itu, yang terdiri atas para pakar hukum dan praktisi, berhasil merampungkan kerjanya dan merumuskan sekitar 150 poin rekomendasi yang bersifat jangka pendek dan menegah kepada pemerintah.
 
Tim Percepatan Reformasi Hukum, yang dibentuk pada 23 Mei 2023 dan mulai bekerja pada 9 Juni 2023, terdiri atas empat kelompok kerja, yaitu reformasi sektor perundang-undangan, reformasi lembaga peradilan dan penegakan hukum, reformasi hukum sektor agraria dan sumber daya alam, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi.
 
Poin-poin rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum, antara lain mengusulkan adanya pembatasan penempatan polisi di kementerian/lembaga, pemberian grasi massal terhadap narapidana pengguna narkotika yang masa hukumannya tergolong ringan, revisi Undang-Undang Peradilan militer, revisi UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), revisi UU Mahkamah Agung, revisi Perpres No. 13/2005 dan Perpres No. 14/2005 yang mengatur struktur organisasi pengadilan, dan revisi UU Komisi Yudisial (KY).

Baca juga: Pengamat sebut Partai Golkar paling totalitas mendukung program Jokowi
Baca juga: Ada empat alasan masyarakat harus gunakan hak suara
 
Rekomendasi untuk merevisi undang-undang tersebut merupakan usulan untuk program kerja jangka menengah, sementara untuk yang jangka pendek, Tim Percepatan Reformasi Hukum mengusulkan adanya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17/2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), revisi Perpres Nomor 18/2011 tentang Komisi Kejaksaan (Komjak), revisi UU Narkotika, revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan revisi UU MK.