Jakarta (ANTARA) - Dokter dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono dr. Iswandi Erwin menjelaskan langkah-langkah dalam mengendalikan nyeri yang muncul pada pengidap kanker, pertama adalah asesmen secara komprehensif.
Dalam "Pasien Kanker, Atasi Nyeri Dengan Tepat!" yang disiarkan oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin, dia menjelaskan bahwa nyeri tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu kanker atau tumor itu sendiri, atau pengobatan serta tata laksana seperti kemoterapi atau radioterapi.
Iswandi menyebutkan bahwa metastasis atau penyebaran kanker dapat menyebabkan rasa nyeri tersebut. Dalam sejumlah kasus, ujarnya, nyeri tidak selalu terletak pada lokasi tumor atau kanker primernya. Sebagai contoh, pasien dengan kanker paru-paru dapat mengalami nyeri di tulang belakang.
Pada umumnya, kata dia, rasanya nyeri tersebut sedang hingga berat, terutama pada kanker yang kronis yang sudah stadium tiga atau empat. Dalam stadium tersebut, katanya, perawatannya adalah perawatan yang bersifat paliatif, guna meningkatkan kualitas hidup pasien. Dia menuturkan dengan asesmen tersebut, penyebab serta jenis nyeri neuropatik atau nosiseptif, serta faktor yang dapat memberatkan rasa nyeri tersebut, contohnya keadaan psikis.
Iswandi menyebutkan bahwa orang dengan tekanan psikis yang berat mengalami nyeri yang berat, sehingga diberikan obat antidepresan untuk mengatasinya. Menurutnya, ada persinggungan antara jalur rasa nyeri serta depresi.
Kemudian, ujarnya, pasien kanker yang mengalami nyeri diberikan dosis opioid, seperti morfin, kodein, oxycodone, fentanyl. Dia menjelaskan, penggunaan opioid tersebut misalnya per delapan jam.
Baca juga: Stop ukur kebahagiaan berdasarkan standar orang lain
Baca juga: Kemenperin fasilitasi industri alkes nasional agar masuk pasar Eropa
Dia menjelaskan secara umum, penggunaan opioid dapat mengatasi rasa nyeri tersebut, namun ada juga kasus di mana tindakan intervensi seperti blok pada daerah torakal lumbalis, guna meringankan nyeri akibat kanker.
Menurut dokter itu, rasa nyeri tersebut tidak boleh disepelekan. Meski bagi sebagian orang hal itu menjadi penanda harapan hidup yang hanya sebentar, namun bagi pasien waktu yang sebentar tersebut dapat dinikmati secara berkualitas bersama keluarganya jika rasa nyerinya dikendalikan dengan baik.
Berita Terkait
Kemenkes menyediakan 62,3 ton obat dan perbekalan jamaah haji
Selasa, 14 Mei 2024 19:58
Kemenkes catat 621 kematian akibat DBD
Kamis, 2 Mei 2024 18:46
Waspada surel phishing mengatasnamakan SATUSEHAT
Kamis, 2 Mei 2024 6:03
Kemenkes-Alodokter kerja sama guna mendukung transformasi kesehatan
Kamis, 2 Mei 2024 5:55
Media penting dalam perubahan persepsi untuk tangani obesitas
Rabu, 24 April 2024 20:41
Komisi IX DPR mengajak warga ciptakan lingkungan bersih cegah DBD
Rabu, 24 April 2024 20:17
Kemenkes catat 455 kematian akibat DBD
Senin, 8 April 2024 17:23
Nyamuk ber-wolbachia tak terkait keganasan nyamuk dengue
Selasa, 2 April 2024 6:35