Artificial Intelligence dan tantangan jurnalistik masa kini

id artificial intelligence,kecerdasan buatan,jurnalisme,jurnalistik,pers,perusahaan pers Oleh Andika Wahyu Widyantoro

Artificial Intelligence dan tantangan jurnalistik masa kini

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria (kanan) meluncurkan Indonesia’s Artificial Intelligence Readiness Assessment Methodology (RAM AI) di Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024) (ANTARA/HO-Kemenkominfo)

Jakarta (ANTARA) - Lima atau sepuluh tahun lalu mungkin kita tidak pernah membayangkan hadirnya reporter AI. Reporter virtual yang diperkaya dengan artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan.

Dengan algoritma yang canggih, mereka mencari informasi secara mandiri di situs web dan berbagai platform media sosial. Mereka mengolah data lalu menyajikannya menjadi berita yang bisa kita baca di situs berita daring.

Perkenalkan Arlo Artiste, Benjamin Business, Sammy Streets, dan Wendy Weather. Mereka adalah reporter generasi AI di situs berita OkayNWA yang berdiri di Northwest Arkansas Amerika Serikat.

Situs berita yang awalnya berbentuk aplikasi tersebut mengklaim konten yang diproduksinya sebagai AI generated news. Terdapat byline nama dan avatar unik reporter yang sekilas mirip dengan tokoh film WALL-E itu pada setiap berita yang disiarkan di situs tersebut.

OkayNWA menyatakan setiap konten yang dihasilkan merupakan penerapan algoritma kecerdasan buatan canggih yang dirancang untuk meniru rasa ingin tahu sekaligus gaya bertutur layaknya jurnalis manusia.

Tim reporter AI tersebut didesain dengan kepribadian unik mereka sendiri. Reporter AI memanfaatkan machine learning untuk mencari topik yang sedang tren dan segudang informasi yang dinilai menarik di berbagai laman serta aneka platform media sosial.

Setelah melakukan identifikasi, reporter AI segera menyusun artikel dan melengkapi dengan gambar yang didapatkan dengan bantuan DALL-E. Mereka bisa bekerja tanpa lelah, 24 jam sehari, 30 hari sebulan, 365 hari setahun tanpa perlu istirahat.

Pendiri OkayNWA, Jay Price, bukanlah seorang jurnalis atau orang yang berkecimpung di industri media. Pada awalnya ia mendirikan perusahaan NWA Apps yang menyediakan jasa pembuatan situs web dan aplikasi.

Proyek OkayNWA baginya adalah laboratorium untuk mengeksplorasi alat dan model kecerdasan buatan generatif baru. OkayNWA menjadi etalase nyata seberapa besar potensi yang bisa dilakukan dengan algoritma dan kecerdasan buatan bagi organisasi berita atau perusahaan pers.

Akan tetapi OkayNWA juga menyatakan disclaimer atau penafian terkait kontennya yang sebagian besar terkait dunia hiburan. Yakni konten berita yang dibuat oleh kecerdasan buatan tidak boleh dianggap sebagai fakta atau akurat dalam pengertian berita tradisional. Mereka menyarankan pembaca untuk tetap mencari sumber terpercaya lainnya yang dikurasi manusia untuk berita dan informasi yang lebih serius.

Contoh kasus penerapan ekstrem kecerdasan buatan di OkayNWA tersebut mungkin tidak menjadi pilihan bagi perusahaan pers lainnya.

Perusahaan pers lain mungkin akan menempuh cara yang berbeda dalam menerapkan kecerdasan buatan. Tapi satu hal yang dipegang bersama yakni kecerdasan buatan dinilai bisa menjadi salah satu peluang sumber daya organisasi berita untuk eksis dan berkembang.

Hal ini guna membantu mengatasi berbagai tantangan dunia pers, misalnya tren menurunnya pendapatan serta semakin berkurangnya pembaca atau pelanggan.

Akan tetapi perusahaan pers harus berhati-hati dalam memprioritaskan aktivitas utama mana yang bisa mendapatkan manfaat paling besar dari penggunaan kecerdasan buatan.

