Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya mengatakan pada 2023, kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 267 juta jiwa, atau 95,77 persen.
"Atau hampir mencapai target RPJMN tahun 2024 yaitu sebesar 98 persen," kata Azhar dalam rapat bersama Komisi IX dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang disiarkan di Jakarta, Rabu.
Dia menyebutkan ada 214 juta orang yang termasuk sebagai peserta yang aktif. Namun demikian, kata dia, masih ada peserta JKN non aktif sebesar 54 juta orang. Hal itu dia nilai mempengaruhi penerimaan iuran.
"Dari 54 juta peserta yang non aktif tersebut, maka 99 persen atau sejumlah 53,8 juta jiwanya adalah peserta dari PBPU," katanya.
Dia menjelaskan bahwa PBPU adalah pekerja bukan penerima upah yang mencakup pekerja informal serta usaha mikro, kecil, dan menengah. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan per Februari 2024, terdapat 268 juta peserta JKN. Dia menilai hal itu adalah kemajuan yang luar biasa dari tahun 2014, di mana hanya terdapat sekitar 133 juta peserta.
"Jadi ini targetnya memang RPJMN 98 persen tahun ini, 2024. Hanya memang kita itu punya peta yang ditandatangani juga oleh Pemerintah, itu tahun 2024 itu 113 juta harusnya PBI (penerima bantuan iuran) dibayar oleh APBN," kata Ali.
Apabila hal itu dilaksanakan, katanya, maka target 98 persen tersebut tidak menjadi masalah.
Dia menjelaskan, adapun jangkauan jaminan kesehatan semesta (universal healthcare/UHC) per Desember 2023 adalah 31 provinsi serta 419 kabupaten dan kota. Sementara itu, dia menambahkan, per 29 Februari 2024, meningkat menjadi 33 provinsi dan 423 kabupaten serta kota.
Ali mengatakan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada tiga parameter dalam pencapaian jaminan kesehatan semesta, yang pertama yaitu persentase penduduk yang mendapatkan jaminan. Di Indonesia, katanya, sudah tercapai 95 persen dalam waktu 10 tahun. Yang kedua, katanya, adalah kelengkapan pelayanan yang dijaminkan itu.
"Nah, Indonesia ini yang dijamin cukup menarik karena dari FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) sampai rujukan, bahkan operasi yang canggih pun juga dijamin kalau sesuai dengan prosedur," katanya.
Baca juga: Komunikasi penting tingkatkan pemahaman soal imunisasi
Baca juga: ASEAN EOC momen penguatan kolaborasi regional
Adapun yang ketiga, kata Ali, adalah besaran biaya langsung yang perlu ditanggung warga.
"Nah, kita dari 2014 itu sudah turun kurang lebih 25 persen. Dulu sekitar 50 persen, sekarang 25 persen. Jadi ini satu menurut saya on the right track dan kebanggaan yang secara bersama-sama, apalagi nilai gotong royong yang bisa dirasakan ratusan juta penduduk," ujarnya.*
Berita Terkait
Indonesia luncurkan rencana nasional penanganan kanker
Jumat, 4 Oktober 2024 6:12
IICC 2024 momentum perkuat langkah perangi kanker
Jumat, 4 Oktober 2024 6:11
Indonesia lakukan tiga uji vaksin TBC
Kamis, 26 September 2024 11:06
Ketahui obat cocok lewat informasi genomik
Senin, 23 September 2024 20:28
Kemenkes simulasi kegawatdaruratan medis siaga bencana nuklir
Sabtu, 21 September 2024 6:00
Wamenkes pantau kesiapan skrining mpox di Bali jelang IAF
Kamis, 29 Agustus 2024 5:49
Kemenkes beri sanksi tegas bagi 39 pelaku perundungan
Rabu, 21 Agustus 2024 5:48
Kemenkes pastikan akses pengobatan kanker program JKN
Jumat, 16 Agustus 2024 20:15