Menurut temuan Wilczek, B., M. Haim, and N. Thurman (2024), potensi terbesar kecerdasan buatan berada pada segi operasional yakni produksi konten berita dan distribusi konten yang dipersonalisasi.

Hal inilah yang seharusnya menjadi area fokus injeksi kecerdasan buatan di perusahaan pers. Kecerdasan buatan bisa membantu efektivitas dan efisiensi produksi serta distribusi konten berita kepada khalayak.

Momen ini juga bisa dimaknai sebagai jalan menuju produk jurnalistik yang berkualitas. Misalnya eksplorasi produksi berita dengan pendekatan jurnalisme data, jurnalisme investigatif, dan jurnalisme konstruktif yang didukung teknologi kecerdasan buatan.

Kecerdasan buatan bisa membantu perusahaan pers dalam mengolah, memaknai, serta menyampaikan informasi dalam bentuk berita kepada khalayak secara lebih baik, di tengah kelimpahan data sebagai konsekuensi lingkungan digital saat ini.

Sementara itu, kecerdasan buatan juga bisa menciptakan nilai lebih dalam pendistribusian konten yang dipersonalisasi kepada pelanggan. Berita tertentu bisa dikirimkan ke demografi pelanggan yang tepat pada momen yang tepat pula. Sehingga diharapkan meningkatkan keterlibatan audiens, yang pada akhirnya bisa menaikkan pendapatan perusahaan pers, misalnya melalui model berlangganan.

Pada konteks Indonesia, sebagian perusahaan pers nasional telah menerapkan kecerdasan buatan pada praktik jurnalistiknya. Misalnya tvOne yang menurut temuan Ridwan, Dadang & Heikal, Jerry (2023), menerapkan teknologi kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan kreativitas dalam produksi konten. Hal ini ditempuh melalui pemanfaatan analisis data tingkat lanjut dan otomatisasi. tvOne juga menjadi pionir televisi nasional yang menerapkan presenter virtual berbasis kecerdasan buatan.

Sementara itu, digital news startup kumparan juga menginjeksikan kecerdasan buatan pada praktik jurnalistiknya. Kumparan menggabungkan jurnalisme berbasis teknologi (technology-based journalism) yang memungkinkan mereka mengirimkan konten kepada orang yang tepat dan waktu yang tepat karena didukung dengan Personalized Algorithm Technology (PAT).

Kecerdasan buatan juga diterapkan pada aspek revenue streams yakni melalui native advertising, bukan intrusive advertising atau iklan yang mengganggu dalam bentuk pop-up dan banner yang biasanya menutupi berita yang diakses pembaca.

Selain itu, penerapan teknologi kecerdasan buatan terkini juga memungkinan mereka untuk memproduksi dan mendistribusikan iklan yang dipersonalisasi (personalized advertising).

Sumber daya manusia yakni jurnalis dan ahli teknologi digital serta teknologi digital itu sendiri seperti kecerdasan buatan menjadi sumber daya utama yang penting bagi kelangsungan dan keberlanjutan perusahaan pers.

Sayangnya penelitian sejumlah akademisi di dalam dan luar negeri menunjukkan masih sedikit perusahaan pers yang memiliki atau sedang mengembangkan strategi kecerdasan buatan.

Kendala utamanya yakni sumber daya manusia dan finansial terkait investasi di bidang teknologi informasi. Sebagai solusi, perusahaan pers bisa menggandeng universitas yang memiliki fokus pada teknologi digital terkini seperti kecerdasaan buatan, big data, algoritma dan machine learning.

Baca juga: Kemenkominfo menggunakan AI untuk bantu berantas judi online
Baca juga: Investasi digital di bidang AI mendukung pertumbuhan ekonomi nasional


Kerja sama tersebut bisa dinilai sebagai win-win solution. Perusahaan pers bisa mendapatkan akses dan pemahaman teknologi digital terkini dari akademisi dan universitas. Sebaliknya universitas bisa mendapatkan pengalaman nyata dari praktisi profesional perusahaan pers.

Proyek tersebut bisa menjadi laboratorium kedua institusi untuk meningkatkan pemahaman, pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital terkini.


Andika Wahyu Widyantoro
*Jurnalis Antara, penerima BRI Fellowship Journalism.